Kamis, 30 Desember 2004

Selasa, 28 Desember 2004

Al-Waqi'ah?

Gunung gunung belumlah di hamburkan...
Bintang bintang belumlah berjatuhan...
Lautan belumlah sempurna meluap..
Matahari belumlah digulung...

Langit belumlah terbelah...
Bumi belumlah memuntahkan semua isinya...
Belum... belum diguncangkan dengan sempurna
Seperti janji Ar Rohman ketika saat itu benar benar tiba...

Belum.. belum apa apa...
Dibanding hari yang Kau janjikan
Tapi kami sudah menggigil begini hebat
Betapa kecilnya kami di hadapanMu ya Rabb
Masih punyakah alasan untuk sombong dan tidak tahu diri?

//maraji: Qur'an 

Senin, 27 Desember 2004

Ibu yakin,kamu pasti bisa !!!


**memancar sang surya... menyinar cahanyanya
**begitulah bersemi... wajah ummiku sayang
**walaupun ummi letih... mengasuh kami ini
**namun tetap tersenyum... menyejukkan hati
)) nasyid:: ummiku sayang

11.41 am, sabtu minggu lalu

Gerimis kecil kecil meyambutku keluar dari Orchard MRT station. Rame!. Iyalah.. weekend. Warna merah menghiasi jalanan paling rame di kota ini. Natal menjelang, tentu saja karena itu. perempatan wheel lock place, Shaw House, Marriot hotel, Tang Plaza, dipenuhi oleh ornamen ornamen natal. Bahkan persis di depan lukisan dinding yang memenuhi bagian kiri jalan antara station dan intersection bertengger manis replika rumah jamur merah kuning. Ada peri bersayap di atasnya. Entah apa maknanya.

Turis2 lalu lalang. Ada bapak2 tua mengabadikan suasana kota dengan kamera digitalnya. Jalanan rame. Tapi rapi. Karena setahuku tak ada kendaraan yang berani melanggar peraturan. Aku melangkah ke kiri, mendekati bangku kecil manis yang dinaungi tenda mungil merah.
Menulis. Memandang pohon2 besar Orchard road yang lagi2 dihiasi peri2 kecil bersayap. Menikmati semilir angin yang ditumpangi air. Lembab. Tapi nyaman.

Dua orang "kulit putih" lewat, melempar senyumnya. Tak jarang juga keluarga2 berbahasa Indonesia lewat dengan bahasa negeriku tentunya. Aku sering dengar orang2 kaya Indonesia sering menghabiskan akhir minggunya di kota ini.
Tepatnya di Jalanan ini.

Aku melirik HP ku, berharap ada kabar dari rumah. Udah seminggu bunda (tepatnya bunda's brother) ga balas2 sms. Di telponpun ga bisa. Maklum, di kampung sana sinyal2 jarang sekali bisa ditangkap dengan sempurna. So, putus komunikasi dengan keluarga jadi terbiasa. Mungkin lagi pada abis pulsa.
Eh .. eh, jadi melamun... Ibu adalah sosok terpenting dalam hidupku, dengan kalimat ajaibnya "Ibu tahu kamu pasti bisa,menghadapi persoalan serumit apapun".
"Ibu tahu, kamu pasti bisa...". Senyum ibu hadir di pelupuk mata. Menghadirkan kekuatan yang maha dahsyat. Menimbulkan keyakinan dan meng upgrade kepercayaan diri. Membuatku selalu ingin mantap melangkah ke hadapan.

Gerimis mereda. Si neng jilbab biru muncul dari mrt station. Melambai. Ups.. lamunan musti diputus hehe. Yang ditunggu dateng. Aku langsung nyerocos panjang lebar. Eh langsung dimarahin hehe. Hush.. salam dulu. Hehe jadi malu. Lalu sebuah buku pink disodorkan ke tanganku. "Nih, buat kamu.. awas loh.. jangan jadi kepengen". Aku membaca judulnya, sambil tersipu2. Hehehe tahu aja. Ga berapa lama mbak ndaffo muncul dengan kameranya.
Kita mulai menyusuri jalan, ke arah far east plaza. Lapeeeer... Aku melirik HPku. Mungkin besok.. atau besoknya lagi. Semoga ibu sehat sehat saja...


Wave come without warning

People were washed out to sea, bodies got wedges in trees and children were torn from their parent's arms yesterday when the tsunami triggered by a huge earthquake swept across Aceh province and islands elsewhere off the coast of Sumatera. Giant waves kill thousand in Asia!!!. Massive Asian Earthquake!!!

Aku menggigil membaca headline The Straits Times, koran harian Singapura. Seorang bapak2 melayu mengajakku ngobrol di bus tadi pagi dalam perjalanan ke bukit batok. Ribuan korban jiwa menyebar dari Indonesia, Thailand, Srilanka, India,Myanmar, Malaysia. In spore, tremor were felt in Beach Road, Siglap Road, Pine Close, Meyer Road and Toa Payoh.
Di Jurong west sama sekali ga kerasa. Makanya aku ga nyadar sama sekali.

Geographically, Singapore is very safe, bcoz it sheltered by the region's land masses. Begitu analysa seseorang tertulis disana. Ngeri juga ngebayangin pulau kecil kaya Singapore digempur tsunami seperti di Srilanka sana.Bisa2 ilang tinggal nama, saking kecilnya. Atau tenggelam. Duh, kok jadi ngelindur. Anyway, my deep condolences to all of the victims. Terutama saudara2 di daerah sumatera sana. Kabarnya sampe putus komunikasi sama dunia luar ya?. Waduuh, ga punya TV nih, ga bisa liat berita. Moga2 diberi ketabahan. dan moga2 bantuan segera mengalir yah. Kita doain aja yah.

Segera teringat surat surat di 2 juz terakhir al Qur'an.
Tentang gunung2 yang dihamburkan. tentang bintang bintang yang berjatuhan. ketika matahari digulung. Ketika langit terbelah. Ketika manusia berterbangan seperti anai anai. Ketika....

Aku masih menelusuri berita2 straits times di immigration office, ketika kabar mengalir dari padang. "Ren, pulang segera. Ibu sakit. masuak rumah sakik!!!", pesan singkat dari mamak di Padang. Termanguku beberapa detik. Yaa Rabb.. Baru tadi malam kutuliskan curahan2 perasaan ttg rindu pada beliau. Rindu yang biru. Tadi malam. Pukul 2.30 pagi. Dan ternyata, bundaku sedang terbaring sakit nun di seberang sana.
Sendirian. Sakit apa?. 

Kamis, 23 Desember 2004

kupinang cintaMu saja...

kenapa kamu memilihnya?
karena Rabbku cinta padanya
ah, kata siapa?
kata hatiku. karena polesan iman yang membuatnya selalu berjalan ke arah Tuhannya
ah, aku tidak percaya hatimu. kulihat di sudut hatimu banyak debu. Sana bersihkan dulu. Jangan sok tahu
o,ya? insyaAllah kuusahakan selalu...

lalu kenapa kau malah menyuruhnya pergi?

sudah... sana basuh mukamu
berkhalwatlah denganNya
bernyanyi dzikir...
dengan sang perkasa pemilik seluruh jiwa 

Selasa, 14 Desember 2004

it's gonna be another day with the sunshine

eh, aku sudah memutuskan
aku pilih bahagia saja
ada yang bilang...
bahagia itu pilihan

mulai hari ini
senyumku saja yang akan kaulihat
aku janji!!!

cukup aku saja yang paham
tentang hari esok yang begitu mencekam
tentang pahitnya dimusuhi sang waktu yang menjalar pelan
yang mengoyak lapis demi lapis ketegaran
yang lajunya begitu ingin kuhentikan
cukup aku saja...
walau sendirian

mulai hari ini
senyumku saja yang akan kaulihat
aku janji!!! 

Jumat, 03 Desember 2004

kupu kupu jangan pergi...

//some of the sentences nyontek lagi dari ienk :D

eh bagaimana kabarmu?
Sudahkah bertemu? dengan muslihah sholehah yg selama ini kau cari
Harumnya mungkin tak semerbak melati
Indahnya mungkin tak seindah lembayung senja
Tak sempurna mungkin
Tapi polesan iman membuatnya semakin menawan
Tundukan malu membuatnya tak mudah tergoda
Kerlingan cinta membuatnya menjadi jenaka
dialah yang insyaALLAH akan jadi bidadari surga-Nya

eh kalau udah ketemu kabarin aku
apalagi kalau orang tuamu pun setuju
aku ikut berbangga lagi !!

eh, biarkan aku terbang dulu, seperti kupu kupu
ke belantara beton yg asing sempurna

saat ini terbang adalah keharusan
supaya tetap bernafas
supaya sayap sayapku tetap mengepak
walau diterjang halilintar
walau kilat menyambar
; masih ingin menghadapinya sendirian

jangan terbang terlalu tinggi, nanti jatuh...
begitu awan menyapa

ah tidak,
kalaupun jatuh
haruslah sanggup berdiri dan terbang kembali
mengejar warna warni pelangi

iriku menyentak nyentak
pada karang di dasar lautan
yg tak terusik dilanda badai
seharusnyalah aku setegar itu

nantilah...
saat sayap sayapku mulai berpijar
saat pelangiku tidak lagi dihitamkan warnanya
saat hujanku mulai mereda

katakanlah kembali kalimat yang sama
akan kujawab: iya...
dan mari bersama sama menuju jannahNya

*pergilah, jika memang aku tak engkau lihat di bayangan masa depanmu. 
Kalaupun menangisku mungkin tak lama =)


Rabu, 24 November 2004

membingkai keikhlasan

ah kau tidak mengerti
tentang puisi gamang
bahkan anginpun tahu
tanpa bertanya
tanpa menunggu hujan reda

biarkan aku sembunyi
meredakan getar hati 

Selasa, 23 November 2004

Bukan barisan malaikat


Jamaah ini bukanlah barisan malaikat
Yang didalamnya tak kau temui kekhilafan
Ia adalah barisan yang Allah adalah tujuannya
Betapapun tidak sempurnanya mereka

//nyontek abis dari rumahnya ienk.. makasih yah


Senin, 22 November 2004

Episode nyolot

@) emangnya itu website siapa sih?
*) ikhwan... bagus kok
@) huh, bagus apanya? gak haroki sama sekali
*) hah? siapa bilang? jelas-jelas di depannya ada sang imam
@) ah, cuma covernya aja, isinya gak haroki sama sekali tuh.
*) yang penting kan bermanfaat. Lagian itu dibikinnya udah lama banget kayanya.
@) ... yang punya website siapa sih? kok dibelain segitunya?
*) gak tahu. Dulu nemu pagenya udah lama banget. Ternyata bagus, suka. Lalu di link deh ke sini.
@) pokoknya gak haroki.
*) emang mau seharoki apa ? susah tahu.. nyari ikhwan yang bener2 haroki dan militan jaman sekarang. Adanya cuma di cerpen
@) eh, pernyataan bagus, ikhwan haroki adanya di cerpen.. ana simpan kata-kata ini di buku harian ana.
*) silakan aja.
@) Lagian... jangan cari yang ideal,carilah yang tepat..itu kata Ust Anis Matta. dia adalah cermin dari kita. Kalo kita mujahid,dia pasti mujahidah gt. Emangnya akhwat militan banyak? Emangnya anti militan? yeee
*) gak tahu. Yang jelas buku "membentuk akhwat militan" ada. yeee**semakin nyolot**
@) terserah deh..
*) ya udah. Sana dimanfaatkan kata2nya. Bikin cerpen aja sekalian. Mau bikin juga ah... kita liat siapa yg selesai duluan
@) boleh aja...
*) ayuh aja.. sapa takut. Huh..

**episode nyolot hari ini selesai, baikan yuk??** 

Kamis, 18 November 2004

Al Muzammil...

Jauh sebelum subuh memanggil. Smsku berdering. Isinya singkat saja.

"Un, bangun yuk. Do'a kita InsyaAllah longgarkan penat :-)"

Sampai hari ini masih kusimpan. Bukan sms rancu dari lawan jenis yang kadang kadang merupakan pembenaran dari pengotoran hati yang diembel embeli dengan dalih dalih islami. Bukan... Tapi dari ukhty fillah yang aku tahu insyaAllah selalu menjaga pertemuan2 rutinnya dengan Ar Rahman di sepertiga malam. Manusia manusia langit tentu sangat cinta padanya. Entah kapan aku bisa seperti dia.

73:1:: yaa ayyuhaa almuzzammilu
Hai orang yang berselimut (Muhammad),
73:2::qumi allayla illaa qaliilaan
bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)
73:6:: inna naasyi-ata allayli hiya asyaddu wath-an wa-aqwamu qiilaan
Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.


Selasa, 16 November 2004

buat yg umurnya berkurang satu...


Mau cerita nih. Tentang salah seorang sahabat terbaikku. Yang mana hayoo?.

