Rabu, 09 Juni 2004

Mensketsa cinta

Semangkuk mee siam dan sepotong chicken wing bersama segelas air mineral berbaris rapi dihadapanku, siap dinikmati ^_^ . Hmm, sore yang indah. Setelah 2 kali bolak balik muhibbah-bugis junction, capek juga *yang tinggal di singapore pasti paham*. Memilih duduk dipojokan banquet nya raffles hospital, memandang senja yang perlahan merambat dan mengamati lalu lalang arus balik *balik kantor maksudnya*. Andai punya laptop, sebenernya banyak tempat2 menarik di sudut2 singapura yang mendatangkan inspirasi. Atau... aha.. ke muslim convert association aja, berbagi cerita dengan mualaf, maka tunggulah, kau akan kebingungan mengumpulkan sekian banyak hikmah berceceran, dengan nilai2 yang kualitasnya bersifat objective dan variatif buat setiap individu...

Aku mensketsa cinta, buat bunda. Ya, cuma mensketsa, karena melukisnya aku tak kan bisa. Jadi inget kata2 seorang penulis favouriteku, cobalah melukis cinta, dan kau akan kehabisan warna sebelum cinta itu selesai disketsa. Cintaku bukan cinta biasa, ah kau pasti bilang, semua orang juga punya. Biar saja, mungkin dengan menuliskannya adalah salah satu caraku mensketsa cinta buat bunda. Tangan ajaib bunda membimbingku mulai dari belajar membaca, matematika, berjalan di pematang sawah, sampai mencari kayu bakar di hutan. Mata bunda mengajarku cara bertanggung jawab terhadap diri sendiri, sehingga berbohong dan membuang2 waktu adalah kesia2an yang akan terluluh lantakkan oleh tatapan kecewa dari matanya. Bahasa tubuhnya dan guratan2 di wajahnya mencerminkan setiap tetes2 peluh dan kecapaian rutinitas yang harus digeluti sendirian, keikhlasan yang membahasakan cinta. Kecintaan yang... ah, bahkan mensketsanya pun aku tak bisa.

Jubah biru dengan sedikit tambahan warna kuning, dan topi kotak berwarna senada yang kan kupakai bulan depan, akankah bisa memberikan warna baru di hati bunda, walau sedikit?. Saat ini, mungkin baru itu yg bisa kupersembahkan.

--kala rindu menggoda--
komputer kak citra
uNi, dini hari, 9 juni 2004

Dari Abu Hurairah R.A. katanya: Datang seorang lelaki berjumpa dengan Rasulullah S.A.W. dan bertanya, "Siapakah yang lebih berhak bagiku untuk berbuat baik kepadanya?" Jawab Rasulullah: "Ibumu" ; "Kemudian siapa?" tanya lelaki itu. Jawab Rasulullah : "Ibumu"; "Kemudian siapa lagi?" tanya lelaki itu ; Jawab Rasulullah: "Ibumu.
Sesudah itu siapa lagi?" tanya lelaki itu. Jawab Rasulullah: "Ayahmu


Jumat, 04 Juni 2004

insinyur of kompyuta kogakuu

Alhamdulillah...
Thank You ALlah...
sekarang ganti status...
dari student jadi frictional unemployment ^_^...
moga2 gak lama2 ya jadi penganggurannya ...
dan moga2 cepat dapet kerjaan yang membawa barokah...
...
amin...
Allahumma amin 

Selasa, 01 Juni 2004

[Cluster 5]: Kita telah dewasa

//ini hasil migrasi blog, 7 Juli 2015. Pindahan dari unisa81.net//

Kampus megah nan futuristik di pinggir barat negara pulau itu seolah terasing dari peradaban sekitarnya. Rerimbunan pohon pohon besar di kiri kanan jalan yang memanjang membatasi antara dunia luar dan lingkungan kampus memperdalam keterasingan itu. Kalau tidak ada papan besar di bibir jalan bertuliskan nama universitas tersebut dalam empat bahasa (Inggris,melayu,cina dan india), mungkin tak akan ada yang paham bahwa di ujungnya terbentang suatu komunitas intelek dilingkupi oleh sarana prasarana yang canggih bernuansa akademis, yang sedang berpacu dengan denyut denyut kemajuan zaman.

