Sabtu, 24 Desember 2005

[Cluster 14] De Javu

Desember 2005



 Malam merayap menjemput hari. Tak ada sinar bulan keperakan memantul mantul di Singapore river seperti di cerita2 fiksi. Yang ada hanyalah lampu lampu kota menyala benderang dengan angkuh. Terkesan bangga akan cantiknya yang semu. Seakan lupa bahwa sinar bulan tetap tak terkalahkan. Cantiknya alami. Walau tak terlihat namun semua tahu bahwa ia ada. Walau tak mencolok namun semua tahu bahwa indahnya abadi. Menawan. Carilah sinarnya di desa bukan di kota ini. Lalu kesederhaan yang memukau itu akan memenjarakan hatimu untuk betah berlama lama membersamainya

 [it's not about the money] 
5,5 tahun belakangan ini dia selalu kesini kala perasaan hati tidak normal. Tempat yang indah, mengingatkan pada kampung halaman yang dikelilingi sungai-sungai besar dengan lebar puluhan meter. Mesjid Mohd Ali terletak under ground, di bawah gedung-gedung perkantoran, hanya beberapa meter dari pinggir sungai. Malam merayap, sebentar lagi mungkin Isya. Bangku bangku di pinggir sungai dipenuhi manusia. Ada yang kelelahan abis jogging, ada yang sekadar berkumpul-kumpul, kebanyakan sedang jepret sana sini. Nun di sebelah kiri berjejer tenda-tenda menaungi sepanjang pinggirian sungai sampai ke ujung jalan. Itulah Boat Quay, salah satu tempat tujuan wisata turis-turis. Disebut Clarke Quay juga. 

Awalnya dia bingung bedanya apa?. Ternyata tempatnya sama. Cuma yang satu adalah di North part of Singapore River. Satunya lagi di South part of Singapore river. Sungai Singapura bersih dan dipenuhi kelap kelip kapal yang membawa pelancong mengarunginya dari ujung ke ujung. Di sebelah kanan Fullerton Hotel berdiri gagah dan mewah. Seperti istana mungil. Disekelilingnya gedung-gedung pencakar langit menjulang angkuh Sesekali kilatan kamera turis-turis dari perahu memantul di keremangan. Mengabadikan kemegahan di pinggir sungai. Kepalanya berdenyar-denyar. Setiap masalah adalah pijakan bagi kita untuk melompat lebih tinggi lagi memang. Yang dia takutkan hanyalah jika sampai lupa bersyukur. Dia memang musti meninggalkan negeri ini segera. Suasananya tak lagi baik untuk ruhiyah. Newton menemukan teory relativitas, tapi seharusnya dia juga menemukan teori sensitivitas. Kadang begitu lelah ketika satu-persatu sekelilingnya mulai menuntut jawaban. Jiwanya tak lagi ada di sini. Orang-orang bilang kalau mau kaya tetaplah disini, but tak semua orang paham bahwa, it's not about the money 


09.00 pm, Tepi sungai, Singapura [Kamu meninggalkanku-1]
Lama-lama perempuan itu sadar, tak mungkin untuk menyenangkan semua orang dan melelahkan untuk meyakinkan semua orang. Lama-lama perempuan itu sadar tidak perlu untuk melakukan itu semua. Dan akhirnya memutuskan bahwa senyuman adalah jawaban paling cukup. Singkat, padat dan sakral. Lagipula, kepala tak mampu menampung banyak hal dalam bersamaan.Teringat sahabat yang lagi di Jakarta bulan ini melengkapkan separuh agamanya. Wah kangen berat. Beliau yang begitu menyejukkan dengan segudang positive thinking dan nasihat2 bijaknya. Dengannya kadang ada hal-hal yang sama-sama manis jika dibiarkan tak terbahas. Dengannya mudah saling memahami bahwa keidealan yang kadang dituntut dan dibentuk oleh suatu golongan tak bisa dipaksakan untuk setiap orang, kembali karena latar belakang, kisah hidup dan keberuntungan setiap orang berbeda-beda. Apalagi mengatakan suatu prinsip yang kemudian malah disalahi sendiri prakteknya. Dengannya tak semua cerita musti mengalir karena kadang ada saatnya bagi jiwa untuk merenung, berfikir dan butuh waktu sendiri. 

Dengannya teori sensitivitas membalur erat dan rapat. Maka sungguh nyaman ketika ada hal-hal tertentu yang tidak saling dibicarakan. Persahabatan yang dihiasi husnuzhon dan penjagaan atas cerita satu sama lain. "Kamu tega meninggalkanku" kata perempuan itu ketika menyadari bahwa setelah menikah tentunya sahabatnya akan ikut sang pangeran ke negeri tulip. "Bukannya kamu yang meninggalkanku", jawab sobatnya kalem "Kamu duluan menetap di Jakarta, bukan aku". Ah ya benar juga. Mungkin kita saling meninggalkan. 

09.00 pm, Tepi sungai, Singapura [Kamu meninggalkanku-2] 
 Huff mana pernah perempuan itu menyangka kalau suatu saat mereka akan terpisah demikian jauh ya? Dengannya masa-masa belajar semasa kuliah terasa begitu menyenangkan. Dan pasti dijamin jatah 500 sms gratis sebulan bakal ga cukup jika sudah sibuk sms-an dengannya. Ah ya, bukan sahabatnya yang meninggalkannya, tapi tepatnya mereka saling meninggalkan. Ia berharap mereka masih akan tetap saling mendoakan ketika saling mengingat satu sama lain.

09.00 pm, Al Falah Mosque [the song that I sing]
Malam memeluk hari, seharusnya sudah Isya dari tadi. Perempuan itu beranjak perlahan. Ah ya, dia sudah memutuskan sesuatu dan setiap keputusan punya aturan main sendiri. The Art of choosing. Seperti hidup yang terus berjalan maka tak ada alasan untuk menyerah kalah dan berhenti. Akan berpisah juga dengan sahabat-sahabat lama. Akan berpisah dengan negeri yang menawarkan begitu banyak kenyamanan. Akan berpisah dengan kemapanan. Maka adalah sebuah tantangan untuk merambah dunia yang benar-benar baru sendirian. Melangkah sendiri adalah suatu keniscayaan dan bukankah dari dulupun demikian. Jadi seharusnya tak ada alasan untuk gentar Baginya ini keputusan berat, namunà cerita perempuan ini akan terus berlanjut...

  /Rupanya begitu banyak yg telah terjadi dalam 2 tahun ini *kangen spore river

Jumat, 23 Desember 2005

[Cluster 10]: Perempuan dan sepotong perpisahan

//ini hasil migrasi blog, 7 Juli 2015. Pindahan dari unisa81.net//

Prolog: puisi dari FLP

Entah hari yang keberapa saat ia termenung menatap pelangi sehabis hujan tadi sore
Bau kayu yang basah menyelusup dalam rongga hidungnya,
Pun tanah yang tak lagi menyisakan retak
Dan semilir angin segar mengelus wajah manis ditepian jendela, lembut

Lalu pada kedua tangannya ia menggenggam sepucuk surat kumal bergaris pinggir merah
Ada hela napas yang terdengar berat ketika pelangi mulai samar terlihat
Akhirnya, berembun juga kabut yang sedari tadi bergayut manja dikelopak matanya

Tertunduk, menatap haru pada lembaran kertas surat bergaris pinggir merah yang bertuliskan
: kebersamaan kita adalah hal terindah dalam hidupku,
lalu berhakkah kita salahkan takdir
bila kebersamaan itu tak lagi memihak kita?


--------- end puisi------

Well,

Ini hari-hari terakhir di Singapura, dan aku merasa kehilangan bakat untuk merangkai kalimat-kalimat tak langsung, puitis, berkias dan melankolis. Kali ini ingin bercerita apa-apa yang terasa tanpa perlu mencari kalimat kiasan dan bahasa yang indah. Ingin menulis selancar aliran air di sungai-sungai di kampungku, secepat ibu ketika mengaduk bumbu-bumbu masakan menjadi rendang yang enak. Ingin meresapi ketukan jari-jari di keyboard dengan sepenuh jiwa seperti ketika aku mendengar musik tari piring lalu meneguhkan dua piring di dua tangan, memejamkan mata dan berkonsentrasi menari mengikuti alunannya (sekarang cuma berani nari di depan akhwat). Mempertahankan keharmonisan, kecepatan dan ketepatan gerakan agar piring-piring tidak jatuh lalu pecah. Bukan hal yang mudah, namun begitu indah. Diriku begitu menikmatinya, menikmatinya dengan sempurna. Dan itulah yang ingin dirasakan saat ini. Menikmati Singapura sampai detail-detail terindahnya.

Bingkisan-bingkisan kasih

Sebuah bingkisan manis berwarna merah jambu. Bingikisan pengikat jiwa. Syukran alal hadiah al jamilah ya ummi Nida, ummi Zahra, ummi wafa and ummi Aisyah. Jazakumullah khairan katsiran. Arigatou banged deh. Cakep!!! Mohon do'anya supaya tetap teguh dan istiqomah di tempat yang baru.

Dan, ah masih banyak lagi. Sebuah kotak mungil dari adik mungil di NTU sana, eits jangan salah, mungil-mungil gitu mahasiswi Phd loh. Kebanting deh unina. Beserta sebuah puisi manis tentang.. ehm, seorang perempuan.

Berbicara tentang bingkisan, sungguh rasanya syukur tak terkira kepadaNya. Aku dianugerahi lingkungan yang manis dalam menjaga dan mengekspresikan ukhuwah. Dari dulu sampai sekarang tak terhitung banyaknya paket-paket mungil bersampul ukhuwah dan berbalut sayang yang dikirimkan lewat hati-hati yang tentunya senantiasa berkumpul karena Allah semata. Ada adik lucu yang hobinya membelikan hadiah tanpa pandang harga dan situasi, bahkan pernah menyeretku ke Paya lebar untuk memaksaku memilihkan sebuah gamis untuknya, pilihanku jatuh pada gamis manis hijau lumut dan jilbab senada, yang ternyata untukku.