Sahabat terbaik yang hari ini umurnya berkurang satu *wah bu' umur kite sama donk sekarang*. Yang ngotot memanggilku dengan sebutan 'kak ren', padahal aku cuma lebih tua 2 bulan 7 hari **. Padahal aku memilih untuk merasa lebih muda.. wohoo..*. Yang lagi semangat banget ngerjain skripsi.
Yang hari ini pasti lagi belajar ttg digital signal processing dan sebangsanya di kampus sana *hayoo.. dilarang begadang*.

Tiadanya ucapan selamat dariku bukan berarti aku tidak perhatian. Karena bagiku ucapan2 seperti itu bukanlah hal yang essential, dan kamupun aku rasa paham alasannya. Sama seperti beratnya aku mengucapkan maaf lahir batin ketika iedul fitri. Karena permintaan maaf yang ditradisikan itu ternyata memang hanya 'tradisi' yang hampir-hampir tanpa esensi. Apalagi kartu2 lebaran yang lama2 dimataku cuma seperti simbol2 yang kehilangan arti. Sehingga ucapan 'maaf' yang sakral itu terasa mengalami degradasi makna. Waduh, afwan jadi kemana mana...

Tapi sehabis sholat iedul fitri di KBRI, perasaan2 emosional itu seperti sukar dibendung. Secara spontan aku mencari cari sosoknya yang kebetulan punya nama sama dengan ibuKebagusanRaya di seberang sana. Sebenarnya bukan cuma nama yang sama. Cita cita, harapan, semangat, ghirah, mu'aqobah dan keistiqomahan mereka berdua dalam mengkaji dan mencintai dienul islam ini tak jarang jadi cerminan buat aku yang masih suka abal abalan ini. Mungkin karena itu juga ikatan ikatan hati ini serasa begitu kuat menghujam di sanubari, di taman taman ukhuwah yang mewangi karena semerbaknya kuntum2 tausiyah.

Ternyata si ibu sudah berdiri dihadapanku. Menjabat erat tanganku, memelukku dan menangis. Ah lebaran tahun lalu juga begini ya. Maafkan aku... maafkan aku, begitu katanya, terisak isak. Aku terdiam, berusaha tidak terbawa perasaan. Sungguh bu', selama dua tahun menjadi teman sekamarmu rasanya aku belum pernah disakiti, dilukai, apalagi dijahatin, trus minta maaf buat apa, begitu fikirku. Bukankah hampir setiap malam kita hanya dilalui dengan diskusi diskusi panjang tentang jalan yang tidak akan berhenti kita tempuh. Atau tentang cita cita yang ingin kita rintis, demi keluarga, agama, dunia dan akhirat. Kalau semangat yang kita punya ini bisa menjelma menjadi api, mungkin setiap malam kamar kita sudah hangus terbakar.

"Mungkin ini lebaran bareng kita yang terakhir ya.." kataku. Si ibu malah semakin terguncang guncang. Akhirnya aku tidak ingin mengatakan apa apa lagi Sesak.. pahit sekali rasanya. Kacamataku berembun, jilbabpun miring miring. Abisnya meluk gak minta ijin hehe. Akhirnya ikut2an nangis deh aye. Jadi malu deh euy. Ya sudahlah, meskipun nantinya akan dipisahkan pulau, samudera, atau lautan, insyaALLAH masing2 kita tetap menapak tegak tanpa henti langkah langkah abadi ini. Memenuhi panggilan muslim sejati.

Selamat tinggal sahabatku, Ku kan pergi berjuang, Menegakkan cahaya Islam, jauh di negeri Seberang. Selamat tinggal sahabatku, Ikhlaskanlah diriku, iringkanlah doa restumu, Alloh bersama slalu. Kalaupun tak lagi jumpa, Usahlah kau berduka,Semoga tunai cita - cita. Tegakkan Islam di dalam dirimu, tebar cahanya di lingkunganmu , sambutlah seruan mujahid yang melangkah maju ,Jangan bimbang dan ragu !. Relakah kau panji al-Islam terkulai , runtuh tercabik bahkan musnah terburai. Satukanlah hati dan niatan suci,Hanya ridhlo Ilahi. Jangan tertinggal hai kawan. Raihlah cinta Ar-Rahman.

Kami sadari jalan ini kan penuh onak dan duri. Aral menghadang dan kedzaliman yang kan kami hadapi. Jalan ini jalan panjang penuh aral nan melintang. Namun jua kau lalui tuk Illahi .Walaupun rasa terdera raga berpeluh terluka

**itu liriknya izis loh :P, ditulis mana mana yang inget aja. Soalnya beliau ni suka banget sama nasyidul jihadnya izzatul islam, sampai suatu hari menghadiahiku ringtone 'banteng kebenaran' ^_^ **
InsyaALLAH aku tidak akan pernah lupa akan apa2 yang telah kita jalani bersama sama. Tentu aku akan merindukan saat2 itu. Bagaimana bisa aku melupakan bagaimana emosinya kita berdua setelah menyaksikan sekilas film ttg palestina. Bagimana mungkin aku bisa melupakan bagaimana terbakarnya kita saat menyaksikan episode saat saat terakhir sebelum syahidnya bocah bernama Muhammad Durroh di palestina sana.

Siapa lagi yang tahan berdiskusi denganku berjam jam kalau bukan antuna semua. Aku juga bakal kangen banget sama ibu penyuka bawang putih di Gim Moh road sana, yang tidak pernah protes kalau tiba2 aku pengen mendiskusikan ide ideku atau ilmu ilmu baru yang aku peroleh. Malah ngompor2in dengan bilang "trus trus.. gimana uN* atau *eh uN kamu ngutang nge-lecture in aku ttg ini*. Dan biasanya aku baru berhenti ngomong kalau udah haus atau tiba2 nyadar kalau udah nyampe di boonlay hehe. Aku juga bakal kangen banget sama si ibu "gengsian" yang tidak segan segan mengeluarkan statemen2 yang cukup kontroversial demi kemasalahatan bersama. Sungguh aku tidak yakin, apakah di tempat yang baru aku akan menemukan kenyamanan yang sama. Apakah aku masih akan menemukan getar jiwa yang sama. Kalau boleh jujur, aku tidak ingin pergi... Waduh, afwan jadi melankolis lagi.

teringat syairnya saujana....
Sedingin embunan dedaun kekeringan. Sesegar ingatan kenangan kisah silam. Kita seiringan bersatu berjuang. Meniti titian persahabatan. Kau hadir bawa cahaya. Terangi hatiku teman. Saling memerlukan dan mengharapkan. Tangis gembira disaat bahagia. Moga kan kekal menuju ke syurga . Kerana Tuhan kita itemukan Andai terpisah itu ketentuan



Minggu, 07 November 2004

and the reason is YOU...


A: nkh? cuma itu alasannya de'?
B: gak .. itu bukan alasan utama.. masih ada lagi.. tapi itu juga penting makanya kusebut duluan...
A: lalu apa de'?
B: da'wah...
A: kenapa? ada apa dengan da'wah di sana?
B: manis sekali... bla bla bla... bla bla bla... *censored*
A: lalu apa yang kamu rasakan setelahnya? bukankah itu membuatmu lebih kreatif de'?
B: iya..
A: bukankah itu membuatmu merasa lebih bisa berbuat?
B: iya...
A: bukankah itu juga mengajarkanmu ttg perjuangan?
B: iya...
A: lalu kenapa de'?
B: ga tahu... kadang ingin seperti disini... di tempat yang kondusif. Agar kefuturan yang kadang membayangi sirna sajalah segera
A: mau apa di sini? satu DPRa saja isinya 200 an. Kenapa tidak mempertahankan lezatnya perjuangan di tempat yg penuh tantangan
B: *terdiam*
A: kamu tahu syarat menjadi sholehah kan de'?
B: *terdiam*
A: musti muslihah juga...
B: saya paham...
A: lalu apa lagi de' alasannya?
B: da'wah.. selalu itu. Jawabanku tidak akan berubah. Bahkan kali ini aku tidak mampu merangkainya menjadi alasan2 yang bisa mba' terima... aku sendiri tidak mengerti.
A: terserah de', tapi pesanku cuma satu...
B: apa mba?
A: apapun yang melandasi setiap langkahmu. Jadikanlah DIA saja alasannya. Cukup DIA saja.
B: insyaALLAH mba'...
A: lalu bagaimana jika kali ini niatmu tidak dikabulkanNya?
B: tolong kuatkan keyakinan saya saja...
A: seperti apa de'?
B: Bahwa berarti menurutNya, ini bukan yang terbaik buat saya, buat agama saya, buat dunia saya, dan buat akhirat saya

//ups melamun rupanya... ternyata memori pertemuan sore sebelumnya sedang memainkan drama satu babak dialog kisi hati. Padahal ibu kebagusanRaya lagi keberatan menenteng buntelan gede bekal "ngalong" tadi malam, sambil asyiknya bercerita.
Moga2 gak ketahuan kalau mindaku sempat *berkelana* bbrp menit hehe. Berjalan menuju terminal busway bundaran BI. Belum lagi pukul 5 pagi. 

Senin, 01 November 2004

[Cluster 3]: Belahan jiwa bunda

//ini hasil migrasi blog, 7 Juli 2015. Pindahan dari unisa81.net//

Di sini --> http://unisa.f2o.org/log/maR04.html pernah kutulis tentang laki-laki itu. Pada entry singkat berjudul "Senyumnya Matahari" , tertanggal Saturday, March 13, 2004. Juga di tulisan-tulisan di tahun-tahun sebelumnya, 2003, 2002, baik pada hari-hari biasa ataupun di hari-hari penting baginya. Selalunya ada entry-entry khusus buat dia.

Beberapa minggu yang lalu berkesempatan lagi berjumpa dengan laki-laki itu. Laki-laki yang sama yang selalu menyita sel-sel kelabu di kepala. Canggung juga rasa hati mengingat pertemuan terakhir dengannya adalah 8 bulan yang silam. Maka terburu-buru menyelesaikan tugas kantor dan segera melesat ke Orchard road, satu-satunya tempat yang ia pahami begitu menginjakkan kaki di Singapura. Beberapa saat menjelang magrib kala itu, saat akhirnya sosoknya kulihat dari kejauhan duduk menunggu di salah satu bangku di depan Lucky plaza. Sedang memandangi arus manusia di depannya.

Aku muncul, melambaikan tangan. Sosoknya berdiri seketika. Ah masih sama. Tinggi besar dan gagah. Wajah coklat tembaga itu tersenyum.
Manis sekali. Garis-garis wajah ayah tergambar jelas di wajahnya. Senyumnya yang malu-malu dan canggung persis meniru ibunda. Pakaian yang rapi, wangi dan matching, jelas bukan meniru uni nya (hehehe...)

Si dia yang dulunya masih berseragam SMP ketika kutinggal ke ITB. Yang beberapa tahun kemudian menjelma menjadi pemuda gagah dengan sisi-sisi pergaulan mengikuti jamannya. Yang bangga dengan koleksi-koleksi musiknya yang hangar bingar bikin sakit telinga, juga sebuah foto asing di kamarnya dengan judul ‘calon menantu ibunda’. (Ooolaalaa.. uni-nya aja tak punya foto dengan judul begitu). Yang bangga dengan teman-teman bermotornya yang rupa-rupa warnanya dan sering memutarin kota Padang sampai pagi tiba. Duh duh adinda. Khayalanku mungkin masih jauh melambung di tsurayya, mengharapmu bergabung dengan barisan-barisan manis yang bukan malaikat namun indah cintanya pada agamanya. Duh duh adinda sudah lama aku menyerah kalah.

Si hitam manis (bukan kucing looh…) mengangsurkan bungkusan mungil. “Ada tempe goreng, kentang goreng, ikan asin dan sambal lado kesukaan uni” katanya malu-malu. Waduh waduh senangnya rasa hati. Maka makanlah kami di sebuah bangku di pinggir jalan itu. Lalu lintas kendaraan yang rapi dan tak banyak polusi menjadi hiburan tersendiri. Kelap kelip lampu kota menghiasi malam menutupi sinar rembulan. Rembulan yang cantik alami dan tak pernah iri pada lampu-lampu kota yang semu indahnya. “Magrib uni, magrib sebentar lagi, mesjid ada di mana?”, ups tidak salah dengarkah telinga ini?. “Ada, ada.. mesjid al Falah namanya, tak berapa jauh, hanya sepeminuman kopi” (dooo serasa di jaman persilatan)

Bergegas ia ketika mesjid di depan mata.
Oh oh sungguh ingin rasanya mengucek2 mata dan mencubit lengan. Benarkah pemuda gagah yang sedang berlari-lari itu pemuda yang sama yang setahuku alergi dengan mesjid dan atribut2nya. Ah biarlah, bukankah Allah sang pemilik hati. Maka terpekurlah aku menunggunya, si belahan hati ibunda, di depan mesjid. Aduh, aduh kenapa lama sekali. Apakah tersasar di dalam? Atau terkunci di kamar mandi?. Tak tahan rasa hati akhirnya melongokkan kepala mencuri-curi pandang ke barisan para Rijal. Mana dimana dirimu. Yaa Rabbi, sang pemilik hati, yang kucari sedang bersujud lama di ujung sana. Yaa bunda, benarkah itu adikku?