Aku masih mengingat dengan jelas di pertengahan tahun 2000. Ketika untuk pertama kalinya di sana bertemu wajah wajah manis, ceria, yang baru keluar dari bangku SMA. Semuanya mempunyai tutur tutur kata yang halus dan sopan. Berasal dari berbagai kota di Indonesia. Dan ada satu ikatan indah membuat kita punya banyak alasan
untuk lebih sering bersama. Kita semua adalah muslimah. Muslimah, calon ibu, calon pemegang tanggung jawab sebagai madrasah pertama bagi anak anak kita kelak.

Pertemuan yang tinggi intensitas membuat kita semua begitu cepat menjadi dekat. Berada di perantauan dan menjadi muslim yang minoritas tiba tiba menimbulkan semangat berislam yang bertambah tambah. Mulai merasa malu ketika menyadari ada hal hal dasar yang belum kita ketahui tentang agama ini. Mulai merasa tertantang untuk berkenalan dan berinteraksi lebih jauh dengan syiar syiar islam.

Lalu kitapun mulai belajar perlahan lahan. Seperti bayi yang belajar merangkak. Sendirian. Tidak mengerti hendak berguru pada siapa. Cuma dengan bekal pelajaran2 agama dari SMA dan petualangan berselancar di dunia internet. Kita lah yg akan menentukan, ingin jadi lebih baik atau lebih buruk. Hari haripun dihabiskan tidak hanya untuk belajar ilmu dunia di kampus yang katanya salah satu yang terbaik yang pernah ada. Tapi juga mengejar bekal akhirat kesana kemari, kemanapun
yang mungkin dan bisa diikuti. Terbata bata mengeja ilmu agama di negeri yang tidak menjadikan agama sebagai mata pelajaran wajib dari TK sampai tingkatan SMA.

Bulan bulan berlalu cepat. Jumlah kita yang cuma belasan tidak membuat semangat kita goyah. Perlahan mengukuhkan ukhuwah yang mulai berurat berakar. Satu persatu mulai mengerti tentang arti hijab. Saat itu kemanisan berislam terasa mengalir memenuhi rongga
rongga jiwa. Dan tiba tiba masing masing kita menjadi begitu iri dengan teman teman kita yang berkesempatan menuntut ilmu di tanah air. Dimana kesempatan untuk meraup ilmu akhirat sebanyak banyaknya bisa diperoleh begitu mudah. Tiba tiba barisan barisan ukhuwah teman teman muslimah di tanah air tampak begitu hebat di
mata kita. Dan kitapun mulai menghibur diri, bahwa jumlah yang sedikit tidak melunturkan nyala semangat yang kita punya. Dan memang kita tetap (berusaha) bersemangat kesana kemari berombongan, bersama sama, mencuri curi waktu luang di sela sela kesibukan perkuliahan, untuk sekedar mengumpulkan ceceran ceceran hikmah dari orang orang di sekitar kita.

Lalu menjadi kejutan rutin setiap awal semester ada saja wajah wajah manis yang tiba tiba terbalut rapat busana muslimah. Air mata harupun mengalir menderas ketika memeluk wajah wajah yang terlihat semakin indah. Dan engkaupun makin mempesona wahai kawan. Di mata insan dan di hadapan DIA yang menggenggam setiap jiwa. Alhamdulillah arus modernisasi tidak membuat kita terlupa bahwa ada tujuan akhir yang akan kita capai kelak setelah melewati tahun tahun persinggahan di dunia. Tentu saja barisan ukhuwahlah yang membuat semua itu menjadi mungkin. Kontrol sosial berupa teguran teguran halus, pelukan yang menenangkan dan untaian untaian do'a