Ada gadih minang nan elok budi yang pernah menghadiahi buku resep masakan nusantara (Ondeh uni, barajalah mamasak lai). Belum lagi perhatian, kasih sayang dan kepeduliannya yang tentunya tak bisa diukur dengan materi. Selalu siap, selalu ada bahkan ketika aku berada di puncak keegoisan dalam menapaki hari-hari. Ada juga another gadih minang sarjana teknik sipil NTU, yang kerap mengirimi bingkisan mungil atau sekedar menunjukkan wajah cerah seperti taman bunga. Bahkan tanpa diduga-duga mengisi pulsa telefonku di saat-saat sekarat, saat saldo ditabungan tinggal beberapa puluh dolar. Atau uni-ku di bukit batok sana yang nampaknya tak kenal lelah setiap kali aku datang dengan segudang perasaan, persoalan dan kepenatan. Selalu tersenyum, selalu mendoakan dan selalu sabar. Ondeh, di rantau iko ruponyo urang sakampuang lah manjadi sanak se sadonyo… Alhamdulillah. Denai simpan rindu nan jo taragak, semoga awak basuo baliak nantinyo dalam kondisi iman yang labiah baik yo ummi Zahra.... Amin…

Ah siapa lagi yang musti kusebut? Begitu banyak nama dan peristiwa berkejaran di kepala. Ada sajadah merah, indah luar biasa di hari saat usia berkurang. Dari dua sosok yang selalu menolak disebut romantis. Padahal yang satu adalah adik manis yang suatu hari langsung meluncur ke Raffles place begitu tahu aku sedang 'memikirkan' sesuatu yang 'berat'. Sosok yang dibalik diamnya selalu berusaha memikirkan yang terbaik untuk keluarganya, teman-temannya dan sekitarnya. Sedang yang satunya lagi adalah seorang akhwat yang pernah berkutat 4 hari di kamar dan tidak pergi kuliah, untuk menemani aku yang sedang sakit dan tidak bisa bangun. Seorang akhwat yang baru kukenal namun darinya aku banyak belajar tentang pengertian, kesabaran, ketulusan dan kedewasaan dibalik keceriaan yang dia tebarkan. Seorang akhwat yang baru kukenal namun punya kepribadian yang begitu kokoh, ibadah yang bagus, luar biasa cerdas dan punya wawasan yang luas.

Suatu malam di bulan april aku terluka parah dan merasa remuk redam. Aku memberitahunya. Beliau yang seharusnya bolos kajian Sirah nabawiyah untuk mengejar tesis, malah memaksakan diri datang menempuh 1,5 jam perjalanan dari kampus untuk menemaniku yang malam itu begitu tidak focus dengan penjelasan ustadz tentang peristiwa2 uhud. Kedewasaannya membawaku pada suasana diam sepanjang jalan membiarkan hati sembuh sendiri. Lalu dengan bijaknya malam itu dia tidak langsung mengajakku pulang namun malah membawa ke sebuah taman lalu kita duduk di sebuah bangku memandang langit malam. Dia diam, akupun diam, namun lama-lama tangispun pecah dan dia tetap diam sama sekali tidak menghibur. Membiarkan aku meredakan sesak yang merajam-rajam sambil sesekali mengusap punggung atau memeluk. Saat hujanku luruh menjadi gerimis, dia yang ibadahnya berkali-kali lipat jauh lebih sempurna ini berkata lirih sambil tersenyum bijak:

"Sudah reda tangisnya? Coba lihat ke atas sana. Di langit sana?" akupun mengikuti arah tunjuknya. Lalu dia meneruskan:
"Di langit itu ada bintangnya Reni, bintang yang sangat indah dan terang. Dan bintang itu milikmu. Sekarang mungkin tidak kelihatan dan langitnya sunggguh gelap. Namun yakinlah, lihat saja terus ke langit itu, lihat saja terus dan terus. Suatu saat dia pasti muncul karena saat ini mungkin sedang tertutup awan" Dia tersenyum, lalu diam kembali dan tidak mengatakan apa sampai akhirnya kami pulang menjelang tengah malam.

Ya, itulah dia. Seorang yang dengannya aku merasa menemukan sparing partner, teman diskusi terbaik, merasa tertantang untuk bertambah pintar, dan merasa terlengkapi dalam jalur-jalur pembahasan yang berat. Seseorang yang membuatku sedih karena entah kenapa kesibukan membuat kita menjadi jauh, jarang bersua dan jarang berbicara.

Suatu sore di tepian Raffles, ketika bibirku benar-benar terkunci namun hati benar-benar rindu padanya, rindu berdiskusi seperti dulu, aku menanyakan kabar akhwat itu lewat seorang ukhty fillah. Bagaimana kabar terakhirnya, apakah dia lagi bermasalah, bagaimana keadaan dunianya, materinya, hatinya, ibadahnya dst dst. Ukhty fillah tersebut berbicara padaku dengan suara yang lirih..
"Hanya keadaan yang membuat kalian tiba-tiba kehilangan banyak kesempatan untuk banyak-banyak berdiskusi lagi. Setelah pembicaraan yang panjang dengannya, aku tahu dan aku yakin bahwa kalian berdua, demi Allah… saling mencintai, saling menyayangi dan saling peduli. Dia selalu menanyakan kabarmu, setiap hari dan aku tahu engkaupun begitu. Demi Allah kalian saling menyayangi dan kalian berdua adalah sosok yang akan sangat kuat jika digabungkan. Menghasilkan energi yang besar ketika pemikiran dan ide-ide disatukan. Percayalah, hanya keadaan yang membuat kesempatan itu terasa hilang. Demi Allah, kalian saling mencintai. Kalian benar-benar saling mencintai"
Dan air mataku menderas seperti hujan. Hatiku gerimis namun ada lega yang menghasilkan pelangi.

Begitu banyak nama yang begitu susah kueja satu persatu untuk mengingat segala kebaikan-kebaikan mereka. Mencari teman di kala senang adalah hal yang gampang, namun menemukan teman di kala susah tidaklah mudah. Dan aku benar-benar pernah berada di titik terendah dalam kelemahan diri, kelemahan hati dan kemiskinan materi. Dan mereka, tak pernah pergi. Begitu banyak nama yang begitu susah kueja satu persatu untuk mengingat betapa pada banyak kesempatan tentunya aku telah menorehkan banyak salah dan alpa. Maafkan, maafkan… jika sering terlalu egois diri sehingga terlupa mengatakan 'apa kabar cinta' saat sebenarnya kau ingin ditanya. Khusus untuk phepi, dinciw, ratih dan neng Lia, teman-teman serumah, sehati, sejiwa di muslimats apartemen, maafkan jika tiba-tiba aku mengeluarkan jurus ngambek yang dahsyat. Atau maafkanlah jika di atas jam 12 malam tiba-tiba menjadi manja ga karuan, minta ditemenin tidur, merajuk, minta ini-itu atau suka ribut tak tentu arah.

Begitu banyak nama yang begitu susah kueja satu persatu untuk mengingat segala kebaikan-kebaikan mereka. Duhai kawan, jika namamu tak tersebut secara tersurat ataupun tersirat dalam tulisan kali ini bukan karena aku lupa pada engkau sekalian. Justru saat ini aku sedang memandang foto-foto pertama kita di tahun awal di NTU. Mengingat-ingat segala pembelajaran jiwa yang kita alami bersama-sama. Aku tumbuh bersama engkau wahai saudari-saudari terkasih. Saudari-saudari yang terasa begitu erat ikatannya dalam aliran darah. Karena, ikatan ini lebih dari ikatan darah yaitu pautan hati karena rahmat dari Allah. Duhai kawan, jika namamu tak tersebut secara tersurat ataupun tersirat dalam tulisan kali ini bukan karena aku lupa pada engkau sekalian. Justru karena tangan ini semakin bergetar dan airmata menderas, sehingga aku memilih untuk tidak meneruskannya. Memilih untuk tidak melanjutkannya dalam untaian kata. Seandainya bisa berangkat ke Jakarta tengah malam ingin rasanya hati, biar tidak usah melihat wajah-wajah terkasih kala perpisahan.

Gerimis hatiku ketika acara perpisahan, farewel dinner dengan teman2 seteam di kantor atau lunch dinner dengan teman-teman kantor berkebangsaan Indonesia, tak ada apa-apanya dibanding sedihku berpisah dengan dikau semua. Membayangkan bahwa keterbatasan materi membuatku tidak akan segampang dulu lagi mengirimkan sms ini itu ketika tiba-tiba mendapat inspirasi kalimat-kalimat yang indah atau bertemu nasehat-nasehat yang memikat hati. Dan tidak bisa tiba-tiba mengangkat telpon lalu saling berbicara berjam-jam lamanya. Namun kalian kuletakkan di dalam hati, tidak di pelupuk mata. Jadi walau sudah tak tampak lagi secara fisik, insyaAllah kekal adanya dalam ruang-ruang hati.

Tak hanya muslim saja

Satu bab di Ayat-ayat cintanya Kang Abik memberiku pencerahan yang indah tentang pengaturan hubungan dan sikap kita yang semestinya terhadap non-muslim. Subhanallah, andai semua non-muslim di dunia mengetahui bahwa ada aturan yang manis dan perlindungan yang indah dalam hubungan terhadap non-muslim dibawah islam yang bercahaya. Sampai sekarang juga : Kingdom of Heaven" yang mengisahkan keharmonisan King Baldwin dan Salahuddin al Ayubi dalam batas toleransinya yang mempesona, begitu terukir di hati. Islam sungguh indah! Terutama bagi yang makin memahaminya. Maka aku tak heran lagi jika menjumpai banyak teman-teman non muslim yang kadang lebih islami dari kita yang muslim. Dalam hal kebersihan, kedisiplinan, menghargai, membantu dst dst.

Beberapa jam yang lalu aku meninggalkan computer untuk bertemu ummu Iffah di Somerset MRT. Beberapa saat kita berbincang tentang hidup, kehidupan, paradigma, ketabahan, perjuangan dan nasehat-nasehat. Keakraban yang baru saja terjalin (makasih ya mbak atas sokongan ketegaran jiwa dengan celetukan-celetukan ringan dan segar yang tanpa mbak sadari justru sering membuatku tegar berlipat-lipat). Ketika kembali ke kantor aku mendapati sebuah ucapan singkat di kertas notes berlabel kantor ini:
Reni,
Good Luck!!
All the best in your dream work!



Saat kucari kemana orangnya ternyata sudah pergi ada briefing sampai malam. Dan subhanallah aku menangis. College yang ini (sejatinya baru berumur 27 tahun) adalah yang paling sabar membimbing masa-masa sulit di awal-awal ketika baru masuk kantor. Dia menempati tempat yang istimewa dalam segi penghormatan, respek dan rasa seganku. Segan atas kebaikan dan bimbingannya. Hormat atas perlakuannya yang sopan dan terjaga. Suatu hari dia memberi penjelasan panjang lebar ketika aku begitu bingung dengan macam-macam kejutan di kantor. Penjelasan yang menenangkan.

Dia memang buddy-ku, ditugaskan untuk membimbingku. Namun dia tidak sekedar membimbing secara teknis, tapi juga mampu menggali potensi-potensi dalam diriku dan membuatku terus merasa nyaman, percaya diri dan merasa begitu dihargai. Saat menyadari bahwa aku akan meninggalkan kantor ini, dia yang pertama kuberitahu dan dia berkali-kali datang menanyakan kabar, mengucapkan selamat, menanyakan detail dst dst dalam batas-batas yang terjaga. Bahkan penghormatannya padaku sebagai seorang muslimah kadang mencengangkan, tentang toleransinya terhadap waktu sholat dan sisi-sisi sensitive peribadatan lainnya. Dan berikut adalah kalimat balasannya ketika aku mengucapkan terimakasih yang tulus atas segala bantuannya:
"I am just glad that I have manage to help you in any ways. I am happy for you that you found your dreamjob =), workhard Reni!!! And who knows we may work together again"

Dan tahu apa reaksiku. Kembali air mata menderas. Ups moga-moga aku hati tidak mengaguminya melebihi batas yang dibolehkan, (Astagfirullah al adzim, Istih!! Gimana nih!!). Gawat juga nih, coba kalau yang seperti itu muslim, waduh hati ini bisa ketar ketir. Aku gak kebayang teman-teman akhwat yang bekerja di Indonesia dengan teman-teman muslim dimana-mana. Hebat!!! Aku mulai kurang yakin dengan diriku jika bekerja di Jakarta ntar. Duh, kayaknya aku musti cepat-cepat nikah nih (hehehe nyari-nyari alasan)

Subhanallah nampaknya sisi-sisi melankolisku lagi mendominasi. Padahal tadi malam ketika membahas habis-habisan dengan mb Phepi, roommate, tentang 4 sifat manusia (sampai setengah 4 pagi!!!) aku meledek dia habis2an diatas sifat melankolisnya yang gedubraks-gedubraks. Tapi ternyata, aku...

Saat perpisahan tiba

Sudah hampir pukul 4 sore. Dua jam lagi aku harus mendelete semua file pribadi di computer, mematikannya dan melenggang meninggalkan kantor ini untuk yang terakhir kalinya. Dan, ah ya mendekati Istih!! Mengembalikan buku "Diary Pengantin" yang kemaren dipaksa dipinjamkan dan musti tamat dalam sehari (Moga2 ga ada maksud-maksud terselubung heheh).

Itulah hal terberat yang harus aku lakukan sore ini. Berjalan ke meja Istih, mengembalikan bukunya. Ya Allah, apa yang harus aku katakan. Kepada beliau yang seakan ditakdirkan untuk bersama-sama terus dari tingkat 1, belajar, di kampus, mengenal dakwah, belajar dewasa bersama, merasakan jatuh bangun persahabatan, pahit manis ukhuwah, tangis, suka, duka, bahkan setelah lulus kantorpun sama, selantai. Masa-masa perkuliahan seakan baru kemaren. Saat kita kabur ke rumah makan Padang sehabis tugas robotic serasa kemaren. Saat mendesign website nikahnya, mendengarkan cerita-ceritanya, saat gembira ketika dia juga diterima di kantor ini. Makan siang bareng, ke mesjid bareng, menggosip di sela-sela waktu kantor, pulang bareng, bahkan menemaninya saat-saat hamil mudanya ketika sang suami musti jauh di rantau demi sebuah tugas. Saat berdiskusi tentang konsep-konsep dakwah, ukhuwah, persahabatan, kepedulian, bahkan tentang rumah tangga! Lima setengah tahun, benar-benar bukan masa yang singkat.

Tadi pagi dia menyodorkan dua foto. Foto 5,5 tahun yang lalu, ada belasan wajah di sana. "Coba liat kamu tingkat 1. Jeleeeek dan cemberut, serem!" katanya singkat. Aku tersenyum simpul. TENTU SAJA!. Kalianlah yang telah mengubahku wahai sahabat. Kelembutan kalianlah yang perlahan menorehkan tinta-tinta manis dalam persepsiku memandang dunia. Dalam 5,5 tahun terakhir aku lebih banyak tersenyum, ceria, tertawa, lebih husnuzhon, walau mungkin dibanding antunna semua tetaplah aku yang paling galak dan super plin-lan (hehe, tapi tayank dunk yaaa). Antunna semua yang membuat aku (merasa) diriku lebih berarti, diperlukan, dan memerlukan (dasar deh, sanguinis sejati !!!). Dan dari engkau semua aku belajar tentang kehangatan dan bahwa hidup ternyata begitu indah ketika kita saling sayang. Dari antunna semua aku merasakan bahwa level ukhuwah yang engkau tawarkan tak lagi pada level Salamatus sadr, tapi sudah pada level Itsar. Subhanallah, Allahu akbar. Betapa indah karuniaNya.

Lalu apa yang akan kukatakan pada ibu hamil itu 2 jam lagi? Pada dia yang begitu banyak berjasa menentramkan batin ketika diri berada dalam keadaan terlemah baik lahir, batin bahkan materi! Pada dia yang di jaman kuliah adalah orang pertama tempat berbagi catatan, pelajaran, sekolah, kuliah, ilmu-ilmu agama sampai bahasa arab. Pada dia yang mengaku tidak bisa romantis namun menunjukkan cinta dengan cara yang berbeda. Pada dia yang setiap pagi kutemui sebelum memulai pekerjaan sekedar melayangkan senyum dan melambaikan tangan. 5,5 tahun bukan masa yang singkat bagi kita untuk saling mengenal dan jika aku disuruh menyebutkan nama siapa yang paling tahu diriku dan segala keburukan-keburukannya yang dahsyat dan banyak banget, tentu namamu yang akan aku sebut. Apa yang harus kukatakan? Aku takut air mata ini menderas lagi sebelum kalimatku abis. Gengsiku yang tinggi membuatku tak ingin terlihat cengeng. Dan karena itu jugalah aku melarang beberapa orang yang begitu berarti bagiku untuk mengantar ke bandara. Aku takut menghadirkan hujan di depan mereka. Gengsi dan malu.

Apa yang harus kukatakan? Oh mungkin ini: "Istih, aku besok siang terbang ya. Ini bukunya. Diary pengantin. Aku dah baca loh, bagus deh =) Moga-moga kamu belajar banyak hal dari buku ini dan aku juga. Udah 6 bulan nih si dedek, jaga kesehatan yah, jangan pulang malam-malam. Kirim-kirim email ya ke email yang di Gmail. Kalau ponakanku dah lahir unina musti dikabarin yah. Maafkan atas kesalahanku yang tentunya sudah tak terhitung banyaknya selama 5,5 tahun ini. Maafkan atas segala keegosian yang tentunya demikian bertumpuk-tumpuk dari hari pertama engkau mengenalku. Maafkanlah aku. Semoga Allah selalu mengukuhkan iman di hati-hati kita. Karena iman adalah nikmat terpenting yang kita punya. Semoga iman yang setipis kulit bawang ini senantiasa terpelihara dan bertambah kokoh. Dan ukhuwah ini akan menjadi salah satu kenangan yang paling indah untuk kita kelak, untuk anak cucu kita dan penerus-penerus kita. Semoga catatan sejarah persahabatan kita semua bukan sekadar mencari keindahan dunia, tapi ditujukan untuk mencapai surga. Dan kita akan semakin tertata saat kita tidak jemu memaknai bahwa setiap tempat adalah tempat belajar dan setiap waktu adalah kesempatan untuk berbenah diri"

Selamat tinggal sahabat-sahabat terkasih. Apalah artinya jarak fisik untuk hati-hati yang saling mencintai karena Allah. Kenangku di dalam do'amu. Maafkan dan do'akan aku setiap kali kita saling mengingat. Demi Allah, jika saat ini air mata ini mengalir deras, insyaAllah bukan karena aku menangisi perpisahan. Tapi justru air mata syukur atas keindahan persaudaraan.

Lalu alunan Emilia tiba-tiba saja melesat dikepala ketika aku memutuskan untuk menghentikan tulisan ini:
But I do do will
But I do do feel
Miss you much…
Miss… you much



uNi: Istiiii... aku mau boneka iniii.. beliiiin..
istih: ih, kamu ini.. udah mau punya ponakan juga



Malam terakhir dengan teman serumah

Di rumah ini kita berlima saling mengenal
bercanda..
tertawa...
memutuskan saling cinta...
saling sayang...
dan belajar dewasa bersama....

Dan aku akan selalu rindu....
menyontek syair arab....

Sahabat, apakah engkau melihat bulan sabit yang bersinar itu?
Sungguh engkau tempat dan cahaya yang tinggi
Sahabat, pernahkah kau berjalan-jalan diantara taman-taman?
Sungguh engkau lebih indah dari burung-burung


Uhibbukum Fillah...




Komentar


ichal :: [E-Mail] [Web] Hai uni, jumpa lagi ya... aku dah pindah blog sekarang...


dany wicaksono :: [E-Mail] [Web] Tumben Ukh, ada photo di blog ini :)


dany wicaksono :: [E-Mail] [Web] jadi agak ngga nyaman baca blognya, soalnya sambil nunduk2 nih :)


uNi :: [E-Mail dear tmn2 di Singapura, daku ganti nomor ke XL, nomornya tanya ke tmn2 di plet 664D ya =). makasih... maap ga di sms in satuh2


yumni :: [E-Mail] [Web] teristimewa untuk Mu

teruntuk insan-insan yang kusayang
ada yang ku cinta kerana senyum nya
ada yang ku jatuh cinta pandang pertama
juga ada yang setelah mengenal jiwa raga
berguling-guling hatiku menahan rasa

teristimewa untuk insan-insan yang ku kasih
ada yang ku kasih kerana kasihnya pada Tuhan
mengetuk-ngetuk pintu hatiku dengan bait-bait agung
melihat mereka taqwaku jadi malu
imanku terserlah kurus
berbanding dengan kemantapan cinta di hati mereka
asyik dengan kalimah ALLAH itu sempurna
maka apa perlunya cinta selainNya?

teristimewa untuk Allah
Kekasih sesiapa yang menjadikan Dia Kekasih
merindui secara batin akan WajahNya
merangkak ke syurga kerana di situ Dia ada
sanggup ke neraka jika di situlah Dia
cinta si Rabiatul Adawiyah menekan jiwa
merasa ni'mat solat sunnah hanya kerana Dia
asyik dengan halawatul iman setelah sabar menanggung ujian
setelah air mata taubat mengalir deras tak mahu henti
hidup di dunia seperti mati kerana jiwa sudah ke sana
melayang-layang mengetuk-ngetuk pintu-pinti rahmat ALLAH
pohon simpati meminta sedekah, cinta,perhatian dari Al Quddus

Oh Tuhan! terlalu banyak ni'mat yang perlu ku syukuri
terlalu banyak titik hitam yang perlu ku suci
terlalu jauh penat lelah ranjau istiqamah
tapi aku terlalu ingin melihat WajahMu
lalu bangun menyempurnakan Taubatku
lalu menerangkan indahnya KashMu
pada insan lain dan juga diri sendiri
kami semua rindu padaMu!!!

oleh sakinah utk adeq tersayang

Minggu, 18 Desember 2005

[Cluster 7]: [revised] Bukan cinta benalu

//ini hasil migrasi blog, 7 Juli 2015. Pindahan dari unisa81.net//

Ada sosok-sosok dengan jiwa-jiwa yang mengagumkan bertebaran di sekeliling saya. Sosok-sosok yang tidak hanya hadir ketika matahari kehidupan bersinar cerah. Namun mereka juga hadir ketika langit hitam dan awan retak retak. Menawarkan kehangatan, menenangkan, menangis bersama, sekadar mendengarkan dengan sabar berjam-jam atau melesat bagai anak panah menembus jarak-jarak yang jauh ketika saya dirundung duka lalu menyodorkan bahunya sehingga kesedihan bisa menjelma seketika menjadi senyuman. Senyuman yang begitu indahnya.

Di depan mereka saya kadang-kadang merasa begitu minder. Merasa kalah dan tertinggal jauh dalam fastabiqul khairat. Dalam hal ini cukuplah goresan saya membicarakan tentang kualitas muamalah di luar konteks peribadatan kepadaNya. Walau saya percaya untuk soal yang inipun saya jauh tertinggal di belakang mereka.

Banyak hal-hal kecil yang mereka lakukan tampak biasa-biasa saja, namun terasa begitu menyentuh jiwa. Misalnya selalu ada saja yang ingat dan mengirimkan do’a ketika saya sedang mempersiapkan diri untuk hal-hal kecil yang wajar saja adanya, seperti ketika bersiap menghadapi ujian di kampus, ada benda-benda yang rusak, hari pertama masuk kerja bahkan tentang perkembangan urusan-urusan kecil yang sedang ditangani. Maka email-email, telpon dan SMS-SMS dari mereka tak pernah berhenti mengalir walau saya tak pernah merasa mampu membalas kepedulian mereka walau ingin sekali berusaha sekuat tenaga.

Kadang ketika bertemu wajah-wajah tulus itu ingin sekali hati berkata, wahai saudara-saudariku, maafkan kalau selama ini sering terlalu apatis dan tidak peduli walau sudah berusaha setengah mati. Maafkan jika terlupa hari ujianmu, lupa hari interviewmu, lupa hari-hari pentingmu atau tidak menanyakan "Apa kabar, cinta?" saat sebenarnya kau ingin ditanya. Maafkan aku. Sungguh, aku mengharap kita akan terus bergandengan tangan selamanya.

Padahal kejelian kita memanfaatkan hal-hal kecil dalam memberikan perhatian telah terbukti sebagai resep yang istimewa untuk merekatkan ukhuwah dan keberhasilan dakwah.
 Adalah Imam Hasan Al Banna yang tidak pernah melupakan nama ikhwan-ikhwan yang pernah ia temui. Tidak hanya nama juga informasi-informasi lainnya sehingga sang ikhwan yang ditemui lagi suatu masa di kemudian hari begitu tersentuh oleh hal tersebut. Adalah Rasulullah sendiri yang begitu cerdasnya menyentuh hati Adas -seorang Nasrani (ketika Rasulullah berlindung di kebun anggur milik dua saudara 'Uthba dan Syaiba) dengan menghubungkan antara daerah asal Adas dengan Nabi Yunus bin Matta. Maka bagi saya begitu berharganya buku “Sentuhan hati penyeru dakwah” karya Abbas As-sisi, yang tentu saja banyak mengupas tentang bagaimana cara-cara menyentuh hati. Semoga Allah merahmati penulis buku ini yang beberapa bulan yang lampau telah pergi menghadapNya.

Perasaan ini masih terbalut iri dengan ketangkasan sahabat-sahabat terbaik di sekeliling saya dalam mencurahkan perhatian terhadap hal-hal kecil dengan begitu indahnya. Apalagi saya tahu tindakan itu mereka lakukan spontan dari ketulusan jiwa . Rasanya malu sekali.

Saya malu karena rasanya belum mampu berbuat seindah itu. Saya malu dengan pembenaran atas segala keterbatasan-keterbatasan. Pembenaran yang mengada-ada dan justru semakin membuat malu. Ditambah lagi oleh sifat yang pelupa. Saya benar-benar hampir memutuskan untuk menyerah saja .

Namun kemudian suatu peristiwa menyadarkan saya bahwa saya tidak seharusnya berhenti berusaha untuk menjadi lebih baik dalam persahabatan (dan tidak lupa mempraktekkannya!, itu yang paling penting). Karena ternyata hal-hal kecil yang kita lakukan dan telah kita lupakan bisa jadi ternyata membekas erat kepada orang lain. Karena itu janganlah pernah berhenti memperindah ukhuwah dengan sentuhan-sentuhan kecil yang insyaAllah akan menjadi kekuatan besar.
Bagi saya, sahabat adalah anugerah;
Karena mereka tak hanya menasehati kita namun saya berharap juga memaafkan dan tak henti menasehati kealpaan kita.
Bagi saya, sahabat adalah amanah;
Karena ternyata butuh penjagaaan yang serius agar tetap indah selamanya. Menjadi seorang sahabat butuh empati, pemahaman terhadap perasaan orang lain, hal yang tidak mudah dan sering kali kita (saya) tersalah.

Bagi saya, sahabat adalah inspirasi;
Karena sosok-sosoknya sering kali membuat kita mengingatnya, merasa takjub akan gema dari jejak langkahnya, sering merasa iri karena belum mampu melompat tinggi sepertinya. Bahkan tak jarang merasa begitu kerdil karena dibanding mereka terlalu banyak hal yang tak dapat lagi saya lakukan, telah saya tinggalkan, telah meredup atau bahkan telah hilang dari hidup saya, semata karena halangan-halangan duniawi yang sungguh tak berarti kelak.

Walau saya sering merasa kalah, namun saya tidak boleh berhenti berusaha. Banyak sahabat mengalahkan saya tidak saja dalam hal perhatian-perhatian kecilnya namun juga dalam cara dia memaknainya dan cara dia mengekalkannya. Yang jelas menurutnya ukhuwah kita bukanlah cinta benalu, yaitu cinta yang pupus seiring berlalunya waktu

Percayalah, dibalik segala kesalahan, sahabat sejati tak pernah bersungguh-sungguh ingin menyakiti sahabatnya.

[Cluster-2] Teringat negeri seribu mesjid


//ini hasil migrasi blog, 7 Juli 2015. Pindahan dari unisa81.net// 

tulisan lama: 18 des 2005 , ditengok kembali sbg renungan atas bertubi2nya Jogja, sinjai dan sekarang Pangandaran. Setelah ini…?

Sudah lewat tengah malam waktu Singapura kala itu. Lima pasang mata menatap layar televisi dengan gejolak hati yang bermacam-macam. Namun saya yakin semuanya bermuara pada satu titik rasa walau berbeda cara pengungkapan dan pengekspresiannya. Ibarat karya sastra yang multitafsir, demikian juga raut muka dan gejolak jiwa. Channel news Asia memutar tayangan documenter tentang ledakan krakatau 26-27 August 1883. Salah satu bencana alam terbesar dalam beberapa abad ini. Layakkah disebut bencana jika pada hakikatnya itu adalah hukum alam yang sekadar berjalan mengikuti aturan dan sifatnya. Lalu yang menjadi pembeda apresiasi kita atasnya adalah bagaimana mengubah paradigma tentangnya dan menghubungkannya dengan konsep ketundukkan, kepatuhan dan kehambaan di hadapanNya.

The eruption of Krakatau (Krakatoa) in 1883 created the largest explosion ever heard and produced tsunamis which killed more than 30 000 people. Bunyi letusannya terdengar sampai ke selatan Australia dan kepulauan di sekitarnya. Debu-debu panas berhamburan, maka pesisir barat pulau Jawa laksana dihiasi hujan salju. Salju semu yang membakar. Ombak setinggi awan menyapu dan menghempaskan apa saja yang dilewatinya. Mercusuar seperti dipenggal dan roboh seketika. Semburan gas beracun merenggut ribuan jiwa. Manusia-manusia yang lemah berhamburan kemana-mana tak tentu arah. Daratan seketika berubah menjadi lautan dangkal untuk kembali surut. Keseketikaan yang maha dahsyat.                                                                                                          

Sudah lewat tengah malam waktu Singapura kala itu. Lima pasang mata menatap layar televisi dengan gejolak hati yang bermacam-macam. Narator membahas fenomena tersebut dari segi ilmu pengetahuan dengan ilustrasi-ilustrasi yang menggetarkan jiwa. Lima sosok jiwa tak mampu berkata-kata. Seperti sejarah yang kerap kali mengulang dirinya sendiri. Maka saat inipun turunannya Krakatau akan terus hidup, membesar dan berkembang dan mungkin menunggu saat juga untuk memuntahkan isi perutnya. Mulailah kembali teringat bahwa dalam kitabNya tertulis akan ada hari yang lebih dahsyat dari itu.

Gunung gunung belumlah di hamburkan…
Bintang bintang belumlah berjatuhan…
Lautan belumlah sempurna meluap..
Matahari belumlah digulung…

Langit belumlah terbelah…
Bumi belumlah memuntahkan semua isinya…
Belum… belum diguncangkan dengan sempurna
Ketika seharusnya saat itu benar benar tiba…

Belum.. belum apa apa…
Dibanding hari yang Kau janjikan
Tapi kami sudah menggigil begini hebat
Masih punyakah alasan untuk sombong dan tidak tahu diri?

Sudah lewat tengah malam waktu Singapura kala itu. Lima pasang mata menatap layar televisi dengan gejolak hati yang bermacam-macam. Narator menyajikan cuplikan documenter edisi pekan mendatang, yaitu Asian Tsunami, yang memporakporandakan berbagai daerah di Asia termasuk Aceh, negeri seribu mesjid. Tindakan-tindakan, aksi-aksi, uluran tangan, tulisan dan do’a seketika menghambur dan mengarahkan perhatian pada satu titik di ujung sana, negeri seribu mesjid. Duka, duka dan duka menggantung di langit dan menaungi wajah-wajah yang masih terpana dalam kekagetan di sana, negeri seribu mesjid.

Tangan inipun tak mampu mencoba memetakan tentang apapun yang didengar, dilihat dan dirasakan tentang satu episode yang menggayut di sana, di negeri seribu mesjid. Semoga ya semoga berapapun insan yang tersisa dan bagaimanapun terkoyak jiwa yang ditorehkannya, semoga azan-azan tetap berkumandang indah di langit sana, di negeri seribu mesjid. Semoga kaki-kaki tak pernah enggan melangkah meramaikan majelis-majelis ilmu di sana, di negeri seribu mesjid. Semoga pemuda-pemudi serta seluruh penghuninya selalu tegar hati dalam balutan kekokohan jiwa untuk terus melangkah, bersujud, syukur dan sabar sehingga mampu mengubah luka yang duka menjadi senyuman semanis gula dan gerak langkah yang nyata. Gerak langkah yang merupakan perwujudan proses pengumpulan point menuju hari yang pasti.

Tangan inipun tak mampu mencoba memetakan tentang apapun yang didengar, dilihat dan dirasakan tentang satu episode yang menggayut di sana, di negeri seribu mesjid.
Ngeri, jeri
Hilang kata

Mengenang hampir setahun tsunami Aceh,
uNisA@5 hari terakhir di Singapura…


Jumat, 16 Desember 2005

[catatan 2]: Kita punya kisah yang indah..

Singapura, 15 December 2005 
10 am, kantor pajak Singapura
[ke WC bareng??]

Setelah 10 bulan kerja kantoran,saya mencatat satu kebiasaan aneh Singaporean ladies. Apa itu? Ya itu deh sesuai pra-judul di atas. Ke WC bareng!. Hooo kok bisa? Ya begitulah. Awalnya saya agak-agak bingung kenapa miss A dan miss B selalu jalan bareng setiap hampir setengah jam kea rah kamar mandi.
Demikian juga miss C dan miss D, miss E dan miss F dst dst. Hal itu terjawab ketika Huimien (tentang dia pernah kutulis dalam sebuah tulisan berjudul senada) suatu ketika ngajak bareng ke kamar mandi karena ?partner? nya gak masuk karena sakit.

"Hey Reni let?s go toilet" katanya dengan aksen Singaporean
"Thanks" jawabku rada-rada bingung
"Hey, let?s go" katanya setengah memaksa. Waduh, gimana coba
"But I dun.."
"Please lah.."
Wadaaww? gimana ituh maksudnya?
Ke toilet kok bareng-bareng. Tapi saya akhirnya ikut jugah. Ga tega liat aksi ngambeknya hehe.
"Kenapa sih? Di toilet ada hantu yang bakal makan kita kalau ga ada temennya ya?" tanyaku penasaran
"Ya gak juga.. tapi masa ke toilet sendiri" katanya santai sambil meraih botol minumku. Ya sudah deh, diterima sajalah jawabannya. O,iya satu kebiasaan lagi mereka-mereka ini ke toilet sambil bawa botol minum. Jadi abis dari toilet langsung ke dispenser, top up air minum. Atau bisa juga langsung diisi dari kran di wastafel. Eits jangan salah, semua air minum di Singapura, baik yang dari dispenser, wastafel bahkan shower di kamar mandi itu bisa diminum. Kualitasnya sama dengan newater , air minum daur ulang yang jadi merek nasional Singapura. Kadang-kadang saya ngeri sendiri karena kalau lagi di Padang suka kebablasan ga nyadar ngisi botol minum dari kran kamar mandi.

Begitulah salah satu hal menarik lainnya tentang penduduk Singapura ^_^

12.20 am, kantor pajak Singapura, club-canteen level 5
[Tentang tiga akhwat]

Tiga akhwat keren (ehm..dilarang frotes) sedang berada di lantai 5 Revenue House yang terdiri atas Auditorium, Fitness club dan kantinnya yang sejuk. Kantin ini dilengkapi dengan belasan sofa yang nyaman banget untuk dijadikan tempat tidur. Mejanya rendah dan kecil, jadi sebenarnya kurang cocok dijadikan tempat untuk ngumpul-ngumpul makan siang. Di beberapa sudut sudah diisi 15-20 orang Singaporean sedang makan bareng sambil diskusi dan ehm.. sepertinya sedang membicarakan film-film terbaru. Di beberapa tempat ada juga yang duduk-duduk tidur.
Dua orang laki-laki sedang bermain lempar anak panah di sudut yang lain (apa ya nama permainan itu). Jadi inget 3 olahraga yang disunnahkan Rosul: Berenang, berkuda, memanah.

Akhwat pertama (yang paling mungil)-berjilbab putih rapi, sudah hampir menghabiskan laksa-mie nya yang katanya ga begitu uenak (tapi teteup abis). Akhwat kedua-bergamis dan berperut.. ups.. maksud saya, sedang hamil 5 bulan sedang berusaha keras menghabiskan semangkuk sup ayam dan sepiring bakwan (katanya takut ga kenyang). Akhwat ketiga-berkacamata dan berjilbab merah ( dari bertiga ini yang paling banyak kelebihannya, maksudnya kelebihan berat badan hehe) dengan jaket keseharian bertuliskan ?computer engineering? sedang cool, calm, and confident menghabiskan sepiring besar Briyani chicken rice. Porsinya? Ohoo tentu lebih banyak dibanding 2 akhwat lainnya, sesuai ukuran tubuh hehe?

Siapa sih mereka itu? Kok bisa 3 akhwat ini nyasar di kantor ini dengan penampilan yang keren sendiri(Eits abis gimana dunk, ciptaan Allah kan emang ga ada yang ga keren hehe, bedanya ada yang rendah ati ada yang biasa aja.. *_*). Mereka bertiga bertemu July 2000 di kampus yang sama nun di ujung barat Singapura, dan kebetulan jurusan yang sama pula, Computer engineering.

Akhwat berjilbab putih, di kos-an dipanggil dengan nama kesayangan Dinciiii (nama aslinya sapa? Ada deeeh, ntar kalau ngetop kan susah). Beliau ini yang paling seru kalau yang namanya makan bareng. Ekspresinya ketika menatap makanan itu loh, wohooo, membuat siapapun yang memasak makanan itu pasti melambung lambung saking senengnya.
Terdengar seruan2 berikut ini dengan mata berbinar-binar cerah.
"Hmm enaknyaaa?"
"Waaa? asinnya mantep" dst dst. Lalu menyendok makanan perlahan-lahan dan menikmatinya dengan lucu (???). Makanya akan seneeeeng sekali kalau makan bareng dia. Kita yang tadinya ga berselera makan (jarang2 sih ga selera) akan semangat 45 dan maju terus pantang mundur sampai ke piring-piring berikutnya (ups..). Hal lainnya yang membuat matanya berbinar-binar seperti bintang di langit malam adalah ketika melihat kucing. Katanya benda itu lutuuuuuuuuu? (catet: lutuuuu itu satu derajat diatas lucu, apalagi kalau huruf u nya semakin banyak). Makanya jangan heran jika suatu ketika dalam kehidupan mahasiswanya, beliau ini berani memelihara 6 ekor kucing di kamar tidurnya. ENAM loh.. enam!!!? Bersama adik tersayang (dek Na) tentunya. Si adek yang laptopnya ga bisa ngetik huruf P lagi gara2 kuciang juga. Ya ga sih dek ??

[Belajar dunia, belajar akhirat?]
Akhwat ke-2 dan ke-3 lebih sering bersama jika kuliah. Mereka punya kisah unik ketika pertama kali kenalan di mushola north library 1 nya NTU. Akhwat ke-3 (si jilbab merah) dengan PD nya menyapa seorang gadis manis (kala itu belum berjilbab) dengan bahasa Inggris yang belepotan, ngajak kenalan gitu lo. Pake bahasa Inggris dunk kan mahasiswa baru dateng ;-). Setelah bercakap2 selama 5 menit ketahuanlah kalau temen barunya itu ternyata dari JAKARTA. Ohoo si jilbab merah kala itu akhirnya tersenyum malu-malu kuchiang. Malu oy, capek2 beringgris2, ternyata orang awak jugah. Indahnya lagi setelah itu, mereka ternyata sejurusan, sekelas pula. Wah, senangnya.

Di semester ke-2 akhwat ke-2 akhirnya berhijab juga maka makin lengketlah pertemanan yang manis itu. Dari 500an penghuni jurusan, mereka ber-2 ini cukup mencolok dengan dandanan yang mirip selalu bersama-sama dan duduk bareng di ruang kelas.
Baik di lecture theather maupun tutorial room. Jika yang satu telat, yang lainnya mem booking kan tempat duduk. Jika yang satu lupa mencatat yang lainnya menawarkan catatan, jika yang satu ga paham yang lainnya menjelaskan, jika dosen terlau cepat menerangkan, mereka berdua sepakat berbagi tugas mencatat, jika yang satu tidur yang lain membangunkan, jika yang satu lapar dua-duanya sama-sama ke kantin beli makanan, jika yang satu bergosip, dua-duanya langsung melupakan pelajaran. Hehehe?

Akhwat ke-2 dulu mengambil mata kuliah Public Speaking n Accounting sebagai pelajaran tambahan.
Sedangkan si jilbab merah memilih pelajaran Bahasa Jerman dasar dan Bahasa Jepang dasar.

Begitulah, sampai tingkat akhir pun demikian. Selalu bersama. Bedanya ketika semester 7 dan 8 mulai ada mata pelajaran pilihan ada beberapa subject yang memisahkan mereka.
Dua-duanya tetap memilih Robotic, computer network, distributed system, Economics, Engineering law, data management, dan computer architecture. Namun si akhwat dari Jakarta lebih memilih Advanced Microprocessor system dan Real time sebagai mata kuliah pilihan, sedang akhwat dari padang memilih Compiler technique dan Cryptography and network security.

Uniknya walau di sekolah, di kelas selalu bareng, mereka berdua gak pernah blajar bareng. Akhwat padang selalu belajar bareng sobatnya yang sekarang lagi walimahan di Depok sana . Sedangkan akhwat Jakarta selalu belajar bareng teman-temannya yang lain. Namun jika ada bahan-bahan yang ingin saling dipertukarkan, mereka ketemu. O, ya!!! Mereka pernah belajar bareng SEKALI. Ya, Cuma sekali. Di kantin B belajar robotics. (stih? Still remember this?). Memutuskan belajar berdua setelah teler-teleran memahami rumus2 fisika robotics. Lah iya atuh, dari tingkat 1 cuma tahu matematika, programming dan 0101010101, tahu2 disuruh belajar fisika, ya puyeng hehehe. Mereka berdua pernah juga setengah sadar dan pusiang pusiang tujuah kaliliang sehabis ujian Computer Architecture di bulan ramadhan, terus ngabur ke mesjid Al-Falah, menenangkan diri hehe (Stih? How about this?)

Mereka berdua ditambah sobat yang sekarang lagi walimah di Jakarta(Neng dianti) pernah menghabiskan 6 bulan bareng mondar mandir NTU-Paya lebar belajar tauhid dan bahasa Arab. Tapi coba deh sekarang dites bahasa arabnya. Cuma inget beberapa patah kata.
Doakan saja yah, semoga semangat belajar teteup maju terus pantang mundur dimanapun berada.

[Cinta bersemi di Singapore river?]

Kalau masalah persamaan buanyaak banget. Dari pemikiran sampai cara berpakaian. Persis. Si jilbab merah menilik koleksi foto-fotonya, yang terbanyak adalah bareng ibu yang dari Jakarta ini. Bahkan ada satu foto yang waktu itu diberi judul ?Cinta bersemi di Singapore river?. How about berantem? Oh tentu pernah juga. Mereka kan bukan malaikat atau pemeran utama sinetron-sinetron Indonesia/telenovela. Masing-masingnya punya sisi manusiawi yang kadang menyebabkan clash satu sama lain. Ibarat cinta, pertemanan dan persahabatan juga tak jarang kena ujian. Mereka berdua seharusnya masih ingat masa-masa sulit itu, lalu halte bus hal-9 menjadi saksi saat semua ego seharusnya terkalahkan oleh satu hal yang membuat kita sama. Saat sama-sama menangis dan kembali tertawa merenungi kisah-kisah di belakang. Menangis, ya menangislah ukhty? jika simpul sesak longgar karenanya. Menangis, ya menangislah ukhti? jika kembali setelah itu yang satu menjadi penjagaan atas yang lain tentang ketaatan dan batas-batas.

Siapa sangka 2 tahun setelah itu, si jilbab merah menjadi designer website pernikahannya akhwat itu.
"Mau dibikinin website stih?"
"Mau un.."
"Warnanya apa stih?"
"Terserah deh" (tersenyum malu-malu)
Dan si jilbab merah memilihkan warna merah, sebagai representasi warna kesukaannya buat sahabatnya, hitung-hitung hadiah pernikahan buat sahabat katanya. Egois ya? Bukannya ngikutin warna si punya hajat malah ngikutin diri sendiri, hehe?

Empat tahun di kampus mengubah banyak hal. Si jilbab merah yang tadinya berkaca mata minus 0.75 sekarang menjadi minus 3,5. Dinci si mungil, jago basket dari taruna nusantara yang dulu suka olah raga di SRC dengan celana selututnya sekarang tiba-tiba menjelma jadi muslimah rapi dan lembut hati. Si akhwat Jakarta tentunya yang paling drastis, sudah menemukan pangerannya dan sekarang lagi menunggu kelahiran anak pertamanya. A baby boy insyaAllah. Si jilbab merah akan segera ke Jakarta dengan idealismenya sedang dua sahabatnya tetap di kantor ini sebagai Senior IT analyst programmer. Kantor ini? Ya benar, mereka sekantor. Allah mentakdirkan mereka bekerja di tempat yang sama dan posisi yang sama.

Lima setengah tahun bersama, tentunya mengubah banyak hal. Ada mimpi-mimpi yang tercapai, ada harapan-harapan yang terpenuhkan. Ada cerita-cerita tentang suka, bahagia, berantem, patah hati, menangis, tertawa. Mereka tumbuh dewasa bersama, di tempat yang sama, sekolah yang sama, bahkan jilbab merah dan Dinci sekarang serumah. Si akhwat ke-2 tentu serumah dengan pangerannya.

Mereka tetap tumbuh, terus belajar tak henti-henti dari universitas kehidupan tentang banyak hal. Sehabis lulus akhwat ke-2 pernah mengirimi kartu jauh-jauh dari negeri kangguru, di hari ulang tahun si jilbab merah. Kartunya ditutup dengan ucapan begini:
"Un, kamu udah tambah tua ya. Tambah pesen ku nih. Jika suatu saat temenmu berbuat salah jangan tinggalkan ia, bisa jadi ala itu ia salah tapi saat lain ia baik"
Potongan kalimat itu di kemudian hari diketahui si jilbab merah sebagai ucapan nasehat dari Abu darda?

[Berpisah..?]
Andai dipisahkan jarak dan waktu. Moga-moga Selalunya mengalir do'a-do'a untuk satu sama lainnya. Karena sama-sama yakin percaya bahwa mereka benar benar sedang belajar dewasa.

InsyaAllah mereka semua akan selalu bergandengan tangan, mengukuhkan barisan dakwah dimanapun mereka berada kelak. Mungkin tidak ke-3 akhwat itu membaca tulisan ini. Namun Do?a-do?a yang tersimpan di dalam hati, insyaAllah lebih kuat dari semua yang tertulis. Anggap saja ini pernyataan cinta yang terlalu kaku untuk diucapkan di mulut.

Bahkan beberapa saat sebelum tulisan ini disudahi. Akhwat Jakarta yang lagi hamil itu menghampiri akhwat padang sobatnya, mau pamit pulang ceritanya. Sebagai seorang yang telah menikah beliau ini boleh pulang duluan, pangerannya udah nunggu nih di rumah hehe. Si ibu hamil menghampiri perlahan:
"Masih banyak kerjaan un?"
"Biasa, miss boss lagi suntuk berat musti ditemenin nih" (sambil melirik perut sahabatnya) "Allo calon ponakan, bandel gak hari ini? eh bisa dengar ga sih dia?"
"Bisa donk"
"wah sering diputerin Al-ghomidy dunk, your fav ;-)"
"Hehehe, eh pulang duluan yak =)"
"sip sip, hati hati di jalan, take care of my calon ponakan"
"Assalaamu'alaykum, jangan pulang malem-malem buk, kabur aja hehe"
"wa'alaykumsalam, iya nih moga-moga bisa kabur"

Hmm yah begitulah sekilas kisah tentang mereka. Mereka punya kisah yang indah ya =). Semoga Allah mencintaimu kawan sebagaimana kamu mencintaiku karenaNya. Sebenarnya aku malu mau bilang ini, tapi kayaknya aku bakal kangen berat nanti dan akan melewatkan beberapa malam yang panjang sambil mengenang ngenang kisah-kisah kita.

Banyak yang datang dan yang pergi dalam hidup namun tidak semuanya meninggalkan kenangan yang indah. Dan engkau berdua adalah termasuk yang terindah. Tidak akan mudah meningalkan dunia lama yg telah nyaman diresapi 5,5 tahun lamanya dan masuk ke tempat baru yang asing sama sekali.
Moga bertemu sahabat seindah engkau berdua. I love you all...

senandung brothers di kepala..

Pertemuan kita di suatu hari
Menitikkan ukhuwah yang sejati
Bersyukurku kehadap Illahi
Di atas jalinan yang suci

Senyuman yang tersirat di bibirmu
Menjadi ingatan setiap waktu
Tanda kemesraan bersimpul padu
Kenangku di dalam doamu
Semoga... Tuhan berkatimu

acara perpisahan di kantor kita...






Komentar
ibu hamil yg gak keliatan hamil :: [E-Mail]  Beberapa fakta ^_^

1.pandangan pertama ketika kenalan sama mb2 ITB di mushola: sepatu B-Bob-nya yg katanya seperti 'gayung'.

2. menghadapi exam pertama di NTU: bingung sama rumetnya yona yg diajak belajar math bareng malah tidur di kamarnya. Padahal udah jauh2 disamperin dari hall 8 ke hall 13 :-s Akhirnya oh akhirnya ... balik ke hall 8 belajar bareng sama Mariana.

3. Tahun 1 sem 2, denger isu, ada yg mau balik ke ITB karena gak betah di NTU :D

4. DDP: Sore2, ujan2, bulan puasa, bela2in ke sim lim nyari board buat ngerjain roboticnya DDP. Berakhir di mesjid sultan tuk buka puasa n tarawih. Subhnallaah ... nikmat bangettt ..... Sampai nangis terharu. Tak terlupakan!

5. Ngetes bhs arab: Haa dzaa sariirun?
Laa, haa dza 'betto' (bener gak? hihihi .. )

...


uNi :: [
E-Mail]  Pembelaan diri:
1. Pandangan pertama ketika kenalan ama anak jkt,"kok sepatuku lebih gedhe dan lebih ghaya", *punten bu, maklum anak kampung baru ke kota hehe. Pada akhir hayatnya sepatu itu ngetop dgn julukan gayung atas inisiatif dek dhamay*

2. Itu bukan tidur, tapi nyari inspirasi, sapa suruh pulang buru2 :P.Lagian dirimu kalo k kmrku,juga bobo trs bangun-bangun jam 3 pagi buat belajar di lantai. Ga matching kita. Sebenernya pgn belajar bareng apa ngepel :P

3. abis di NTU ga ada batagor, jadi pengen balik aja ke ITB *malu*

4. wah subhanallah,waktu itu kita tpesona sama suasana buka puasa mesj sultan, bengong sampai bingung waktu disuruh masuk makan ke bagian muslimah *terharu juga*. Our first Ramadhan di sgp yak?

Pernah juga di tahun terakhir masa2 skripsi, senen pagi kita ngabur dari NTU ke mesjid sultan, nyari rumah makan Padang Pariaman, demi sepiring rendang dan daun singkong ^_^

5. Inilah akibatnya belajar bhs arab setelah bljr bhs jepang dan jerman :">, ntar ponakan-kuh ajarin arab doeloe sebelum jepang, jerman or bahasa2 lucu lainnyah yak ;-)


Rabu, 14 Desember 2005

[catatan 1]: And so the story goes...

10.00 am, IT nya kantor pajak, Singapura 
[Miss Boss]

Rapat siang ini dicancel kata miss Boss, ditunda sampai senen. Jadi nampaknya sore ini bisa pulang cepat, magrib di Raffles lalu bongkar bongkar koper serta menyisihkan baju-baju yang kira-kira bisa ditinggal. Miss boss sedang ga begitu baik moodnya. Terlalu sibuk dan terlalu banyak deadline. Berkali-kali dia dan beberapa petinggi-petinggi rapat kilat di meja panjang persis di belakang perempuan itu. Kadang-kadang sudut matanya melirik mereka dari kaca spion yang ditempelkan Yati, si gadis melayu sahabatnya, di sudut kiri monitor. Katanya itu hadiah ulang tahun. Berguna buat keamanan biar perempuan itu ga kepergok ketika sedang menulis di sela-sela waktu luang, demikian katanya.

Diantara petinggi yang lain Miss boss termasuk yang paling muda. Miss boss ini kakak kelas perempuan itu di NTU, jadi umurnya paling banter 25 tahun. Posisinya melejit cepat karena selama di NTU beliau ini dibiayai beasiswa penuh dari Institusi ini. Kontras sekali melihat miss Boss yang muda energik, cerdas, ramah dan luwes berbrainstorming dengan beberapa bapak-bapak yang setidaknya on their late forties. Biasanya kalau kebetulan perempuan itu sedang ikutan lembur juga, dia merasa kasihan ketika mendapati beliau ini masih asyik di depan monitor ketika lewat pukul 10 malam dan tak ada tanda-tanda akan beranjak pulang. Tapi entahlah, sementara perempuan itu kasihan mungkin bahkan miss Boss sangat menikmatinya. Yang jelas perempuan itu gak berniat menjalani hidup seperti itu untuk jangka panjang.

02.00 pm, at the same place
[Sorry, but I can't]

Miss boss melongo waktu perempuan itu mengutarakan keinginannya.
Senyum cerianya yang khas dan menyenangkan perlahan pudar berganti kerut di kening. Tetap cantik sih

"Kenapa sekarang, tak bisa ditunda 2 atau 3 bulan lagi?, akhir February kita mau release dan lagipula awal maret kontrak tahun pertamamu selesai.
Tak mau menunggu bonus akhir kontrak?" katanya.
"No, I need to go by the end of this month" sahut si perempuan kalem. "Bonusnya 2 bulan gaji¡¨ desak miss Boss.
"It's not about money" Wohoo , kepala perempuan itu berdenyut.
Jumlah yang dia sebut melenakan. Tinggal ditambah sedikit lagi dan dia bisa naik haji dengan uang segitu.
Kening miss Bos berkerut lalu mulai menjelaskan betapa bulan ini adalah saat yang kritikal buat dia dengan posisi barunya dst dst.
"Bagaimana kalau ditunda 2 minggu?"
"Ga bisa"
"4 hari, kita bayar", Again! Money!
"I've already buy the air ticket"
Hening
Hening
Hening
Tragis!
Dia mengiming-imingi perempuan itu benda keramat yang sukses menjauhkan ketulusan dari orang-orang teramat dia sayang, nun jauh di kampung halaman. Sebuah artikel di kompas pagi ini cukup menentramkan jiwa. Ternyata tak sedikit memang yang dinisbahkan menjadi pabrik uang ketika terdengar bekerja di luar negeri. Bukan tentang jumlahnya yang memberatkan, namun penilaian dan perlakuan yang melelahkan batin secara terus menerus. Sayangnya dia perempuan. Tak selalunya punya bahu yang lapang.


08.00 pm, Tepi sungai, Singapura
[It's not about money-1]

Ini tempat favouritenya. Ya perempuan itu, kita tak sedang membicarakan miss Boss lagi. 5,5 tahun belakangan ini dia selalu kesini kala perasaan hati tidak normal. Tempat yang indah, mengingatkan pada kampung halaman yang dikelilingi sungai-sungai besar dengan lebar puluhan meter. Mesjid Mohd Ali terletak under ground, di bawah gedung-gedung perkantoran, hanya beberapa meter dari pinggir sungai. Malam merayap, sebentar lagi mungkin Isya. Bangku bangku di pinggir sungai dipenuhi manusia. Ada yang kelelahan abis jogging, ada yang sekadar berkumpul-kumpul, kebanyakan sedang jepret sana sini. Fotografi!!!. Wah perempuan itu juga suka dan berniat serius mendalami. Moga-moga segera dikasih rejeki beli kamera.

Nun di sebelah kiri berjejer tenda-tenda menaungi sepanjang pinggirian sungai sampai ke ujung jalan.
Itulah Boat Quay, salah satu tempat tujuan wisata turis-turis. Disebut Clarke Quay juga. Awalnya diabingung bedanya apa?. Ternyata tempatnya sama. Cuma yang satu adalah di North part of Singapore River. Satunya lagi di South part of Singapore river. Sungai Singapura bersih dan dipenuhi kelap kelip kapal yang membawa pelancong mengarunginya dari ujung ke ujung. Di sebelah kanan Fullerton Hotel berdiri gagah dan mewah. Seperti istana mungil. Disekelilingnya gedung-gedung pencakar langit menjulang angkuh. 

Kepalanya berdenyar-denyar. Setiap masalah adalah pijakan bagi kita untuk melompat lebih tinggi lagi memang. Yang dia takutkan hanyalah jika sampai lupa bersyukur. Dia memang musti meninggalkan negeri ini segera. Suasananya tak lagi baik untuk ruhiyah. Newton menemukan teory relativitas, tapi seharusnya dia juga menemukan teori sensitivitas. Kadang begitu lelah ketika satu-persatu sekelilingnya mulai menuntut jawaban. Jiwanya tak lagi ada di sini. Orang-orang bilang kalau mau kaya tetaplah disini, but tak semua orang paham bahwa, it's not about the money

08.00 pm, Tepi sungai, Singapura
[It's not about money-2]

Lalu suara-suara itu berderet-deret memenuhi rongga kepalanya.

"Kenapa musti Jakarta? Kenapa mau meninggalkan kemapanan di pulau ini? Buat apa kembali ke negeri yang sumpek, panas, polusi, banyak Kriminal dan ruwet. Gajinya paling seperlima di sini bla bla bla", Demikian salah satu rentetan pertanyaan. Lalu perempuan itu semakin lelah ketika mencoba menjawab dan dipatahkan kembali. Akhirnya diri tersadar. Setiap orang punya latar belakang yang berbeda, punya jalan hidup yang berbeda, dan otomatis punya nilai-nilai yang berbeda dalam memandang hidup.

"Buat apa kerja tinggi-tinggi? Manajemen trainee? Mau jadi wanita karir? Wanita itu tempatnya di rumah, mendidik keluarga, mengasuh anak", Huah!! Ini lagi. Awalnya dia marah. Namun mencoba belajar dewasa. Ternyata setelah dianalisa setiap "hujatan, kecaman, sindiran" berbeda nadanya. Berdasarkan latar belakang yang punya lidah. Berdasakan derajat kenyamanan perlindungan keluarga, level kemapanan, pendidikan dan yang terpenting sensitivitas dalam menghargai orang lain. Ya, rambut kita sama-sama hitam namun gelombang yang kita terjang tidak ada yang sama. Lagian rasanya dia belum pernah bilang kalau punya cita-cita demikian. Banyak hal yang musti kita ketahui sebelum menilai sesuatu.

"Selamat deh kalau gitu, selamat berkubang dengan uang haram seumur hidup, karena kamu bergabung dengan mbahnya system riba di Indonesia", Nah yah, ini lagi komentar paling manis. Tentang yang ini memerlukan pembahasan tersendiri dan tak ingin membicarakannya disini. Yang berkomentar ini menginginkan sebuah system yang berubah sim salabim. Tidak ada gunanya juga jika dijelaskan sebenernya di bagian apa perempuan ini akan bergerak nantinya, mengurusi apa, mempelajari apa, dst dst.
"Aku sudah konsultasi jauh-jauh hari dengan ustadz" tambah si perempuan.
"Ya, kamu pertanggung jawabkan saja kelak sama ustadz itu di akhirat, Ngakunya akhwat kok begini". Huff!. Tepat di ulu hati. Manis sekali memang sahabat yang satu ini =) dan perempuan itu tak ingin berpanjang-panjang. Cukuplah sudah perdebatan-perdebatan di berbagai milis yang memanas akhir-akhir ini mengeruhkan kebersamaan. Perempuan itu undur diri.

"Berapa gaji pertama?"
"1,5 juta kayaknya"
"Ah paling gaji pokok, pasti ada tunjangan blab la bla"
"yang aku tahu belum ada, setidaknya setahun ini"
"Ah masa iya, pasti gede, ga mungkin kamu mau kalau cuma segitu, tenang nanti blab la bla dst dst, jangan lupa ntar sepuluh tahun lagi kalau bla bla bla, jangan lupa bla bla dst dst "
Hhh pusing.
IIt's not about the money.

"Kamu merasa kering ruhiyah di sini?" another dialogue comes out
"Itu salah satunya, cuma merasa tempatku bukan di sini. Inginnya juga bisa berbuat sesuatu jika kembali di negeri sendiri"
"Ga musti pulang kok, kerja aja di sini lalu kumpulin duit trs sumbangkan"
"Jiwaku tidak ingin begitu"
"Ah kamu ini, kamu kan bisa bla bla bla.."
Hhh pusing.Lalu pembicaraan berlanjut berjam-jam.
It's not about the money. Plese understand me..

"Pasti ngejar ikhwan!, mau nikah ya?" kejar seseorang dibalik monitor antusias. Aha menarik! Yang ini bukan tentang uang lagi prasangka yang menyertainya. Perempuan tersenyum miris.
"Kapan nikahnya" kejarnya lagi, oh dia serasa di acara infotainment
"Tunggu apalagi sih, kok sampai sekarang ga nikah-nikah", Hmm ya pertanyaan yang bagus.
Akhirnya perempuan itu memutuskan tak ingin berpanjang-panjang lagi bercakap dengannya. Perih. Menanyakan itu sama saja dengan menanyakan kapan dia meninggal. Karena dua-duanya sama-sama rahasiaNya

09.00 pm, Tepi sungai, Singapura
[Kamu meninggalkanku-1]

Lama-lama perempuan itu sadar, tak mungkin untuk menyenangkan semua orang dan melelahkan untuk meyakinkan semua orang. Lama-lama perempuan itu sadar tidak perlu untuk melakukan itu semua. Dan akhirnya memutuskan bahwa senyuman adalah jawaban paling cukup. Singkat, padat dan sakral. Lagipula, kepala tak mampu menampung banyak hal dalam bersamaan.

Teringat sahabat yang lagi di Jakarta bulan ini melengkapkan separuh agamanya. Wah kangen berat. Beliau yang begitu menyejukkan dengan segudang positive thinking dan nasihat2 bijaknya. Dengannya kadang ada hal-hal yang sama-sama manis jika dibiarkan tak terbahas. Dengannya mudah saling memahami bahwa keidealan yang kadang dituntut dan dibentuk oleh suatu golongan tak bisa dipaksakan untuk setiap orang, kembali karena latar belakang, kisah hidup dan keberuntungan setiap orang berbeda-beda. Apalagi mengatakan suatu prinsip yang kemudian malah disalahi sendiri prakteknya.

Dengannya tak semua cerita musti mengalir karena kadang ada saatnya bagi jiwa untuk merenung, berfikir dan butuh waktu sendiri. Dengannya teori sensitivitas membalur erat dan rapat. Maka sungguh nyaman ketika ada hal-hal tertentu yang tidak saling dibicarakan. Persahabatan yang dihiasi husnuzhon dan penjagaan atas cerita satu sama lain. Perempuan itu sempat kecewa berat dengan seseorang ketika suatu ketika mengetahui bahwa ada bagian2 kisah yang seharusnya untuknya sendiri tidak untuk disounding kemana2.

"Kamu tega meninggalkanku" kata perempuan itu ketika menyadari bahwa setelah menikah tentunya sahabatnya akan ikut sang pangeran ke negeri tulip.
"Bukannya kamu yang meninggalkanku", jawab sobatnya kalem "Kamu duluan menetap di Jakarta, bukan aku". Ah ya benar juga. Mungkin kita saling meninggalkan.

09.00 pm, Tepi sungai, Singapura
[Kamu meninggalkanku-2]

Huff mana pernah perempuan itu menyangka kalau suatu saat mereka akan terpisah demikian jauh ya? Dengannya masa-masa belajar semasa kuliah terasa begitu menyenangkan. Dan pasti dijamin jatah 500 sms gratis sebulan bakal ga cukup jika sudah sibuk sms-an dengannya.

Dia juga tipe orang yang menghargai orang lain dengan caranya sendiri. Suatu hari perempuan itu masuk ke blog pribadi sobatnya itu dan membaca yang berikut ini:

+++++++++++
Aku termasuk orang yang senang sms-an.
Selain suka sms, senang juga me-review sms-sms yang masih disimpan. Sms-sms yang disimpan antara lain sms taushiyah dan do¡¦a-do¡¦a dari orang-orang tersayang. Dan inilah dua yang paling lama bertengger di inbox saya :

"Seorang mukmin adalah sahabat sejati, ia mengetahui berat beban saudaranya, memaafkan & memberi uluran tangan, serta mendorong dengan memberinya kebanggan, pengertian & harapan"
Sender: +62....
Sent : 14 April 2003

"Apa kabar iman? Semoga slalu menapak maju. Apa kabar hati?Smoga bersih dari kelabu. Apa kabar cinta? Semoga tetap berpeluh rinduNya. May Allah always love you.
Tetap semangat,OK."
Sender: +65....
Sent : 21 Sept 2003

Aku seneng banget sama dua sms itu. Kenapa? coba deh dibaca, diresapi, dan direnungkan. Uhibbuki fiLlah yah ibu-ibu. Walau dua-duanya udah ga tiap hari ketemu insyaAllah jauh dimata dekat dihati ya.
+++++++++++

Demikian bunyi tulisannya.

Perempuan itu tertegun ketika membaca sms yang ke-dua. Sms itu dari perempuan itu ketika mereka masih kuliah dan bertemu tiap hari. Ia dulu memperolehnya dari seorang teman dan mengirimkannya kembali ke sahabat-sahabat terbaik namun tidak pernah menyimpannya. Tanggal yang tertera di sana lebih dua tahun yang lalu.
Subhanallah, dia masih menyimpannya padahal sudah selama itu. Hati perempuan itu bergetar dan haru memenuhi rongga dada kala itu.

Ah ya, bukan sahabatnya yang meninggalkannya, tapi tepatnya mereka saling meninggalkan. Ia berharap mereka masih akan tetap saling mendoakan ketika saling mengingat satu sama lain.

09.00 pm, Tepi sungai, Singapura
[the song that I sing]

Malam memeluk hari, seharusnya sudah Isya dari tadi. Perempuan itu beranjak perlahan. Ah ya, dia sudah memutuskan sesuatu dan setiap keputusan punya aturan main sendiri. The Art of choosing. Seperti hidup yang terus berjalan maka tak ada alasan untuk menyerah kalah dan berhenti. Tak bisa lagi harapkan dukungan moril dari rumah. Akan berpisah juga dengan sahabat-sahabat lama. Maka adalah sebuah tantangan untuk merambah dunia yang benar-benar baru sendirian. Melangkah sendiri adalah suatu keniscayaan dan bukankah dari dulupun demikian. Jadi seharusnya tak ada alasan untuk gentar

dan cerita perempuan ini akan terus berlanjut...



Komentar


uniang :: [E-Mail they said true friends are like stars, they can't always be seen but they are there.
Insya Allah, everything is gonna be allright.
Everything is going to be allright:) 

Jumat, 02 Desember 2005

Art of Good bye [part 2, tmn kantor-Indonesia]

Dan tentunya mereka mereka ini. IT people di sebuah BUMN pulau temasek ini. Biasanya kita suka makan bareng(lunch) di hari jumat [week-end], dan biasanya untuk merayakan salah seorang dari kita yang resign dari kantor. *Resign malah dirayakan hehe*. Biasanya ada yang pindah ke luar negeri, masa kontraknya sudah berakhir ataupun karena dapat pekerjaan lain di company lainnya. 


Foto ini diambil Rabu lalu [31 Nov 2005], di restoran Jawa Timur nya Far East Plaza. Sepertinya tempat makan ini baru dibuka beberapa minggu, namun pelayanannya cukup ramah =)

Wah, bakal kangen wajah-wajah ramah ini =)


Minggu, 27 November 2005

Art of Good bye [part 1, team mate]




First and foremost, tentunya wajah-wajah di atas yang kena efek awal hijrah :D. Siapakah mereka? :D 

Yang jelas mereka-mereka ini macam-macam tipenya
1. Ada yang hobinya *memburu serangga* sejati di dalam code code :D
2. Juga ada yg suka jadi tempat *konsultasi* dalam masalah perburuan serangga ini
3.Ada juga yang kerjanya meng"analisa", nyatet2, mengkerutkan kening dan mondar mandir :D

Satu yang menyatukan, semua *pencinta serangga* ini bersatu padu dalam satu team kecil, untuk kemudian bergabung dengan team-team lainnya mengupgrade suatu system *sesuatu* di sebuah BUMN di negeri temasek :-), yang akan dipakai oleh seluruh penduduk negeri pulau ini =)

Well, I love you RABs...
Menikmati hari-hari tersisa bersama wajah-wajah ramah dan kocak yang selalunya punya senyum bahkan di saat-saat lembur merajalela.
Paling suka cara mereka yang *humble* dan *tawadhu* ketika mengemukakan pendapat...


Ini potongan kue yang dibeli oleh miss Boss, waktu ia baru aja lulus test driving license, trs mentraktir dirinya sendiri dan 'memaksa' kita semua mengucapkan selamat di pantry :D.
RAB : Revenue accounting Branch



Jumat, 11 November 2005

Photo: Rumah Gadang bagonjong 5

Temans, berikut adalah foto-foto yang kebetulan sempat terekam oleh kamera handphonenya uniang Alni waktu pulang ke Batusangkar. Batusangkar adalah salah satu kabupaten di Sumatera Barat. Batusangkar adalah salah satu daerah 'asal' kebudayaan minang. CMIIW. Di Batusangkar juga berdiri kerajaan "Pagaruyuang" yang dulunya pusat kerajaan ranah minang.


[Atas]Pemandangan dilihat dari belakang rumah. Rumah-rumah tradisional dengan atap atap bagonjong limo (bergonjong 5) dan latar belakang bukit Sibunbun

[Atas]Pemandangan dilihat dari depan rumah. Duh masih banyak rumah bagonjongnya. Senang liatnyaaa... Cinta banget deh ama ranah minang (doooow...)

[Atas]Masih pemandangan dari depan rumah uniang di Batusangkar. Coba liat rumah gadang di depan itu. Begitulah bentuk rumah gadang umumnya di perkampungan. Dulu rumah nenek saya (di Padang) sebelum dirombak jadi rumah batu juga seperti itu bentuknya.

Dindingnya sama persis. Kita menyebutnya "dindiang tadia". Rumah kami dirombak tahun 1992 Masih inget ketika kecil suka ngintip ke luar lewat dindiang tadia yang udah banyak bolong-bolongnya. Rumah gadang di kampuang biasanya ga ada lotengnya dan sumurnya berada di halaman di belakang rumah. Waktu kecil kalau tengah malam pengen ke kamar mandi suka merasa serem, soalnya musti melintasi halaman belakang yang banyak pohonnya sebelum mencapai kamar mandinya.

[Atas]. Ini pemandangan dari sampiang kanan rumah.


[Atas].Yang ini kata uniang diambil dari teras rumah lantai 2. Dari rumah uniang kita bisa melihat dikejauhan bukit sibunbun dari arah depan, gunung merapi di arah belakang dan gunung bungsu di sebelah kiri.
Keren.. Padang jadi kebanting berat keindahannya dibanding daerah2 lain di sumatera barat..


[Atas].Ini halaman rumah uniang di pagi hari. Tadinya ga ingin masukin foto ini kerana ada ayah nya uniang dan adiknya. Takut beken hehehe... Tapi moga2 ga terlalu jelas ya. Waaah pagi yang cerah, nampaknya adeem banget...


Gunung merapi yang menyimpan kenangan tersendiri. Waktu jaman buandel (kelas 2 SMU) pernah berangkat diam2 dari Padang ke Bukittingi bersama 6 orang teman lainnya (total 4 laki2 dan 3 pr) mendaki gunung ini. Ga minta ijin ibu!!! Gubraks... Alhamdulillah selamat pulang pergi. Kenangan bareng trefi, Ary, hendri, yoyo, nurul dan mainar... wherever they are, kuangeeeen!!!. Ada foto kita ber7 di depan api unggun di pesanggrahan gunung merapi, cuma kurang jelas. Ada foto2 di dalam tenda, juga foto hamparan edelweis yang mempesona. 


Gunung Singgalang kalau dikunjungi dari bukittinggi letaknya persis di depan gunung Merapi. Dulu sepulangnya dari Merapi kita juga ingin kesini, namun team yang laki2 menolak. Katanya kalau mau ke Singgalang ga mau bersama kelompok wanita. Lagian bertahun2 sebelum itu ada 2 orang senior kita dari SMU 1 Padang juga yang hilang di gunung ini, jadinya rada2 gentar...


[Atas].Lihat tanda merah di langit sebelah kiri!!! Aku dan uniang cukup bingung ketika menemukan fenomena ini. Lihat juga dua gambar berikut. Awalnya kita pikir ada kerusakan di kamera. Tapi ternyata tanda merah itu selalu muncul. Ada yang tahu itu apa?
Venus? Ufo? :D



Tanda merah 2



Tanda merah-3. Another siluet rumah bagonjong!. Cintaaaa sama ranah minang. Moga2 jika suatu saat berkesempatan pulang kampung lagi pengen motretin sawah-sawah dan sungai-sungainya. Semoga yaaaa......