Aku mengamatinya menalikan sepatu. Benar. Itu masih dia. Pemuda yang sama yang dari kecil selalu menyamakan panjang tali2 sepatunya sebelum mengikatnya. Dia berdiri, menggamit buntelan yang dibawanya, akan bersiap melangkah ketika matanya tertumbuk pada jejeran buku-buku di pelataran mesjid. “Uni, aku mau buku ini”, ups tidak salah dengarkah telinga ini? Sejak kapan buku-buku fiqih menjadi wished-list nya. “Ah jangan becanda” sahutku harap-harap cemas. Dia tidak menjawab, menatapku sekilas lalu kembali asyik menekuni buku2 di hadapannya. Wajah itu ya wajah itu, walau masih sama dgn bertahun2 silam tapi sesuatu disana berbeda.

“Aku mau buku-buku seperti tadi...” katanya memecah sunyi. Duhai hati tak sanggup bertanya. “Uni punya?”. Aku mengangguk mantap, mengatupkan bibir, memilih tidak berkata-kata. Menahan tetesan bening yang mengumpul di pelupuk mata. Mengalihkan topik, berusaha menyembunyikan haru yang menelusup di ruang-ruang hati. Yaa bunda, benarkah ini adikku?

Namun butir-butir bening itu tak malu-malu menguraikan hujan ketika hari berikutnya mendapatinya dalam diam terbangun kala subuh menjemput. Mengucurkan wudhu, yang seketika itu menjelma menjadi simpony paling indah di dunia. Lalu bersujud panjang di hadapan tuhannya. Yaa bunda, benarkah itu adikku?

Jika ini adalah awal dari suatu perubahan dalam hidupmu, maka semoga istiqomah selalu. 

Sabtu, 30 Oktober 2004

ke Jakarta...

aku cuma memberi waktu diriku 5 menit 
untuk kaget...

lalu....
PACKING!!!
dalam diam..

**tapi tangannya sibuk nge SMS isti sama alni hehe..

moga2 besok dapet ticket...
lalu terbang ke Jakarta
beberapa hari lamanya

Bunda...
insyaALLAH selalu berusaha sungguh sungguh
menjalani setiap babak hidup ini

yang ini apalagi...

Sabtu Pagi

koper membisu di sudut kamar...
lengkap beserta passport, makalah dan slides2 yg dibikin dalam waktu 6 jam
haruskah terhenti di sini?

sahabat2 terbaik ikut urun rembug..
jangan pergi... kata mereka
pergi saja... kata hatiku yang nelangsa
jangan sekarang... kata mereka
ah sekarang saja... kata hatiku yang berselimut harap

bingung... sungguh!!!
padahal sang waktu terus berjalan

atau mungkin memang belum sekarang saatnya untuk pergi?
ikhtiarku.. tawakalku..
sampai kapan kah?


Selasa, 26 Oktober 2004

Lelah... sungguh!!!

Sahara ini begitu luas 
Berbulan bulan lelah menemani
Tak jua terlihat batasnya
Bekal airku sebotol tak sampai lagi
Kalau inipun habis...
Bagaimana caraku berdiri?

Lautan ini seperti tak berbatas
Hujan lebat petir tak henti henti
Bertungkus lumus peluh merajam saat tak henti mendayung
Seorang diri
Layarku kertas
Kalau inipun koyak
Bagaimana caraku terus

Kerudungku ini cuma sanggup hadapi gerimis
Dan aku tak punya payung
Payungku patah, koyak dan hilang sejak umurku 3 tahun
Sejak si bungsu dalam kandungan
Tapi, kenapa hujan tak jua reda

Kampuang jauh...
Sanak tiado...

Jika ini tarbiyahMu
hentikanlah...
Lelah...
Sungguh!!!

Apa Engkau tak lagi sayang padaku.
padahal...
segala takut... cinta... harapan , telah kutekadkan hanya untukMU
pun ketika pelabuhan pelabuhan lain tawarkan diri, tawarkan hati, tuk sandarkan penatku

aku ingin tidur panjang
biar hilang beban 

Minggu, 24 Oktober 2004

[Cerpen] Karena Engkau Adalah Melati

Dari webmis: 
Saya menemukan cerita ini sehabis ngubek ngubek koleksi cerpen islami di copy dari portal kita jaman dahulu kala. Sayangnya saya gak tahu siapa nama pengarangnya. Yang jelas ini pernah dimuat di annida 2000. Selamat membaca =). InsyaAllah bermanfaat ^_^

=============

( Catatan Harian Seorang Laki-Laki, Maaf, Bacaan Khusus Laki-Laki ! )

15 Januari 2000
Yap, akhirnya! Berhasil juga kudapatkan cinta Rika, si tomboy yang jago mendaki gunung itu setelah beberapa Minggu ini aku giat merayunya. Itupun dengan dilandasi ejekan Andi dan Yanto yang menantangku, "Ayo, Fan, taklukin tuh cewek. Ingat waktunya sebulan!"

Dengan modal dasar ditambah keahlianku merayu, Rika menerima cintaku di sini, saat kami berhasil mencapai puncak Gunung Purtri Elok I dengan waktu kurang dari satu bulan. Ini sesuai dengan target konyolku: Tahun Baru, Pacar Baru!

Kebersamaan kami dalam pendakian atau di sekretariat MAPALA membuatku tertarik pada Rika. Bayangan Ayu yang menjadi pacarku hampir tiga bulan hilang begitu saja. Wajah lembut keibuan itu terkikis oleh wajah imut dan ceria milik Rika. Malam itu sungguh mengesankan. Rekan-rekan sependakian menyanyikan kami lagu-lagu mesra dengan diiringi gitar di sekeliling api unggun sebagai tanda peresmian kami.
Tentunya sepulang dari pendakian ini Andi dan Yanto harus bersiap-siap mentraktirku makan besar.


21 Januari 2000
Aku hampir tidak dapat berdiri lagi akibat kekenyangan menyantap makanan kesukaanku di Enas Café. Ini masih jatah dari Andi. Besok Yanto yang mentraktirku. Keduanya tak henti-henti memuji keberhasilanku mendapatkan Rika.
"Tapi bagaimana dengan Ayu, Fan?"
"Gampang," kataku cuek sambil menghembuskan asap rokok. "Kampus MIPA dengan FE kan jauh. Pintar-pintar akulah membagi waktu dengan keduanya. Walau ketahuan, terserah mereka mau bagaimana. Aku bisa cari penggantinya."
"Huuu.., kamu benar-benar playboy antic dari Fakultas Ekonomi, Fan !"


31 Januari 2000
Pagi tadi secara tidak sengaja aku bertemu Ayu di kantin Pak Li. Andi, Yanto, dan Pardan buru-buru membuang muka dan menjauh. Aku tidak bisa mengelak.
"Fan, kamu mulai jarang datang," suara halus calon ibu guru itu lembut menegurku. Kulihat mukanya kusam. Aku segera pasang muka serius. "Maaf, Yu. Aku sibuk."
"Sebegitu sibukkah, Fan, sampai-sampai tak ada waktu sedikitpun buatku?"
Aku tertawa kaku. "Begitulah, Yu. Nanti ya aku datang..."
Aku memang sibuk akhir-akhir ini. Sibuk kuliah, di sekretariat MAPALA dan sibuk menemani Rika jalan-jalan, shopping atau nonton. Aku tidak bohong khan :)


10 Februari 2000
Hari-hariku kian berbunga bersama Rika. Bayangan Ayu hanya sesekali melintas dalam benakku. Semua mahasiswa Fakultas Ekonomi sudah tahu aku jadian sama Rika. Mereka tidak heran lagi jika di FE aku jalan bareng Rika, dan sewaktu-waktu mereka mendapatiku di kampus MIPA dan yang di dalam sedan civicku adalah Au. Mereka semua mengerti adatku dan memakluminya.


21 Februari 2000
Mulai hari ini aku putus dengan Ayu. Siang tadi dia sengaja menemui di area parkir FE.
"Jangan kira aku buta dengan hubunganmu sama Rika, Fan. Begini rupanya cara kerjamu dengan wanita-wanita sebelum aku. Malah aku baru tahu dari Tanti kau tinggalkan begitu saja sewaktu kau mengejar-ngejarku, Fan. Beruntung aku cepat mengetahui belangmu. Dasar ular berkepala dua..!"

Ular berkepala dua. Hmm, kukira julukan itu pantas untukku. Sejak dulu aku sudah terbiasa memelihara lebih dari satu wanita di hatiku. Aku pantas mendapatkannya. Tampang, body dan otakku di atas rata-rata, ditambah kekayaan orang tuaku sebagai salah satu pengusaha besar. Banyak lelaki yang mundur teratur bila tahu saingannya adalah aku. Ada satu dua yang menantangku duel memperebutkan cinta seorang wanita. Tentu saja aku jagonya. Tidak klop rasanya bila orang top sepertiku tidak dililiti sabuk ban hitam.


2 Maret 2000
Belum genap 2 bulan hubunganku dengan Rika, aku sudah diisukan oleh nama seorang wanita lain, Inayah Fitri. Yanto yang pertama kali menggembor-gemborkannya.

"Dia adik kelasku di jurusan Manajemen. Kebetulan aku ngambil mata kuliah yang sama dengannya. Orangnya cantik. Banyak cowok yang suka padanya. Tuh cewek cuek banget! Orangnya tertutup sekali. Tidak pernah bergabung dengan cowok. Pendiam dan sangat bersahaja. Si Erlan, anak pejabat itu sampe frustasi ngedekati dia. Emangnya cowok yang bagaimana sih yang dimauinya? Si Erlan saja ditolak, apalagi aku yang cuma begini!"

"Usaha dong, To. Usaha! Enggak semua cewek doyan sama cowok kaya. Justru ada cewek yang suka cowok sederhana seperti kamu," hibur Andi sambil senyum-senyum."

"Memangnya seperti apakah si Inayah itu? Apa dia anak orang kaya, cantik, atau sangat populer dalam organisasi sampai jadi sombong begitu pilih pilih cowok?" tanyaku.
Yanto menunduk. "Tidak, justru ia sangat sederhana dengan pakaian lebar dan berjilbab. Dia nggak ikut organisasi. Yang kutahu dia aktif di Masjid kampus ngadain pengajian-pengajian dan ceramah."

"Aduh, To, kok turun seleramu..." Aku dan Andi geleng-geleng kepala.
"Masa cewek seperti itu nggak bisa kamu dapatin, To ? Yanto memandangiku gusar, "Itulah, Fan. Kamu nggak tahu tipe cewek yang satu ini." Dan bukan aku namanya kalau tidak penasaran dan mengenal cewek itu.


3 Maret 2000
Gadis yang bernama Inayah itu sosok yang berjilbab lebar dan berpakaian rapi menutupi seluruh tubuhnya.
Penampilannya amat rapi dengan paduan warna serasi. Teman-temannya kebanyakan berpenampilan sepertinya dan tempat mangkalnya di Mushola Al-Misan. Kami yang sembunyi-sembunyi melihatnya dari taman kampus dekat Musholla sering mendapatinya berdiskusi serius di tangga Musholla. Gaya bicaranya tegas dan bersemangat. Kami menyaksikan dari kajauhan. Andi dan Yanto sibuk mengomentari gadis itu. Sedang aku yang duduk di batang akasia hanya diam membisu memandanginya. Aku tidak menampik, wajah bersih dan selalu menunduk dibalut jilbab biru muda itu sangat cantik. Dan aku.. aku..


11 Maret 2000
Adalah hal yang aneh kalau sekarang aku sering berada di Musholla untuk sholat atau duduk-duduk bengong di tangga (Aku mengerjakan sholat ini dengan terpaksa. Untung aku masih ingat gerakan dan doa yang terpatah patah yang kuyakini banyak salah dan tidak mengerti maksudnya). Sejak melihat gadis berjilbab itu, aku sudah bertekad untuk mengubernya seperti halnya Tanti, Ayu, Rika, dan mantan-mantanku dulu. Tentu saja tidak seru kalau tidak pakai taruhan. Andi dan Yanto yang jadi penantangnya. Enas Café jadi langganan si pemenang selama seminggu penuh dibayar oleh yang kalah. Yanto yang sudah jelas kalah itu sempat meremehkanku. Tapi, mantanku di semester II dulu adalah Sofia, mahasiswi teknik yang berjilbab. Toh, jilbabnya hanyalah jilbab, sepotong kain penutup kepala semacam mode. Suka pakai celana panjang dan kaos ketat. Kelakuannya sama bejatnya dengan kelakuanku di luar kampus. jadi apa istimewanya dengan jilbab?

Pertaruhan telah dimulai. Batas waktunya sebulan. Ini sudah hari kedelapan usahaku mendekati Inayah. Makanya aku dan Andi serta Yanto yang sering menemaniku di Musholla kampus. Ini salah satu tehnik dan strategiku. Beberapa suara-suara keheranan singgah di telingaku. "Udah insaf kali si Irfan, ya..?"


21 Maret 2000
Sialan! Benar-benar eror. Ini sudah hari kedelapan belas dan hasilnya nol besar. Kok, sulit sekali sih, mendekati gadis itu ? Bila kuajak bicara sendirian saja, dengan cara halus dia bisa mengelak. Segala tegur sapaku ditanggapinya apa adanya sambil menundukkan wajah. Tidak seperti gadis gadis yang kukenal selama ini. Dengan muka memerah dan suara manja mereka berlama-lama menahanku ada di dekatnya. Tapi sikap gadis yang bernama Inayah ini justru membuatku terpesona dan jadi segan mengusilinya. Aku mulai merasakan ada yang tidak beres dengan diriku.

Entah kenapa setiap kali membayangkan Inayah, aku seperti melihat setangkai bunga melati yang kudapati di atas gunung atau hutan-hutan lebat dalam pendakianku. Melati berduri yang ada diantara semak belukar sehingga tidak sembarang orang bisa memetik atau menyentuhnya. Namun begitu aroma keharumannya semerbak di sekelilingnya membuat orang merasa damai dan senang berada di dekatnya. Bila kutatap atau curi-curi pandang ke wajahnya, serasa ada setitik embun yang menempel pada mahkota melati itu jatuh mengenai hatiku yang kerontang. Sejuk.

Ups! Taruhan tetaplah taruhan. Harus kubuktikan bahwa aku adalah Petualang Cinta. Rika yang mulai mencium gelagatku tidak ambil pusing. Dia asyik dengan pendakian-pendakiannya bersama team Mapala. Aku tahu bukannya dia tidak tahu apa maksud tujuanku mendekati Musholla kampus. Mungkin kegilaannya mendaki yang kian menjadi-jadi itu adalah satu cara menutupi kekecewaannya. Beberapa hari yang lalu kulihat Ayu berboncengan dengan lelaki berpakaian necis di depan perpustakaan. Persetan dengan mereka semua. Targetku sekarang adalah: Inayah!


25 Maret 2000
Aku sungguh tidak mengerti dengan wanita yang satu ini. Aku hampir gila dibuatnya. Apa yang dimilikinya sehingga membuat aku tidak bisa memperlakukan seperti gadis-gadis lainnya? Keberadaanku tidak sebelah matapun dipandangnya. Malah kemarin aku ditegur Ali Zaki, mahasiswa jurusan akuntansi yang sering jadi imam Musholla.

"Maaf, Fan. Aku disuruh menyampaikan pesan dari para jama'ah wanita agar kamu jangan terlalu menampakkan diri di sekitar kaum wanita. Terlebih pada saudari Inayah. Dia merasa sangat terganggu."
Bah! Ingin kutonjok muka berjenggot tipis di dagunya itu. Apa urusannya dengan kami? Atau dia pingin mendapatkan Inayah? Kalau bersaing yang jantan Bung! Untung emosiku tidak sampai meledak waktu uty. Tapi yang pasti aku masih gagal mendapatkan cinta Inayah.

Cinta? Apa pula ini? Orangnya saja belum apa-apa kok sudah cintanya, Irfan Amara? Jujur saja, aku selalu memikirkan Inayah, dan kini kudapati jawaban itu dari diriku sendiri mengapa dia begitu mempesonaku. Bukan dengan kecantikannya, tetapi dari sesuatu yang dimiliki dari dalam. Sesuatu yang aku sendiri tidak tahu apa "sesuatu" itu. Atau sebut saja sebagai "keagungan wanita" yang ada padanya. Ya! Semacam keagungan wanita yang membuatku sangat hormat, segan dan tunduk padanya sebagai calon ibu dan ibu yang melahirkan putra-putrinya. Jadi apakah wanita yang pernah dekat denganku selama ini tidak memiliki "keagungan wanita" itu? Kukira mereka semua punya.Hanya saja mungkin mereka tidak menyadari atau malah tidak memperdulikan keagungan mereka itu. Mereka menganggap keagungan itu tidak sesuai dengan mode dan yang paling parah adalah dengan kodrat serta harkat martabat mereka! Jadilah mereka wanita yang segan-segan mengobral cinta, tubuh, dan harga diri. Diantara mereka adalah pacar-pacarku dulu.

Kalau begitu apa bedanya pula dengan aku yang laki-laki ini? Laki-laki yang menerima keberadaan bahkan bergaul dengan wanita yang tidak menyadari "keagungannya" itu tentulah lelaki yang sama dengan wanita itu. Ah! Bisa gila aku kalau begini? Apa yang telah terjadi denganku?


28 Maret 2000
Kali ini aku benar-benar gila. Rasa putus asa karena belum mendapatkan Inayah sementara waktunya sudah mepet, membuatku jadi berbuat nekad. Karena kenekadanku itu jadilah hari ini hati yang paling bersejarah dalam hidupku.

Sewaktu melihat Inayah keluar dari Musholla seorang diri. Andi dan Yanto yang masih memberi harapan kepadaku memberi kode agar mendekatinya. Karena kesal ditambah putus asa, tiba-tiba aku mencolek pinggul gadis itu! Kebiasaan yang sering kulakukan pada gadis-gadis lain! Bukan hanya mencolek tapi kulontarkan kata-kata yang tidak pantas untuk seorang gadis seperti Inayah.

"Alaah, sok belagak alim, lu! Pura-pura jual mahal! Padahal, lu, nggak beda ama cewek-cewek lain, malu-malu tapi mau! Emangnya lu udah merasa paling cakep di dunia maklanya menolak cowok seganteng gue! Eh, buka mata lu lebar-lebar dan lihat tampang gue baik-baik. PErempuan seperti Elu biasnaya punya nafsu besar dibanding laki-laki seperti gue. Tapi nggak pandai gunakan akal untuk..."

Plakk!!!
Rasa pedih seketika mendera pipiku. Aku ditampar! Asli! Kurasa mukaku merah waktu itu. Merah karena sakit dan merah karena malu dilihat oleh banyak mahasiswa di sekitar Musholla. Di tengah-tengah ketegangan itu terdengar suara hadis itu terbata-bata dan menunjuk mukaku dengan jari bergetar, "Kau.., kau benar. Perempuan lebih banyak nafsunya dari lelaki. Tapi dengan sedikit akal yang dimilikinya wanita bisa menjaga nafsunya sehingga menjadi terhormat. Tidak seperti kamu yang banyak akal tapi tidak bisa menjaga satu nafsumu sehingga kamu tidak lebih dari binatang yang hina!"

Blarr!!

Aku tertohok hebat. Rasanya waktu itu aku ingin hilang saja dari tempat itu menyembunyikan maluku. Masih banyak lagi lagi kata-kata yang diucapkan gadis itu sebelum akhirnya berlari kembali ke dalam Musholla sambil menangis tersedu-sedu. Beberapa laki-laki yang keluar dari dalam Musholla, sudah berniat menghajarku. Tapi secara kebetulan Ali Zaki tiba di tempat itu dan menahan mereka. Aku diminta segera pergi. Dengan rasa malu yang tiada tara aku dikawal Andi dan Yanto meninggalkan tempat itu diiringi tatapan marah beberapa gadis-gadis berjilbab yang menyaksikan peristiwa itu. Aku betul-betul gila jadinya. Baru kusadari begitu rendahnya perbuatanku pada wanita yang selama ini diam-diam aku agungkan dan yang kukagumi. Aku munafik!


2 April 2000
Aku tidak mempedulikan Andi dan Yanto yang asyik menyantap makanan di Enas Café. Aku juga tak peduli berapa rupiah yang telah kukeluarkan untuk mentraktir mereka seminggu penuh. Ya, aku kalah dalam taruhan ini, kurang satu hari dari jatah satu bulan.

Entahlah, akhir-akhir ini aku jadi murung. Sejak peristiwa dengan Inayah beberapa waktu yang lalu membuatku jadi tidak bersemangat. Jiwaku terasa kosong dan dipenuhi rasa bersalah. Sejak peristiwa itu pula aku tidak pernah menjumpai Inayah untuk meminta maaf. Tapi aku sudah menjumpai Ali Zaki untuk menyampaikan maafku. Cowok alim itu menyanggupinya dan tidak menunjukkan rasa sedikitpun rasa marah atas peristiwa itu. Aku betul betul berterimakasih padanya.

Tiba-tiba saja aku mendapati diriku begitu bodoh dan hina. Kadang-kadang aku diliputi rasa ketakutan yang amat sangat, lebih-lebih bila teringat ucapan Inayah padaku, "Ingat, Bung! Semua kita akan mengalami mati. Bila jadi mayat tubuh kita akan sama bentuknya. Jadi tengkorak! Kalau sudah begitu siapa yang akan tertartik memuji tampangmu itu?"

Oh, Allah! Begitu mengerikan. Mengapa baru kali ini aku teringat akan sebuah nama yang bernama kematian? (Rasanya baru kali ini aku menuliskan nama Allah dalam lembaran buku harianku yang tebal ini. Ampuni hamba, Ya Allah!).

Saat Andi dan Yanto sibuk dengan makanannya, aku hanya tertunduk lesu memandangi suasana di luar Café. Tiba-tiba mataku menatap sosok Ali Zaki yang bertemu temannya dengan penampilan yang sama, berkemeja panjang dan berjenggot tipis. Keduanya bersalaman dan berbincang serius. Ketika dua gadis bercelana dan berkaos ketat lewat di depan mereka, keduanya serentak menundukkan wajah dan menyingkir hormat memberi jalan. Hatiku jadi nelangsa. Begitu hormatnya mereka memperlakukan wanita. Tidak sepertiku yang begitu mudah mencolek dan menggoda wanita. Eh, aku merasa melihat sesuatu yang membuatku merasa hormat dan kagum pada Ali Zaki dan temannya itu. Sesuatu yang agung, seperti yang ada pada diri Inayah! Jadi lelaki juga punya sesuatu yang agung itu? Yang membuat laki-laki terlihat berwibawa dan terhormat di mata wanita. Tidak sepertiku yang tidak lebih dari binatang yang hina seperti kata Inayah tempo hari. Jadi selama ini kemana perginya "keagungan laki-lakiku" itu? Oh, ya.. dia kuhempaskan dibalik ketampanan wajahku, keatletisan bodyku, kepintaran otakku, dan kekayaan orang tuaku! Duh, Allah.. Bagaimana sebenarnya hambaMu ini?


4 April 2000
Malam ini aku betul-betul menyerah. Sebuah penyerahan batin yang pertama kali kualami. Penyerahan total dari ketidakberdayaan melawan ketentuan dari yang di atas sana. Penyerahan yang kudapati dari seorang wanita yang bernama Inayah. Aku kalah bukan karena gagal menaklukanmu atau gagal mendapatkan cintamu. Tapi aku kalah oleh pribadimu dan keagungan wanitamu. Aku kini bagai debu kecil yang hina di bawah tapak sucimu, karena engkau bunga melati putih yang kudapati dalam pendakian dalam pendakian batinku yang maha berat.

Karena itu saksikanlah, kuruntuhkan keperkasaanku sebagai petualang cinta, Si Penakluk Cinta dan sebagai lelaki sempurna dalam segala hal tetapi tanpa ruhiyah yang bermakna. Adakah pintu buatku untuk menggapai kembali keagungan itu setelah dua puluh tahun terlindah di bawah kebejatanku? APakah aku bisa memulainya melalui Ali Zaki dan teman temannya di Musholla kampus? Biar kubuang jauh-jauh rasa malu dan gengsiku untuk mulai berubah. Aku sudah punya prinsip sesosok lelaki tanpa iman dari pada nanti diledek atau ditertawakan teman-temanku. Kemudian saksikanlah mulai malam ini kututup lembaran harian patung cinta ini. Tidak ada lagi deretan nama gadis-gadis dalam hatiku. Lalu aku tahu ini adalah sesuatu yang mustahil kukira. Tapi salahkah jika aku berharap suatu saat nanti aku bisa memetik melati putih itu dengan tangan keimananku dan dengan hati yang mulai malam ini kubersihkan dengan nama Allah? Kalau tak mampu kuraih, cukuplah saja harum melati itu menyebar mengenai tubuhku hingga akupun menjadi harum oleh keimanku. Adzan shubuh berkumandang, saat ini akupun tak mau lagi ketinggalan...
(Annida, Juli 2000)

Jumat, 22 Oktober 2004

Waktu, bagian dari proses pengobatan

note: Waktu, bagian dari proses pengobatan; adalah judul salah satu daftar isi buku "Sentuhan hati penyeru dakwah" karya Abbas As-sisi, baru dibeli sore tadi :)

Matahari Singapura di awal ramadhan sebenarnya sama saja seperti bulan bulan lainnya, cuma entah kenapa pagi ini terasa begitu hangat.Kehangatan yang menenangkan. Tujuan akhir hari ini adalah mesjid Al Falah (mesjid favorit ^_^), tapi aku memilih turun di Orchard MRT ketimbang Somerset karena tujuan2 tertentu.

Orchard road penuh kenangan waktu bunda ke sini. Masih ingat raut senang, kaget sekaligus bingung di wajahnya setiap kali kukenalkan jengkal jengkal Singapura. Kenangan dan rasa rindu itu jugalah yang membawaku pagi ini kembali ke jalan ini.
Ini kali keempat ramadhan dimana sebulan penuhnya kuhabiskan tanpa menemani beliau. Tuntutan dunia!! tentu saja selalu begitu alasannya. Di tahun pertama perkuliahan, aku masih sempat pulang dan menghabiskan seluruh sahur bersama beliau tercinta. Tapi setelah itu, entah bagaimana perasaannya melewatkan sahur sendirian di rumah mungil itu. Si bungsu masih mengikuti adat minang tempo doeloe, yaitu mulai 'lalok di surau' semenjak akil baligh. Dan sekarang malah merantau beneran ke seberang pulau. Tunggu saja, kan kubawa ibu menyusuri hasil rajutanmu selama ini. Entah kapan. Secepatnya. InsyaAllah. Amin ya Rabb.

Siapa bilang rindu tak bisa diberi nama. Bisa kok. Tapi siap siap saja kehabisan kata karenanya.

Apa karena saat ini kabut perjalanan hidup terasa begitu menggigilkan?. Apa karena penantian terhadap jalan takdir berikutnya terasa begitu mencekam?. Apa karena setiap detik nafas dipenuhi harap akan kemurahan Ar Rahman?. Apa karena dibayangi kecemasan jika sampai lupa bersyukur?. Di sini. Menunggu saat itu. Saat benar2 mampu menggenggam tangannya dan membawanya kemanapun langkah memilih arah.Tapi sepertinya waktu masih menempatkan posisinya sebagai musuh. Dan kuharap waktu itu jualah yang kelak menjadi proses pengobatan. Untuk setiap perih yang pernah lewat.

Lamunanku terputus. Ternyata sudah di ujung jalan. Al Falah Mosque. Begitu bunyi papan penunjuk di seberang sana. Sudah sampai ternyata. Seperti oase di tengah2 hiruk pikuk kota. Perbedaan yang kontras suasana di dalam dan di luar mesjid akan membuatmu kadang enggan pulang. Tak peduli pagi, siang ataupun malam, jalanan ini tak pernah sepi. Kucoba saja nikmati hangatnya mentari pagi menjelang siang. Hangat yang menenangkan setelah 'coba' disusupi penuh penuh dengan sabar, sabar dan sabar. Apakah beliau tercinta merasakan hangat yang sama?. Ketenangan yang sama?. Entah kapan bisa kudengar jawabannya.

//Singapura awal ramadhan, saat Al Falah memasuki pertengahan surat Ali Imran


Kamis, 21 Oktober 2004

Istafty Qalbak

Untuk yang selalu menerima kabar kabar terbaru dari aku. 

Malam ini bibirku bergetar, dan ada luapan luapan emosi yang ingin termuntahkan. Kediamanku menyuarakan banyak hal. Aku sadar, ini bukan masalah ketidaksamaan saja. Tapi juga masalah bagaimana kita menempatkan satu kata yang bernama toleransi.
Namun aku tidak akan pernah menyesali proses panjang yang telah aku lewati. Aku belajar banyak hal. Sungguh!. Sekarang aku sadar sepenuhnya, dimana sebetulnya tempat aku merasa paling nyaman. Yaitu di tengah tengah kalian. Antuna semua.

Aku tidak pernah bisa berhenti menoleh. Ya tentu saja. Karena perapianku di rumah lama tidak pernah padam. Dan tak ada yang bisa menandingi kehangatan di sana. Sejauh apapun aku meninggalkannya. Karena ada dikau2 tercinta yang selalu menjaganya. Hari ini juga. Aku memutuskan untuk tidak lagi sekedar menoleh. Tapi berlari sekencang2nya. Kembali bergandengan tangan. Walau proses pembelajaranku tidak akan pernah berhenti. Tapi setidaknya sekarang semakin sadar apa yang seharusnya aku pilih. Sekarang aku sadar sepenuhnya, dimana sebetulnya tempat aku merasa paling nyaman. Yaitu di tengah tengah kalian. 

Sabtu, 16 Oktober 2004

Mar'ah Sholihah???

ah dia cuma manusia biasa 
wanita akhir jaman
yang berusaha menjunjung tinggi kehormatan
dan harga dirinya
dan tetap teguh dengan martabatnya

ah dia cuma manusia biasa
wanita akhir jaman
yang mencoba bertahan sekuat tenaga di pulau kecil
demi sebuah idealisme
yang bernama pengakuan
dan pengabdian terhadap keluarga

ah dia cuma wanita biasa
yang kadang2 perfeksionis tidak pada tempatnya
paling tidak suka tempat tidur yang berantakan
itu salah satunya
apalagi hal2 yang lebih besar dari itu...
bisa mencak mencak gak karuan

menjadi sholehah
ternyata baru sebatas cita2 yang terucap di bibirnya
belum banyak usaha..

teringat satu paragraf dari karyanya izzatul jannah
yaitu;
menjadi perempuan adalah karunia sekaligus perenungan
Sebab warna dunianya lebih bergradasi dibanding dunia laki laki
Konflik konflik dalam menjalani peran kodratinya lebih variatif dan unik.

Dan bagaimanapun, hitam putihnya dunia perempuan tidak terlepas dari peran lingkungannya, jika ia istri ia tidak terlepas dari pengaruh suaminya, jika ia gadis ia akan terpengaruh lingkungannya, jika ia perempuan pekerja ia akan terpengaruh lingkungan kerjanya. Sebab itu, menuju cita cita "Mar'ah Sholihah" (perempuan yang shalih) bukanlah hal yang mudah. Ia memerlukan perjuangan yang maha berat dan pengorbanan yang tidak sedikit

//jelang ramadhan, Singapura, saat mencoba menikmati sebuah 'lelah' 

Senin, 11 Oktober 2004

Gamis ijo lumut

Singapura, kampus NTU 11 siang

"Lagi ngapain un?"
Satu suara yg akrab mengusik kesibukanku mengetik surat lamaran kerja untuk yg kesekianpuluh kalinya.
Suatu kesibukan yg lama2 menjadi kenikmatan tersendiri. Saat tingkat 'harap' semakin menjadi2. Saat rasa 'takut' jika tiba2 menjadi lupa bersyukur, semakin membesar. Dan saat rasa 'cinta' ingin selalu terpelihara di sini, dalam hati ini, dalam setiap hembusan nafas. Takut... cinta.. harapan... tentu saja hanya padaNya. Pada siapa lagi =)

Aku menoleh. Tersenyum. Mbak 'uni junior' ikut2an memandang layar monitor. Ups..adek yg satu ini memang beda. Dengan pedenya menyebut dirinya uni junior. Padahal jelas2 kita gak ada mirip2nya. Yaah.. kalau sama2 manis sih.. ngg.. hehehe... gak tahu yak *bledug..* ups kok serasa ada yg nimpuk aku yak :P
"Biasa... lamar lamaran" sahutku kalem *tapi bo'ong, sejak kapan coba jadi kalem :P*
"abis ini mau kemana?"
"pengen ke bugis sih kayanya. Mau cari rok. Masa ilang di jemuran empat euy. Nah sekarang kan jadi bingung. Tinggal coklat, coklat lagi dan ijo. Hiks, yang item2 ilang semua"
"yuk.. sekalian aku juga pengen ke paya lebar"

Mesjid sultan, Arab street bbrp saat menjelang ashar

"Makan dulu yuuk, di depan mesjid sultan ada warung padang kesukaanku".
Eitts.. jangan heran ya, dimana bumi dipijak, disitu nasi padang dicari. Akhirnya mampirlah kita ke sana. Abis itu muter2 di arab street, dan ga ketemu juga itu si hitam manis yg dicari2. Kalaupun ketemu pasti harganya selangit. Yah maklumlah, arab street kan salah satu tujuan wisata di Singapore, penganguran kayanya dilarang nyoba2 belanja di sana hehe. Tapi gpp deh, hawa2 ramadhan mulai terasa di sini. Tenda2 buka puasa udah disiapin. Juga stall2 yg bakal penuh banget sama makanan2 yg menggoda. Ah jadi rindu ramadhan di Singapura.

Paya lebar, setelah ashar

Pencarian di bugis yang gagal tidak menyurutkan tekad. Paya lebar menjadi tarhet operasi berikutnya =). Kalau berada di sini, serasa di malaysia. Muslimah2 berjilbab terlihat di mana2. Jalan2 di sini juga penuh kenangan.
Teringat masa2 belajar bahasa arab di muslim convert association bareng deedee and sti, 3 semester yg lampau. Rasanya nikmaaat banget, walau harus pulang malam. Kala itu kita bertiga masih belum begitu paham bahwa akhwat tidak seharusnya pulang selarut itu. Bahkan untuk menuntut ilmu sekalipun. Yang ngingetin jelas ada, tapi kala itu kenikmatan mendapat ilmu rasanya mengalahkan segala nasehat2 yg sangat berharga. Serunya berdiskusi sepanjang perjalanan paya lebar- boon lay rupanya membuat kita terlupa. Kenangan yg mempunyai tempat tersendiri. Bagiku. Bagi kami. Mungkin.

"uNi, aku ingin beli jubah baru. Nanti uni pilihin ya..."
"boleh!!!"
Hampir dua jam muter2 di tj katong plaza. Nyari gamis euy, siapa yg gak semangat =). Akhirnya pilihan jatuh ke gamis ijo lumut yang oke punya. Manis. Sayangnya kepanjangan. Hampir sejengkal di bawah mata kaki. Tapi adek yg satu ini ttp ngotot.
Bisa dijahit katanya. Senangnya... aku ketemu si hitam manis, dan mbak ini ketemu jubah yang dia mau. Perjalanan kali ini sukses ;-). Alhamdulillah.

Senja merangkak di Geylang serai, lampu2 jalan mulai dinyalakan, dan ornamen2 penyambutan ramadhan yang menghiasi jalan2 semakin jelas terlihat. Marhaban yaa Ramadhan... dan ucapan2 senada terlihat begitu indah di sela2 keramian. Menghadirkan rona2 kerinduan yang... entah. Tiba2 Iedul Fitri tergambar jelas di ruang mata. Mungkinkah ini ramadhan terakhir di Singapura. Ah entahlah, saat ikhtiarku sudah sepenuh2nya, akan kuisi seluruh nafas ini dengan tawakal seluruh penuh. Kemanapun takdir akan membawaku nantinya, semoga keimanan, syukur dan sabar selalu menancap erat di dalam jiwa. Ya Rabb, sungguh aku berserah diri...

"uNi suka gak sama jubah baruku?"
"suka... bagus kok =)"

Ba'da zuhur, kampus NTU, di acara tarhib ramadhan, keesokan harinya.

"uN, ada titipan nih...."
Roommatenya si mbak yg kemaren menemani jalan2 menghampiri dan mengangsurkan satu bungkusan besar. Manis sekali. Berwarna krem dengan pita pink di sudutnya. Oow.. ada apa gerangan?. Ulang tahunku sudah lewat 36 hari yang lalu. Gak sabar nih, buka sekarang aja deh. Dan aku terdiam beberapa saat. Gamis ijo lumut dengan jilbab senada, terbungkus rapi dengan kertas lembut berwarna pink. Satu kertas terselip, ada sebentuk tulisan di sana. Pantesan kemaren ngotot banget minta aku ngepasin gamis ini juga. Ada misi2 terselubung rupanya, hehe.

"Istiqomah dan tetap teguh..." begitu salah satu kalimat di dalamnya.
Tiba tiba, aku merasa dicintai...


Rabu, 29 September 2004

Dua monitor

suatu siang 
saat jarak yang membentang bukan halangan
saat Singapura Jakarta hanya terpisahkan oleh
dua layar monitor
saat ukhuwah menjadi taman taman yang indah
dan tausiyah menjadi kuntum kuntum yang merekah
walau tiada pernah saling menatap wajah
inikah hati hati yang terikat karena Allah?

mbak...
tolong ajari aku
tentang ikhlas, syukur dan sabar
kenapa kaki ini tiba2 berat melangkah

sayang,
bila ingat keikhlasan...ingatlah bunda dirumah.....
ingat kenakalan kita dan juga semua jerih payah yang telah diberikan hingga membuat kita menjadi orang yang berguna, tapi beliau tetap ikhlas...
kadang marah, kadang cinta...tapi tidak pernah meminta sesuatu sebagai balasannya...

sayang,
jika ingat keikhlasan..ingatlah bahwa seorang sahabat rela dipatuk kakinya oleh ular tapi tidak bergeming, karena takut gerakannya akan membangunkan lelap kekasih hatinya.....dia tidak berharap apapun atas cintanya...
jika ingat keikhlasan ingatlah...bahwa hidup kita hanya mengharap cinta Alloh SWT, maka semua pemberian atau balasan dari makhluk akan terasa kecil karenanya..

sayang,
jika ingat kesabaran, ingatlah nabi ayub...kehilangan atas tanah, anak dan istrinya serta terakhir diberi penyakit yang tidak pernah hilang derita..tapi yang terucap dari mulutnya hanya kalimat thayyibah...
ingat kesabaran..ingatlah baginda rasulullah dipukuli dan di lempari baru di thaif..tapi yang keluar dari mulut mulia beliau adalah doa untuk mohon keberkahan atas kaum itu
ingat kesabaran ..ingatlah para mujahid dakwah yang dipenjara atau terbunuh dalam perang, yang tidak pernah keluar keluh kesah derita walaupun berhadapan dengan tirani...
ingat kesabaran..ingatlah bahwa sabar tidak memiliki awal dan juga akhir.....karena dia adalah proses yang tiada berhujung, dengan balasan surga bgi siapapun yang bisa melaksanakannya...

sayang,
antara keikhlasan dan kesabaran akan berbuah satu yakni keimanan....yang menghasilkan surga hakiki

//Syukran bwt mbak rr di indosat sana. afwan yak, diabadikan disini tausiyahnya. tanpa diedit.. 

Kamis, 23 September 2004

re-charging

wahai... 
ke-istiqomah-an
ke-qana'ah-an
dan
'ala istihyaa'
jgn pernah jadi kepingan berceceran
dan tingalkan aku dalam kehinaan di depan Rabbku..

takut...
jika sampai
lupa bersyukur 

Senin, 20 September 2004

untukmu.. wanita shalehah pendamba surga

Aku ke kampus lagi, setelah beberapa lama bertapa di jurong west :D. 
"Mana? mana dia?", tanyaku ke ibu mungil yang lagi final year di NTU.
"Itu tuh.. lagi duduk di halte, nungguin mobilnya mak cik yang nganterin makanan yang kita pesan", jawabnya kalem. Baru pake kacamata euy si ibu. Hasil bermukim 4 thn di NTU :P. Yah.. sore itu memang bakal ada Seminar Nikah: Keluarga Bahagia (Part 2), Membentuk keluarga bahagia islami. Laporannya ada di sini nih <-- klik ajah . Part 1 nya sih udah dulu... dua tahun yang lalu. Waktu kita semua masih sama2 imut2 hehehe *Kebanyakan teori deh kite yak :D

Dari jauh aku sudah mengenali sosoknya dari belakang. Duduk menghadap jalan. Jilbab putihnya yang di bawah siku (kenapa sih, suka bgt pake warna putih :P) memperindah kerapihan busananya. ciyee ada yg terbang :P. Aku berlari lari kecil.
Rindu.. kangen... campur baur. Kalau ga salah udah sebulan ga ketemu yak kita. Dia menoleh... Sayangnya mak cik yang ditunggu dateng. Terpaksalah beliau ikut mobilnya ke tempat acara. Whuiih.. tega banget ninggalin aku, salaman aja belum sempat :P.

Di atas akhirnya kite ketemu juga. Langsung deh tak samperin tanpa basa basi :D.
"Dah lama ya, gak ketemu.. kangen nih" samperku, setelah sun kanan kiri ^_^. Biasaaa..
"Eh iya nih, btw.. gaya amat hari ini.. cie cie.. ada apa nih", serunya setelah kusapa, tentunya dengan senyuman yang khas itu. Ledek2an udah jadi tradisi. Tapi aku menyebutnya cinta :P
"Kamu juga bagus gamisnya, baru yah?. Gak isbal lagi!!!! pas di atas mata kaki. whuiih mantap deh. Udah deh... kalau kamu juga menjaga sholat berjama'ah mu.. udah tak masukin list dari kemaren" Balasku sambil cengar cengir. Sobat yang satu ini memang tinggi semampai. So, rata2 gamis2nya kalau yang gak bikin sendiri, musti berjama'ah sama kulot atau rok. Tapi bukan dia namanya kalau ga bisa lagi ngebalas. Cuma.. udah ah.. kepanjangan kalau kutulis semua di sini :P

Dua tahun sekamar dgn liku2 yang telah dilewati bersama, menempa banyak hal dalam hati hati kita. Kayanya menyebutnya 'saudara' saja masih kurang. Apalagi setelah banyak sekali yang terjadi akhir akhir ini. Memang tiada yang lebih indah dari pada hati hati yang dipersatukan karena kecintaan kepada Sang Pemilik Hati. Memang tiada yang lebih indah daripada kerinduan kerinduan yang dirasakan karena ikatan yang terasa semakin kuat karena hembusan hembusan nafas da'wah yang tetap terhirup dan selalu ingin hidup karenanya. Memang tiada yang lebih indah dari letupan letupan semangat yang disadari tidak akan pernah pudar, karena ia adalah jalan yang panjang, dan kita tidak akan pernah berhenti berjalan, pun ketika kita sama sama sudah melihat ujungnya yang terang benderang.

Dia pernah menemaniku termenung di lorong asrama, saat aku menghadapi masa2 paling sulit dalam hidup. Lalu kita menangis bersama. Aku juga pernah menemaninya dengan perasaan2 yg sukar dilukiskan, saat ia dihadapkan pada persoalan, yang sampai saat ini masih tak kupercayai bahwa tnyata ia bisa menghadapinya dengan ketegaran luar biasa. Kala itu kita juga menangis bersama.

Malam2 yang panjang penuh dengan diskusi2 hangat juga telah kita lalui berbulan2 lamanya. Keistiqomahannya dalam aspek2 peribadatan juga seharusnya memicuku untuk selalu dan selalu menjadi lebih baik. Tanpa perdebatan, dukungan, dan cinta darinya, mungkin terlalu sulit rasanya apa2 yang telah kujalani selama ini.

Bahkan iapun tak segan segan membahasakannya. Suatu malam di bulan desember, dia pernah memandangku dengan tatapan sedih, berbulir2 bening di sana. Jatuh luruh. Saat dia mengetahui ada beban berat yg tak ingin kuceritakan. Katanya:
**Apakah, sahabat seperti ini?. Apakah saudari seperti ini?.Kenapa tidak membaginya denganku. Kenapa menyimpannya sendiri?. kenapa?**

Lalu pertahananku bobol sudah. Dan sejak saat itu. Sampai sekarang. Kita selalu bergandengan tangan. Bahkan saat dimensi waktu merasa ingin ambil bagian menguji keistiqomahan itu. Lalu? kenapa tiba2 aku ingin menuliskannya disini?. Karena dari cerita2nya sore tadi. Aku terpaku. Dan aku ingin sekali mengatakan bahwa dukungan moril selalu ada disini. Untuk segala yang telah dansedang dilalui. Bahwa, tangan ini selalu ada, insyaAllah, untuk saling mengenggam erat.

Kamu tahu bukunya salim A Fillah?. **Agar bidadari cemburu padamu**
ah, tiba2 aku ingin bersyair...

untukmu wanita sholehah pendamba surga
yang menjadikan keistiqomahan sebagai mahkota
yg senantiasa takut panah panah setan bersarang di dada
saat lupa menunduk...

untukmu wanita sholehah pendamba surga
yang senantiasa menjaga hatinya dari kerancuan dan hawa nafsu
jangan pernah berhenti menoleh
bukankah kau ingin...
bidadari cemburu padamu?

//bwt yg sedang tersipu2. Ingat pembicaraan kita kemaren sore?. Andai bisa kuhapus parameter2 dunia itu. Betapa ingin aku mengatakan.
Iya.. aku bersedia... Tapi ternyata, aku tidak sehebat itu.


Jumat, 17 September 2004

Raniyah

menangislah ukhti...jika kau merasa punya alasan untuk menangis. Karena menangis boleh jadi akan membuat kita tetap kuat dan tegar untuk kemudian menatap lagi hidup yang masih akan terbentang terus dihadapan kita. So...menangis lah jika kau punya alasan...itu bukan aib... 

//coretan2 dari seseorang yg tak kutahu namanya... siapapun anda, thx anyway... 

Selasa, 14 September 2004

puisi cinta dari sahabat

Hari-hari melangkahi usia 
memburu imanku
mengejar hari esokku
Di mana kini aku berada?

berlari-lari usia mengejar massa
hingga saatnya tiba
aku perlu kado istimewa
bukan, bukan sekedar harta
mungkin hanya sebait doa
mungkin juga sebuah taushiyah
sungguh aku tak ingin waktuku tersia-tersia

Detik-detik menggiring rasa
Meninggalkanku sebuah jeda
bermuara sebuah perenungan
Akhirnya tertinggal di dada
Teriakan-teriakan kesakitan membahana
Memecah dunia dari ufuk timur dan ufuk barat
Manusia-manusia yang dibangkitkan
Dari tidurnya yang panjang nan lelap
berakhir sudah .

keluarlah sejarah lama
menyiksa, memaksa
mengantarkan keletihan pada puncak ketakutan
malaikat maut dengan sapa peringatan
"Man robbuka?" [Siapa Tuhanmu?]
"Man dimuka?" [Apa agamamu?]
"Man qiblatuka?" [Ke mana kiblatmu?]
maka gemetar ruh
"Siapa Tuhanku? Allah,Allah Tuhanku!"
"Agamaku? Islam, agamaku!"
"Kiblatku? Celakah aku? ke mana kiblatku, ya Tuhanku?"

Jawab, jawab, aku perlu jawab
Mengapa air mata ini keluar tanpa sebab
Mengapa hatiku berdebar dalam gelap
perenunganku berakhir, matahari bergulir
aku menanti-nanti, menunggu detik-detik akhir *sesuai status ym nya:P*
berapa? Berapa lagi usiaku yang Tuhanku?
Tetapkah berdiri aku di sini saja
di bibir ketakutan
sungguh ya Tuhanku
bilakah tulus pengharapanku
seandainya merangkakpun kutuju diriMu
Meski berat berlari aku padaMu
sisa-sisa tenagaku makin melemah
deraan-deraan ujian membuatku goyah
apakah kesabaranku lambat laun terkikis?
hingga sedikit demi sedikit semakin menipis?

Aku butuh pijakan
Aku butuh pegangan
Aku butuh tangan-tangan
yang mengajakku bangkit kembali
dan mengingatkanku tanpa bosan setiap hari

aku perlu orang-orang yang menuntun
Yang saling menjaga agar ruhiyah tidak turun
Hingga berjumpa do.a-do.a robithoh yang terlantun
Aku perlu sapa-sapa santun
Hingga merembes seluruh taujih dalam qolbun
Maka, kubiarkan waktuku berlalu setahun
Bersama doa pagi dan selang petang kami yang beruntun

Berkaca kami pada manusia-manusia langit
Yang menggunakan waktu sebagai selendang menuju syahid
Ketika di atasnya tertoreh darah dan tadhkiyah
Yang sengaja selalu dicipta dalam dada
demi perngharapan berjumpa dengan RabbNya

ketika napak tilas hari sebelumnya
Memeras luka dari jiwa
Merobek-robek luka lama
sayatan-sayatan pedih seolah luka abadi
sejarah hati yang tak kuasa dipendam sendiri
Meronta-ronta jiwa
Namun akhirnya terpaksa jua mengakui

Di sini
Jauh di dasar sanubari
terukir nama-nama dalam hati
mengajakku lagi, lagi dan lagi
bangkit kembali
Menyongsong esok hari
Maha suci Illah
Ahabbakalldzi ahabbatanillah
Bilakah kami bersua di pelataran ArsyNya?

Sabtu, 28 Agustus 2004

Jemuran Misterius

"Tahu gak aku mimpi apa tadi malam?" roommate ku tersayang menatap dengan senyum misterius sambil melipat mukenanya, ba'da subuh kala itu.
"Hmm, diterima kerja !!! " jawabku peDe banget. Yaah, selaku frictional unemployment, hal yang satu ini cukup menyita pikiran kite kite :P. Saat berlusin lamaran telah dikirimkan (hehe hiperbola banget).
"Salah!!"
"Apa donk..?"
"Aku mimpi handukku yang ilang di jemuran ketemu" roommate nyengir bandel.
"Yeee.. gak keren banget!!!"

Nah saudara saudara. Masalah jemuran adalah fenomena tersendiri di rumah kita ini, uhmm I call it muslimah apartmen :P *terdengar indah kan hehe*. Kalau di rumah lama, ada ruang tersendiri buat ngejemur baju. Selaku aktivis gerakan mencuci, menyetrika dan teman temannya, benar benar jatuh cinta deh sama rumah lama. Naaah.. kalau di rumah yang ini nih, ada 2 option buat ngejemur baju. Pertama, di depan pintu, berhubung kita rumahnya paling ujung, so gak mengganggu lalu lintas tetangga. Resikonya... siap siap aja kehilangan jemuran, hehe. Negara semakmur Singapura tnyata masih punya kolektor jemuran juga yak. Mbak dam, flatmate ku itu, pernah kehilangan bbrp baju di jemuran. Pilihan kedua, di hamparan jemuran di luar jendela dapur. nah.. yang ini nih penuh perjuangan banget, resikonya? wah gak kalah gawat. Kalau anginnya lagi semangat semangatnya baju2 bisa jatuh ke lantai bawah.

Pernah kita berdua memandang kemejaku yang nyangkut di lantai 3 dengan sedihnya, dari jendela dapur. Ah, kegiatan memasak hari itu sambil sedih sedihan deh.
"Hiks sedihnya, itu kan kemeja terbaru, coba liat, nyangkut di bawah sana"
"Wah iya, gimana ya cara ngambilnya. Kayanya dari kamarnya tetangga di bawah sana juga gak bakal bisa.
Soalnya posisinya tersembunyi un. Sudah deh.. sabar aja ya..." Roommate menghibur dan kembali beraksi di depan penggorengan.
"Lebih sedih lagi karena aku akan memandangnya setiap hari, perlahan lahan menjadi lapuk, dan rusak... Ah, tapi masih mending ya, lebih jelas kuburnya ketimbang handukmu yang entah melayang kemana.. hehehe" Menghibur diri sendiri

Begitulah kisahnya, 2 hari lamanya, setiap kali memasak, menjemur lagi, memasak lagi dan menjemur lagi, aku selalu memandang kemeja tersayang yang kesepian di pojokan sana. Cedihnyaaa...

Sampai suatu hari... LOHH?? kok ilang... bajunya kemana ya?. Aku berusaha berakomodasi sempurna, memfokuskan pandangan ke satu titik di bawah sana. Pojokan lantai tiga di depan kamar tetangga. ANd.. there is nothing there. Oh NO!!. where?? how?? why??. Tiba tiba jadi deg deg an. Jangan jangan..... Jangan jangan.... Aku secepat kilat melesat ke kamar. menyambar jilbab, baju panjang, dan... WHUuuuuuuzz tergopoh gopoh turun ke lantai dasar. Sampai lupa pake lift saudara saudara, saking semangatnya...

And then... di lantai paling bawah... I FIND IT!!! sebuah kemeja manis nan kusut masai tergeletak dengan suksesnya. Ah terharu... senangnya.... walau aku masih tak abis pikir, kok bisa??. Aku pernah membahasnya dengan roommateku tercinta, dan kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa angin yang bagaimanapun tidak akan bisa menyelamatkan nasibnya. Lalu?? mengapa? mengapa?.

Ah sudahlah, yang penting sudah kembali. Aku tersenyum simpul menaiki tangga satu demi satu *masih lupa pake lift nih ceritanya, hehe*. Senangnya.. senangnya.. roommate bakal komentar apa yah ntar ^_^. Eh wait.... langkahku terhenti tiba tiba. Bukankah tadi aku sedang memasak???. Ooo owww...



Rabu, 25 Agustus 2004

Singapura, kala hujan...

Kadang kala aku merasa apakah kisah lama yang belum selesai sempurna?. Dulu aku yakin, ada seseorang yang akan mampu menjadi garam saat aku menjadi asam dan kamu menjadi basa atau sebaliknya. Tapi hatiku terbalut kecewa saat dia (mereka) memilih untuk tidak mengatakan apa apa. Ataukah hanya padaku?. Saat itulah aku sadar (merasa) di mana seharusnya aku berdiri. Tidak sepantasnya juga aku berharap terlalu banyak. Lalu salahkah jika aku memilih untuk pergi?. 

kalau menurutmu ombak akan menjadi badai? lalu mengapa tak cegah perahu yang akan berlayar.Ah ternyata, hati serapuh kaca... 

Selasa, 24 Agustus 2004

Sabtu, 14 Agustus 2004

Sekuntum Dzikir

ya ukhty,
masihkah menghafal Qur'an ?
mencoba memindahkan ayat demi ayat ke dalam dada
agar hati dapat selalu menelusuri rangkaiannya sepenuh jiwa
bukan bibir lagi yang berucap
tapi Qolbu
bukankah membawa Qur'an di dalam hati jauh lebih indah

ya ukhty,
jangan lupa periksa selalu hafalanmu
jika melemah, cepat raba hatimu
ada noda apa di sudut sana?
jika tiada bertambah, segeralah tanya jiwamu
masihkah rindu menggigit kalbu?
jika sudah lama tiada bersentuhan dengan nya
jujurlah pada dirimu, sesibuk itukah?

Abu Musa al Asy'ari meriwayatkan sabda Rasulullah Saw. "Perumpamaan seorang mukmin yang membaca Al Qur'an seperti buah Utrujjah, baunya harum dan rasanya enak. Sedang orang mukmin yang tak suka membaca Al Qur'an bagaikan buah Tamr, tak ada baunya dan rasanya manis?." (HR. Bukhari Muslim)

//teguran buat diri sendiri.
//Buat ukhty fillah di seberang sana, semoga selalu dikasih yang terbaik, moga2 segera dapet liqo'an baru ^_^ 

Kamis, 12 Agustus 2004

hingga mimpi kukejar ENGKAU *)

//*) hingga mimpi kukejar ENGKAU <-- adalah satu baris puisinya gola gong

sungguh...
kalau memang ridho Allah saja yang kita tuju
kemanapun berjalan,
akan indah jalan itu

aku berusaha mencerna
jawabanmu yang sederhana

sebaiknya ku diam saja
sebelum segala bimbang ini
lenyap dimakan api

debatlah aku dengan cerdas!
sampai segala bimbang ini
lenyap dimakan api

masihkah yakin indahnya masih sama
jika ditapaki bersama?
jawab saja itu dulu...

sungguh... ridho Allah saja yang aku harap...
tiada lain
cukup ingat itu saja

bimbangku menderas merajam rajam
walau kutahu kecintaan kita padaNya
sama sekali tidak berbeda
benar benar tidak berbeda
sampai melangit rasa membuncah ingin memelukNya
merindu jannahNya

cukupkah bermodal itu saja?
tuk memulai transaksi dengan ar Rohman..
kutunggu jawabmu berikutnya

*singapura, saat saat terakhir, ditengah proses membingkai keikhlasan 

Minggu, 08 Agustus 2004

Buat teteh...

Untuk kesekian kalinya, kacamataku pecah lagi, 2 mingu lalu. Kali ini alasannya gak seheboh yang dulu. Dulu pernah petjah waktu latihan taekwondo, waktu lagi lompat lompat pemanasan, ternyata loncatnya ketinggian dan terlalu bersemangat, sampai copot dan jatuh ke bawah, lalu BRUKKK.. keinjak dengan suksesnya. Inalillahi.. berakhirlah riwayatnya.

Pernah juga petjah kena tangannya seorang temen yang ceritanya lagi nunjukin ke ane apa yang dimaksud dengan 'gaya pahlawan bertopeng' waktu Computer Engineering gathering di Nanyang audi. *_*. Si ibu langsung bengong dengan pasrahnya saat benda mungil tersebut kesenggol tangannya lalu PRANGG.. jatuh ke bawah berderai derai...

Saat lagi paniknya tak berkacamata, seorang teteh di negeri sakura sana, yang cukup ane kagumi dan segani *ehm* memanggil di Yahoo mesenger dan menawarkan proses pembelian kacamata baru berhubung beliau mau balik ke Indonesia beberapa saat. Saat itu entah kenapa tak terfikir tuk bertanya, "Why are you going to Indo, teteh?". Bener2 gak kepikiran, dan beliaupun tak cerita hiks.

Tiba2 kemaren malam, teman di Bandung sana mengabarkan berita pernikahan beliau. Huaaa.. kaget get, senang plus sedih, hiks gak bilang bilang. "Yeee.. Gak pernah baca bulletin board friendster ya, kan ada undangan resminya di sana" kata teman yang membawa berita super heboh tersebut. O.. oww.. pantes pantes, friendster kan cuma dibuka kalau ada pemberitahuan messages, invitation dst dst... hehe.. Buat teteh cayang, Barakallahu lakum wa baraka 'alaikum, wa jama'a bainakum fi khair. Cepat balik yak, tetap menulis dan tetap berkontribusi buat ummat. Do'akan ane menyusul secepatnya. Ceileee.. Amin. Amin. Amin.

//suatu sore, sambil packing to Jakarta...


Jumat, 06 Agustus 2004

Ups, lupa...

My favourite phrase!!!, biasanya diikuti dengan wajah memelas menyiratkan maaf. Kelemahan dari jaman dahulu kala yang susah banget ilangnya. Ada yang pernah ngasih saran, tulisin aja segala sesuatunya di organizer trus diintipin tiap hari. Akhirnya dipraktekin deh, alhamdulillah berhasil di hari hari pertama. Tapi abis itu gagal lagi, soalnya organizernya... ketinggalan >_<. Ups, lupa bawa. 

Salah satu kejadian yang lumayan bikin sedih yaitu waktu acara tarhib ramadhan di NTU, september tahun lalu. Karena acaranya terbuka, so banyak banget ummahat ummahat yang datang bersama pasukan pasukan kecilnya. Nah.. pada suatu ketika, ane kedapatan giliran jagain mereka nih. Woow, senangnya. Lucu lucu loh ^_^ . Awalnya kita kenalan2 dulu, trus bernyanyi, mendongeng, bikin lelucon dst dst. Sampailah pada suatu masa giliran nanyain mereka satu2 perihal keluarganya. Mulai deh, ketuker tuker nama namanya.Kebolak balik berkali kali. Ada yg sampe setengah teriak seperempat nangis histeris... "Nama saya Adnan.. bukan ivan, huaaa, dari tadi salah terus". Cedih deh, dimarahin anak kecil >_<

Lupa kacamata dimana, gantungan kunci, buku, HP dst dst kayanya udah makanan sehari2. Pernah juga pagi2 panik nyari2 kacamata, padahal lagi dipake tuh, trus nemu satu di meja makan, langsung deh dipake juga. Double jreng... Dan dunia pun tiba2 jadi cembung di mana mana hehehhe, soalnya kacamata yang ditemuin minusnya 2 kali lipat :P.

Pagi ini juga, dengan semangat membara, ane bangun pagi2, siap2 menuju Yishun ke tempat murid private. Selama satu jam di MRT udah kebayang bayang PR matematika yang dikasih sebelumnya. Moga2 bisa dikerjakan dengan baik oleh murid tercinta. Juga sibuk komat kamit ngapalin kosa kata bahasa melayu yang kebetulan ditanyakan oleh beliau. Soalnya muridku ini muslimah cilik dari india ^_^. So, selain bahasa inggris, beliau juga ingin fasih berbahasa melayu. Pertanyaannya keren2. Pernah bilang gini, "Teacher, what are the meaning of ahlibomba, ahlisarkas, ahligusti, takung, reput and juru tera". Anepun melongo dengan suksesnya. Nan desu ka????

Nyampe di Yishun... ternyata oh ternyata sang murid tercinta lagi ke sekolah, latihan penyambutan hari kemerdekaan Singapura tgl 9 Agustus nanti. Ups, lupa lagi. Sedihnya...

Dan siang ini ternyata ada satu amanah yang belum ane laksanakan buat sebuah acara di kampus nanti sore. baru nyadar ketika udah ditelponin. Untung masih keburu, Alhamdulillah... Tapi bbrp hari ini memang lagi kebingungan untuk mutusin sesuatu hal, keputusan yang akan mengubah masa depan.. ciyeee... Ah, alasan lagi nih, biasa deh.. pembenaran..

Ibu ibu, ada saran tak?