Aku tak akan mengatakan bahwa empat tahun berlalu cepat. Sungguh itu tidak cepat. Berbagai peristiwa telah terjalin merajut hari hari menapak usia. Rona rona kedewasaan mulai terpeta di wajah wajah manis dan ceria yang tiap hari ditemui. Tentu masih ingat bagaimana interaksi kita meniti hari hari menguntai mimpi di negeri ini. Bahwa tak sedikit konflik konflik hebat yang telah kita lewati, yang menguji kualitas pertemanan dan kedewasaan hati. Ketika masing masing kita berada ribuan mil dari orangtua dan sanak saudara, selain padaNya, tentulah kepada kawan kawan segala cerita, peluh, dan suka mengalir.

Banyak babak yang telah dilalui, hari hari berbagi cerita, suka, duka dan pelajaran-pelajaran berharga dalam hidup, telah kita lalui bersama. Kangen kangenan, curhat curhatan, diskusi diskusi seru, debat, bahkan konflik-konflik yang menguji kualitas diri, pernah kita lalui bersama, dan insyaAllah segalanya adalah bekal yang berharga untuk memasuki episode hidup yang berikutnya.
Entah itu kita masih bersama nantinya atau sudah menemukan kehidupan masing-masing. Entah di negara yang sama ataupun terpisahkan laut dan benua. Tapi insyaAllah ikatan ini tidak kan terurai, karena tautan ini, tautan kasih dan hati, dan rahmat dari Allah.

Dipertemukan di kampus tercinta ini, adalah satu skenario Allah buat kita. Dan tentunya skenario yang kita jalani saat ini akan menjadi bekal berharga nantinya, insyaAllah.

Ketika saat saat perpisahan segera menjelang, masing masing kitapun mulai merasa khawatir. Terlalu indah ukhuwah ini, terlalu manis kenangan yang telah kita ukir bersama. Bagaimana cara menjaga kekokohan hati saat tiba tiba musti berpisah.

Namun ternyata kekhawatiran itu tidak beralasan. Selalunya mengalir sms sms berisi kata kata rindu, kangen dan ingin bertemu. Pun ketika di antara kita mulai menemukan ketenangan yang berbeda beda dalam memahami islam. Sudut sudut bibir itu tetap tertarik ke atas dan mata mata itu tetap berbinar binar ketika bertemu. Akupun makin percaya bahwa kita benar benar sedang belajar dewasa.

Dan tanpa terasa, suatu malam aku ternyata sedang mendesign dua website pernikahan yang berbeda, dari beberapa orang di antara kita. Ah rupanya ada yang akan melesat lebih dulu menggenapkan bilangan dan menyempurnakan agama. Aku yakin, ikatan yang agung tersebut tidak akan melonggarkan ukhuwah yang pernah terbina. Sungguhlah benar adanya bahwa hati hati kita selama ini berkumpul hanya karenaNya.

InsyaAllah kita semua akan selalu bergandengan tangan, mengukuhkan barisan dakwah dimanapun kita berada kelak. Mungkin tidak semua teman teman akan membaca tulisanku ini. Ah tak apa. Do’a do’a yang tersimpan di dalam hati, insyaAllah lebih kuat dari semua yang tertulis. Anggap saja ini pernyataan cinta yang terlalu kaku untuk diucapkan di mulut. Semoga Allah mencintaimu kawan sebagaimana kamu mencintaiku karenaNya. Amin yaa Rabb

"Tidaklah seorang hamba mukmin berdoa untuk saudaranya dari kejauhan, melainkan malaikat berkata 'Dan bagimu seperti itu' " (HR Muslim)

"Apabila seseorang mencintai saudaranya, maka hendaklah ia mengatakan rasa cintanya kepadanya" (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi)