Minggu, 30 April 2017

[Traveling] Japan day 8-9, Shibuya-Taman -dan Ramen Halal, 29-30 April 2017

Day 8: Shibuya crossing dan Tokyo Tower

Cuaca di hari ke-8 dan ke-9 lumayan panas. 
Di hari ke-8 kami mengunjungi Shibuya crossing yang diyakini sebagai salah 1 tempat penyebrangan paling terkenal di dunia. Betapa tidak, ketika lampu hijau menyala, maka semua orang dari 8 penjuru angin bisa menyebrang jalan pada saat bersamaan. Semua kendaraan dari semua arah berhenti pada saat yang bersamaan, maka dalam hitungan detik ratusan orang langsung menyeberang bersamaan. Seolah akan terjadi chaos, namun kenyataannya, rapi sekali.

Spot terbaik untuk mengamati fenomena ini adalah dari lantai 2 starbuck di Shibuya crossing ini.
Kami (saya dan Tami) mondar mandir menyeberang jalan sambil menikmati serunya terbawa arus keramaian manusia dengan berbagai gaya dan warna.
Menunggu diperbolehkan menyeberang

...dan kemudian semua orang melintasi Shibuya Crossing

uNisA..pada penyebrangan yang ke sekian :P

Tami.... pada penyebrangan yang ke sekian :P

Salah satu spot terbaik mengamati kesibukan di Shibuya Crossing
Saat senja belum lah mulai, kami beranjak menuju Tokyo Tower.
Ada sebuah taman di sana, yang dipenuhi oleh orang-orang yang sekedar duduk-duduk ngobrol di taman, olahraga sore, atau yang berjalan-jalan dengan anjing peliharaan. Tak jarang juga saya amati ada keluarga kecil dengan anak-anak mereka. Suasana yang damai dan tentram ini tak lupa kami manfaatkan untuk melaksanakan ibadah sholat Zuhur dan Ashar.

Tokyo tower

Tami di Tokyo Tower

Maksud hati yang lagi baca buku di taman, tapi jadi kayak ibu2 galak lagi meriksa soal ujian hehehe
Malamnya, kami lagi-lagi bela-belain ke Ueno, nyari makanan halal dengan porsi jumbo,hehe.
Kali ini pilihan jatuh pada kebab, harganya pun bersahabat, 500 yen.


Halal kebab di Ueno
Day 9: National Art Center dan Bic Camera

Hari terakhir di Tokyo kami nikmati dengan santai.
Bangun gak terlalu pagi, sarapan mie instan dan Teri kacang atau cemilan-cemilan seperti biasa. Lalu menikmati sisa hari terakhir dengan santai.

O iya, lupa menceritakan bahwa dari Indonesia kami bawa teri kacang, mie instan, dan beberapa kaleng ikan tuna siap saji. Lumayan sih, jadi pagi-pagi gak terlalu pusing harus sarapan dimana. Lumayan menghemat pengeluaran juga. Walau terkadang kami juga siapkan roti atau cemilan untuk dimakan pagi hari. Bangun pagi, setelah sholat subuh biasanya one of us mencuci (di mesin cuci yang disediakan tenant airbnb), lalu kemudian bergantian saling bantu jemurin baju agar supaya ketika pulang jalan-jalan setiap malamnya kami selalu disambut oleh pakaian-pakaian yang telah siap untuk disetrika dan dimasukin lagi ke koper. Dengan demikian koper kami senantiasa berisi pakaian bersih, kecuali hari terakhir tentunya ya....

Penginapan kami rupanya tak terlalu jauh dari Tokyo National Art Center, yang hari itu kebetulan masih dalam rangkaian pameran art karya Yayoi Kasuma yang katanya terkenal dengan karya seni dengan tema polkadot.
Antrian tiket di Tokyo National Art 


uNisA dan iklan Yayoi Kasuma

Tami di depan National Art Museum
Kemudian kami mencari informasi lokasi bus yang akan kami tumpangi besok menuju bandara Tokyo.
Dan rupanya kami tak sekedar menemukan lokasi bus, tapi juga sebuah taman yang luas dan indah. Cuaca yang cerah, taman yang indah, dan wajah-wajah yang ceria menghiasi hari terakhir kami di Tokyo.
Gak jadi beli karena kayaknya gak halal
Sebagian kecil dari pemandangan di sebuah taman

wefie yang gagal, kepanasan

Cuci tangan di taman penuh bendera koinobori

Tami dan Koinobori
Menjelang sore kami sempatkan mampir di Bic Camera, sebuah mall yang katanya menjual segala macam benda, mulai dari alat elektronik sampai dengan permainan. Saya sempat membeli beberapa mobil-mobilan buat anak-anak.

Sore hari kami bahagia sekali bisa menemukan sebuah tempat sholat yang bersih dan sangat proper di sebuah mall. Malam hari kami tutup dengan dinner di ramen halal Tokyo. Meskipun cuaca siang hari lumayan terik dan panas sebagaimana khasnya bulan April, namun cuaca malam hari lumayan menggigit.
Ramen halal di Tokyo sedikit berbeda dengan yang kami jumpai di Osaka. Selain porsinya lebih besar, ada juga tambahan beberapa dishes yang walau saya tak paham namanya namun rasanya lezat sekali. Alhamdulillah
Semacam bakso daging, menambah porsi dan kelezatan ramen di Ramen Halal Tokyo



Sabtu, 29 April 2017

[Traveling] Japan day 7, Kawaguchiko, 28 April 2017

Hari ke-7 di Jepang atau hari ke-2 bermalam di Tokyo.

Sebagaimana sejak hari pertama, tujuan perjalanan kali inipun adalah atas effort-nya Tami (duuuh, aku ini free rider banged yak). Yaitu menuju Kawaguchiko, untuk menjelajahi Fuji Shibasakura Festival, sebuah hamparan taman bunga yang juga merupakan salah 1 spot terbaik untuk memandang gunung Fuji.
Fuji Shibasakura, April 2017
Fuji Shibasakura, April 2017
Fuji Shibasakura, April 2017
Fuji Shibasakura, April 2017


Berbeda dengan Keukenhoff (taman bunga di Belanda yang hanya buka di beberapa minggu di bulan April dan Mei), yang sangat gampang sekali dicapai pulang pergi (hanya sekali naik bis dari Schipol atau Leiden), maka untuk mencapai taman Fuji Shibasakura Festival ini relatif lebih sulit. 

Untuk mencapainya harus naik bis 2.5 jam dari stasiun Shinjuku menuju ke Kawaguchiko stasiun. Kami sempat nyasar heboh di stasiun Shinjuku, plus drama "nyaris keabisan tiket" yang mendebarkan. 
TIket yang dibeli online Shinjuku - Kawaguchiko
Bis menuju Kawaguchiko
Pemandangan Shinjuku - Kawaguchiko
Setelah sampai di Kawaguchiko stasiun, kami nyambung lagi naik bis sekitar 45 menit menuju pedalaman bukit yang di kiri kanannya terhampar pepohonan yang indah (walau most of them sudah gugur). Mudah sekali membayangkan betapa syahdunya perasaan spektakuler menyusuri lorong penuh warna di saat musim puncak mekarnya bunga. Sayangnya saya gak sempat motret, keasyikan ngobrol ama seorang grandma yang duduk di sebelah kiri saya (beliau duduk di lorong bis dengan kursi tambahan).


Fuji Shibasakura adalah salah 1 dari 5 spot terbaik untuk memandang gunung Fuji, ditingkahi dengan hamparan luas bunga Shakura Shiba sejauh mata memandang. 

Perjalanan 3 jam lebih dari Tokyo sungguh tak sia-sia. Gunung Fuji indah terpampang walau puncaknya hampir selalu ditutup awan, dan taman Shiba Sakura indah membentang walau belum semuanya mekar sempurna. Seperti halnya Keukenhoff (Netherland), lokasi ini hanya dibuka 1-2 bulan selama bunga mekar.

Damai sekali berada di tengah hamparan Sakura Shiba yang didominasi warna merah, pink, putih, dan ungu, sambil menatap gunung Fuji. Gunung yang puncaknya diyakini sangat simetris. Bukankah sesuatu yg simetris secara alami itu sangat menarik? Menimbulkan perasaan berdebar yang menyenangkan memikirkan rahasia di baliknya.

Tami di Fuji Shibasakura
Tami, sang foto model
Kami, numpang bergaya ^_^

Bendera Koinobori festival?

Meranggas dikelilingi keindahan
Sejauh mata memandang
Perjalanan pulang ke Tokyo tak kalah seru. 
Setelah 45 menit perjalanan ke stasiun Kawaguchiko, kami ternyata ketinggalan bus ke Shinjuku. Jadilah naik train dulu ke Otsuki (selama 2 jam), nyambung ke Ueno (selama 1 jam). Mumpung di Ueno yang terkenal punya deretan halal kebab dan nasi ayam, jadilah kami wisata kuliner dulu walau udah menjelang tengah malam. 
Hari yang seru. 
Nyari halal food di Ueno. Makan di stall Chicken Man. Enaaak, halal, dan porsi jumbo!
Diawali dengan nyasar heboh di Shinjuku, lalu menikmati indahnya Shiba Sakura dan mt Fuji, dan ditutup dengan chicken rice porsi jumbo di Ueno. Alhamdulillah.... Semoga suatu saat bisa ke sini lagi ya. Mengagumi simetrisnya puncak gunung Fuji sambil menghayati hamparan warna warni bunga di 8 penjuru angin.
Alhamdulillah....



Jumat, 28 April 2017

[Traveling] Japan day 6, Asakusa-Harajuku, 27 April 2017

Ini adalah pagi pertama di Tokyo, setelah perjalanan panjang semalam naik Shinkansen dari Kyoto-Tokyo, plus perjuangan mengeluarkan koper super gede dari padatnya suasana subway Tokyo. Bonus perasaan gak enak karena barang bawaan gede sendiri di tengah kepadatan masyarakat Tokyo yang lalu lalang dengan cepat naik dan turun kereta. Pelajaran penting supaya lain kali bawa koper jangan gede-gede.

Sejak Shinkansen kami berhenti di Shibuya semalam, saya sudah jatuh cinta dengan kota ini.
Saya antara bengong dan kuatir melihat orang-orang lalu lalang begitu cepat. Takjub melihat pakaian kerja mereka (kaum laki-laki) yang senada semua (jas abu-abu atau hitam, kemeja polos, dan dasi warna senada), dengan ekspresi yang rata-rata serius. Adapun kaum wanita terlihat lebih beragam jenis pakaiannya. Kami mencapai Shibuta sekitar jam 9 malam, dan tidak menyangka suasana masih seramai ini. Bahkan sampai kami kemudian keluar stasiun sekitar jam 10 malam, suasana masih rame. Saya lupa apa kemaren sudah cerita bahwa seorang gadis Jepang yang mungil bersusah payah membantu saya menyeret koper raksasa saya menuruni belasan anak tangga menuju lift. Terharu sekali rasanya.

Baiklah, ini pagi pertama di Tokyo. Kami menginap di sebuah kamar di daerah Komazaya, persis di atas toko roti.
Tami yang sudah lebih familiar dengan kota ini (karena sudah pernah ke Tokyo) mengajak ke Shibuya lagi, untuk berfoto di depan patung Hachiko yang terkenal itu .Antriannya tidak terlalu panjang. Pengunjung saling membantu memotretkan. Suasana di seputaran taman dimana patung Hachiko berada juga menyenangkan. Dipenuhi berbagai kalangan dengan kostum-kostum aneka tema.

Dari Shibuya kami menuju Asakusa via Ginza Line. Lama perjalanan sekitar 32 menit.
Asakusa merupakan salah satu lokasi tujuan wisata di Tokyo. Luar biasa rame di area dari gerbang merah Asakusa yang happening itu sampai dengan lingkungan Senso Ji temple.
Banyak spot-spot foto menarik di Senso ji temple ini. Sepanjang jalan dari gerbang sampai ke temple dipenuhi oleh souvenir shop, kuliner, dan lain-lain. Tokonya bentuknya seragam dan berjejer rapi. 
Temple di Asakusa
Pertokoan di sepanjang gang menuju temple di Asakusa

Pertokoan di sepanjang gang menuju temple di Asakusa
Pertokoan di sepanjang gang menuju temple di Asakusa


Di depan kuil


Gadis berkimono di sebuah sudut di Senso Si Temple
Sebuah sudut di taman


Yang khas dari temple ini adalah sandal Jepang kuno raksasa di salah satu dinding gerbangnya, pohon-phon sakura mini, sebuah tiang dengan bendera Koinobori yang berkibar kibar, serta pilar pilar penuh dengan tulisan kanji. 
Tami dan sandal raksasa

uNisA  dan sandal raksasa

Suasana di depan kuil yang juga dipenuhi pelajar

Masih di komplek kuil di Asakusa

Ini spot yang instagrammable banget. Cocok buat Tami :-)

Kami makan siang di SekaI Kafe. Sebuah kafe yang muslim friendly (menyediakan burger halal, tempat wudhu, bahkan tempat sholat yang bersih). Sayangnya saya lupa motret pojokan yang dia sediakan buat sholat. Lengkap dengan spot buat wudhu. Terima kasih warga Jepang atas pengertiannya :-)

Sorenya kami ke Harajuku (sekitar 1 stasiun saja dari Shibuya). Harajuku ini persis banget Orchard Road nya Spore. Sempat mampir ke toko sepatu kebangaan Jepang yang lagi heitz, Onitzuka tiger, dengan rata-rata harga 8000 yen (atau sekitar 850rb). Kabarnya di Jakarta harganya mencapai 1.5 juta rupiah. Sayangnya saya lagi gak berminat belanja, apalagi jualan hehe. Padahal lumayan tuh prospeknya.
Stasiun Harajuku


Dari Harajuku kami balik ke Shibuya. Dari Shibuya sempat salah naik kereta (sesuatu line express), padahal mestinya naik line Tokyu Den-en toshi line. Baru nyadar saat tiba-tiba ngeh kok keretanya cepet banget dan lamaaa antar stasiunnya. Akhirnya kami buru-buru turun dan naik kereta yg benar. Ternyata makin disadari bahwa jalur kereta di Tokyo ini lumayan rumit.

Kami menutup perjalanan hari ini dengan tersenyum, sambil merebahkan badan kembali di sebuah penginapan berbau harum karena persis di atas toko roti. Selamat malam Tokyo!

[Traveling] Japan day 5, Kyoto, 26 April 2017

Hari ini agak gak sesuai rencana sih, walau tetap saja yang namanya perjalanan di Jepang sepanjang trip ini Alhamdulillah senantiasa menyenangkan.
Rencana awalnya adalah hari ini temanya "Bersepeda di Kyoto!", lalu melanjutkan perjalanan ke destinasi kami berikutnya: TOKYO!

Tapi apa daya, sejak awal langit Jepang telah dihiasi hujan, sehingga cukup puas dengan jalan-jalan aja di Kyoto,
Ditemani oleh suasana hujan gerimis, kami naik taksi ke Shin Osaka. Di Shin Osaka kami sekalian beli tiket shinkansen ke Tokyo, yang  sepaket dengan tiket Shin Osaka - Kyoto (mengingat Kyoto ada di stasiun menuju Tokyo). Jadi kami dapat 2 tiket, tiket shinkansen basic dan tiket reserve. Lucunya, tiket shinkansen basic dan reserve harus diinsert bareng di mesin.
uNisA dan koper raksasa, dari Shin Osaka menuju Kyoto

Di Kyoto awalnya ingin naik sepeda, tapi masih hujan deras. Akhirnya beli 1 day bus pass (500yen) yang bisa digunakan seharian. 
Kami sempat nyoba ke National museum Kyoto (di depannya aja buat foto-foto), lalu naik bisa lagi ke depan Gion. Banyak temple rupanya di Kyoto. Naik bis lagi buat foto-foto di depan sebuah gerbang berwarna merah. Lumayan lah hujan-hujanan.
Di bis saat selfie dgn background gadis-gadis Jepang berkimono, mereka malah happily smile to us dan mau aja diajak foto lagi. Hehe urat malu agak hilang dikit.


Berusaha selfie dengan wanita-wanita Jepang


Foto berdua Tumi
Muter-muterin Kyoto naik bus pass
sebuah sudut di Kyoto


Karena ngejar Shinkansen jam 3.05 PM menuju Tokyo, kami tapau subway aja, makan di peron. Soalnya kepikiran si koper berat yg ngerepotin ini looh...


Sambil nunggu Shinkansen kami, saya sempat merekam situasi di peron. Yang namanya Shinkansen ternyata banyak banget jadwalnya, dan jaraknya hanya 5 - 10 menit. Gak nyangka, secara ini kereta super cepat. Seperti semua kereta di Jepang, kita bisa prediksi setiap peron bakal berhenti di mana. Di Shinkansen ada 3 gerbong non-reserved, harga tiketnya nyaris separuhnya. Tapi kami gak berani ambil risiko, beli yang reserved aja di gerbong 4. O iya, Harga tiket Shin Osaka ke Kyoto najk JR, lalu nyambung Shinkansen Kyoto - Tokyo 14450 yen. Saya sangaaat menikmati pemandangan 3 jam menuju Tokyo.

Dari Kyoto, Sinkansen hanya berhenti di stasiun Nagoya, Shin Yokohama, Shinagawa, dan Tokyo. Kami turun di Shinagawa karena airbnb kami deketnya ke Shibuya. Agak shock nyampe Shinagawa (apalagi Shibuya), penuuuuh manusia. Saya sempat bingung ini gimana caranya bisa keluar dari stasiun, penuh banget manusia dan koper saya luar biasa besar (lain kali jangan bawa koper guedeee kalau mau traveling ke banyak kota yaaa..). Alhamdulillah sering banget ketemu orang Jepang yang baik hati dan penolong. Di suatu kesempatan, saya pernah ditolongin seorang gadis Jepang yang cantik dan modis, menggotong koper raksasa ini turun tangga yang jumlahnya mencapai belasan. Alhamdulilah.


Yang khas dari Tokyo adalah stasiun keretanya selalu padat dan rame. Kita harus berjalan cepat, kalau perlu setengah berlari, jika tidak mau kena risiko ketabrak.

Akhirnya kami berhasil keluar dari stasiun Shibuya, dari Shibuya kami naik taksi ke Komazawa. Penginapan kami bagus dan bersih, berada di atas toko Roti. Jadinya selalu mencium bau roti yang harum. Alhamdulillah.
Lalu kami menutup hari dengan tidur nyenyak di penginapan di tengah kota Tokyo yang wangi oleh aroma roti.
Penginapan kami. Nyaman bangeeet