Rabu, 04 Agustus 2004

Kala hujan

saat hujan turun 
dia bukannya berlari ke rumah
mengambil payung

malah tengadah
memandang langit
merasai tetesan tetesannya

padahal, seharusnya dia tahu
kerudung putihnya itu
hanya mampu melindungi kepalanya
beberapa saat saja

saat inipun ia masih di sana...
mencoba sabar menempuh jalan 

Minggu, 11 Juli 2004

Andai boleh bertanya

//ini hasil migrasi blog, 7 Juli 2015. Pindahan dari unisa81.net//

dia.. pemuda yang tangguh..
dia.. mengalami hampir semua jenis cobaan
Subhanallah , dia bisa bertahan...
Apakah karena dia pemuda yang selalu
mengisi malam malam dengan munajat kepada Allah?

kamu? mau tidur sekarang?
kalo dalam mimpi bertemu pemuda itu....
sampaikan salam saya
katakan...aku ingin seperti dia ....
insya Allah..
tapi mungkin masih jauh..

kadang..
Ada orang orang yg menyentuh jiwa
dengan sarat makna yg mungkin saat ini belum benar2 kita pahami

Hidup..
berisi rangkaian2 estafet tarbiyah
yang modul2nya tidak hanya diambil dari pengalaman pribadi
tapi juga komponen2 jiwa di sekitar kita.

denyut jantung yang berbeda ini
apakah melantunkan azzam yang sama?
andai aku boleh menanyakannya

maraji:
1.HTR
2.sosok2 pemberi semangat, di sini dan di sana
terutama yg ngasih tausiyah tadi sore **yang ngerasa silakan angkat tangan**
antum benar, hati serapuh kaca kuatkan dengan iman.. perasaan selembut sutera hiasilah dengan ahlak.. satu lagi, tentang benang yang basah, yang akan dikeringkan dengan dzikrullah. insyaAllah.
Jangan bosan2 menasehatiku
jazakumullah khoiron katsir, mohon do'anya


Rabu, 09 Juni 2004

Mensketsa cinta

Semangkuk mee siam dan sepotong chicken wing bersama segelas air mineral berbaris rapi dihadapanku, siap dinikmati ^_^ . Hmm, sore yang indah. Setelah 2 kali bolak balik muhibbah-bugis junction, capek juga *yang tinggal di singapore pasti paham*. Memilih duduk dipojokan banquet nya raffles hospital, memandang senja yang perlahan merambat dan mengamati lalu lalang arus balik *balik kantor maksudnya*. Andai punya laptop, sebenernya banyak tempat2 menarik di sudut2 singapura yang mendatangkan inspirasi. Atau... aha.. ke muslim convert association aja, berbagi cerita dengan mualaf, maka tunggulah, kau akan kebingungan mengumpulkan sekian banyak hikmah berceceran, dengan nilai2 yang kualitasnya bersifat objective dan variatif buat setiap individu...

Aku mensketsa cinta, buat bunda. Ya, cuma mensketsa, karena melukisnya aku tak kan bisa. Jadi inget kata2 seorang penulis favouriteku, cobalah melukis cinta, dan kau akan kehabisan warna sebelum cinta itu selesai disketsa. Cintaku bukan cinta biasa, ah kau pasti bilang, semua orang juga punya. Biar saja, mungkin dengan menuliskannya adalah salah satu caraku mensketsa cinta buat bunda. Tangan ajaib bunda membimbingku mulai dari belajar membaca, matematika, berjalan di pematang sawah, sampai mencari kayu bakar di hutan. Mata bunda mengajarku cara bertanggung jawab terhadap diri sendiri, sehingga berbohong dan membuang2 waktu adalah kesia2an yang akan terluluh lantakkan oleh tatapan kecewa dari matanya. Bahasa tubuhnya dan guratan2 di wajahnya mencerminkan setiap tetes2 peluh dan kecapaian rutinitas yang harus digeluti sendirian, keikhlasan yang membahasakan cinta. Kecintaan yang... ah, bahkan mensketsanya pun aku tak bisa.

Jubah biru dengan sedikit tambahan warna kuning, dan topi kotak berwarna senada yang kan kupakai bulan depan, akankah bisa memberikan warna baru di hati bunda, walau sedikit?. Saat ini, mungkin baru itu yg bisa kupersembahkan.

--kala rindu menggoda--
komputer kak citra
uNi, dini hari, 9 juni 2004

Dari Abu Hurairah R.A. katanya: Datang seorang lelaki berjumpa dengan Rasulullah S.A.W. dan bertanya, "Siapakah yang lebih berhak bagiku untuk berbuat baik kepadanya?" Jawab Rasulullah: "Ibumu" ; "Kemudian siapa?" tanya lelaki itu. Jawab Rasulullah : "Ibumu"; "Kemudian siapa lagi?" tanya lelaki itu ; Jawab Rasulullah: "Ibumu.
Sesudah itu siapa lagi?" tanya lelaki itu. Jawab Rasulullah: "Ayahmu


Jumat, 04 Juni 2004

insinyur of kompyuta kogakuu

Alhamdulillah...
Thank You ALlah...
sekarang ganti status...
dari student jadi frictional unemployment ^_^...
moga2 gak lama2 ya jadi penganggurannya ...
dan moga2 cepat dapet kerjaan yang membawa barokah...
...
amin...
Allahumma amin 

Selasa, 01 Juni 2004

[Cluster 5]: Kita telah dewasa

//ini hasil migrasi blog, 7 Juli 2015. Pindahan dari unisa81.net//

Kampus megah nan futuristik di pinggir barat negara pulau itu seolah terasing dari peradaban sekitarnya. Rerimbunan pohon pohon besar di kiri kanan jalan yang memanjang membatasi antara dunia luar dan lingkungan kampus memperdalam keterasingan itu. Kalau tidak ada papan besar di bibir jalan bertuliskan nama universitas tersebut dalam empat bahasa (Inggris,melayu,cina dan india), mungkin tak akan ada yang paham bahwa di ujungnya terbentang suatu komunitas intelek dilingkupi oleh sarana prasarana yang canggih bernuansa akademis, yang sedang berpacu dengan denyut denyut kemajuan zaman.

Aku masih mengingat dengan jelas di pertengahan tahun 2000. Ketika untuk pertama kalinya di sana bertemu wajah wajah manis, ceria, yang baru keluar dari bangku SMA. Semuanya mempunyai tutur tutur kata yang halus dan sopan. Berasal dari berbagai kota di Indonesia. Dan ada satu ikatan indah membuat kita punya banyak alasan
untuk lebih sering bersama. Kita semua adalah muslimah. Muslimah, calon ibu, calon pemegang tanggung jawab sebagai madrasah pertama bagi anak anak kita kelak.

Pertemuan yang tinggi intensitas membuat kita semua begitu cepat menjadi dekat. Berada di perantauan dan menjadi muslim yang minoritas tiba tiba menimbulkan semangat berislam yang bertambah tambah. Mulai merasa malu ketika menyadari ada hal hal dasar yang belum kita ketahui tentang agama ini. Mulai merasa tertantang untuk berkenalan dan berinteraksi lebih jauh dengan syiar syiar islam.

Lalu kitapun mulai belajar perlahan lahan. Seperti bayi yang belajar merangkak. Sendirian. Tidak mengerti hendak berguru pada siapa. Cuma dengan bekal pelajaran2 agama dari SMA dan petualangan berselancar di dunia internet. Kita lah yg akan menentukan, ingin jadi lebih baik atau lebih buruk. Hari haripun dihabiskan tidak hanya untuk belajar ilmu dunia di kampus yang katanya salah satu yang terbaik yang pernah ada. Tapi juga mengejar bekal akhirat kesana kemari, kemanapun
yang mungkin dan bisa diikuti. Terbata bata mengeja ilmu agama di negeri yang tidak menjadikan agama sebagai mata pelajaran wajib dari TK sampai tingkatan SMA.

Bulan bulan berlalu cepat. Jumlah kita yang cuma belasan tidak membuat semangat kita goyah. Perlahan mengukuhkan ukhuwah yang mulai berurat berakar. Satu persatu mulai mengerti tentang arti hijab. Saat itu kemanisan berislam terasa mengalir memenuhi rongga
rongga jiwa. Dan tiba tiba masing masing kita menjadi begitu iri dengan teman teman kita yang berkesempatan menuntut ilmu di tanah air. Dimana kesempatan untuk meraup ilmu akhirat sebanyak banyaknya bisa diperoleh begitu mudah. Tiba tiba barisan barisan ukhuwah teman teman muslimah di tanah air tampak begitu hebat di
mata kita. Dan kitapun mulai menghibur diri, bahwa jumlah yang sedikit tidak melunturkan nyala semangat yang kita punya. Dan memang kita tetap (berusaha) bersemangat kesana kemari berombongan, bersama sama, mencuri curi waktu luang di sela sela kesibukan perkuliahan, untuk sekedar mengumpulkan ceceran ceceran hikmah dari orang orang di sekitar kita.

Lalu menjadi kejutan rutin setiap awal semester ada saja wajah wajah manis yang tiba tiba terbalut rapat busana muslimah. Air mata harupun mengalir menderas ketika memeluk wajah wajah yang terlihat semakin indah. Dan engkaupun makin mempesona wahai kawan. Di mata insan dan di hadapan DIA yang menggenggam setiap jiwa. Alhamdulillah arus modernisasi tidak membuat kita terlupa bahwa ada tujuan akhir yang akan kita capai kelak setelah melewati tahun tahun persinggahan di dunia. Tentu saja barisan ukhuwahlah yang membuat semua itu menjadi mungkin. Kontrol sosial berupa teguran teguran halus, pelukan yang menenangkan dan untaian untaian do'a

Aku tak akan mengatakan bahwa empat tahun berlalu cepat. Sungguh itu tidak cepat. Berbagai peristiwa telah terjalin merajut hari hari menapak usia. Rona rona kedewasaan mulai terpeta di wajah wajah manis dan ceria yang tiap hari ditemui. Tentu masih ingat bagaimana interaksi kita meniti hari hari menguntai mimpi di negeri ini. Bahwa tak sedikit konflik konflik hebat yang telah kita lewati, yang menguji kualitas pertemanan dan kedewasaan hati. Ketika masing masing kita berada ribuan mil dari orangtua dan sanak saudara, selain padaNya, tentulah kepada kawan kawan segala cerita, peluh, dan suka mengalir.

Banyak babak yang telah dilalui, hari hari berbagi cerita, suka, duka dan pelajaran-pelajaran berharga dalam hidup, telah kita lalui bersama. Kangen kangenan, curhat curhatan, diskusi diskusi seru, debat, bahkan konflik-konflik yang menguji kualitas diri, pernah kita lalui bersama, dan insyaAllah segalanya adalah bekal yang berharga untuk memasuki episode hidup yang berikutnya.
Entah itu kita masih bersama nantinya atau sudah menemukan kehidupan masing-masing. Entah di negara yang sama ataupun terpisahkan laut dan benua. Tapi insyaAllah ikatan ini tidak kan terurai, karena tautan ini, tautan kasih dan hati, dan rahmat dari Allah.

Dipertemukan di kampus tercinta ini, adalah satu skenario Allah buat kita. Dan tentunya skenario yang kita jalani saat ini akan menjadi bekal berharga nantinya, insyaAllah.

Ketika saat saat perpisahan segera menjelang, masing masing kitapun mulai merasa khawatir. Terlalu indah ukhuwah ini, terlalu manis kenangan yang telah kita ukir bersama. Bagaimana cara menjaga kekokohan hati saat tiba tiba musti berpisah.

Namun ternyata kekhawatiran itu tidak beralasan. Selalunya mengalir sms sms berisi kata kata rindu, kangen dan ingin bertemu. Pun ketika di antara kita mulai menemukan ketenangan yang berbeda beda dalam memahami islam. Sudut sudut bibir itu tetap tertarik ke atas dan mata mata itu tetap berbinar binar ketika bertemu. Akupun makin percaya bahwa kita benar benar sedang belajar dewasa.

Dan tanpa terasa, suatu malam aku ternyata sedang mendesign dua website pernikahan yang berbeda, dari beberapa orang di antara kita. Ah rupanya ada yang akan melesat lebih dulu menggenapkan bilangan dan menyempurnakan agama. Aku yakin, ikatan yang agung tersebut tidak akan melonggarkan ukhuwah yang pernah terbina. Sungguhlah benar adanya bahwa hati hati kita selama ini berkumpul hanya karenaNya.

InsyaAllah kita semua akan selalu bergandengan tangan, mengukuhkan barisan dakwah dimanapun kita berada kelak. Mungkin tidak semua teman teman akan membaca tulisanku ini. Ah tak apa. Do’a do’a yang tersimpan di dalam hati, insyaAllah lebih kuat dari semua yang tertulis. Anggap saja ini pernyataan cinta yang terlalu kaku untuk diucapkan di mulut. Semoga Allah mencintaimu kawan sebagaimana kamu mencintaiku karenaNya. Amin yaa Rabb

"Tidaklah seorang hamba mukmin berdoa untuk saudaranya dari kejauhan, melainkan malaikat berkata 'Dan bagimu seperti itu' " (HR Muslim)

"Apabila seseorang mencintai saudaranya, maka hendaklah ia mengatakan rasa cintanya kepadanya" (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi)