Kamis, 18 Agustus 2011

Menoleh ke Belakang

Tahun ini berat juga ya ^_^
Menjelang usia 30 tahun, rasanya ujian begitu bertubi-tubi, terutama sejak bulan May 2011 ini. Bertubi-tubi dan menghantam dari segala sisi.
Dan semua yang dihantam adalah sisi-sisi terlemahku. Tidak hanya di satu titik tapi di banyak titik. Ada beberapa saat di dalam hidup ini ketika rasanya beban-beban itu tak tertanggungkan lagi.  Saat dimana bahu ini rasanya tak kuat lagi memikul semuanya.

Dulu, rasanya, seberat apapun persoalan,  selalu merasa yakin bahwa aku akan sanggup hadapi itu. Dan setiap hari  merasa semakin kuat hadapi hidup ini. Selalu yakin akan ada jalan keluar. Barusan coba renungi masa lalu. Telaah persoalan-persoalan hidup. Dimana aku selalu bisa bangkit. Kenapa sekarang rasanya tidak bisa? (Ah, lebay nih akyuuuu… :P)

Ketika susah punya seragam baru pas SMA, aku cuek aja make baju-baju bekas dari orang tua muridnya Ibu. bahkan nama pemilik lamanya tak aku copot sebab kuatir bajunya sobek. Bagi beberapa temanku saat itu, ini adalah masalah. Bagiku tidak.  Make baju bekas kan ga’ dosa. Saat itu aku punya pandangan baru bahwa, hal-hal yang bagi orang terlihat sulit, ternyata saat kita jalani dengan lapang hati, insyaAllah ga berat. Maka lewatlah masa-masa SMA dengan seragam-seragam bekas. Rok-rok bekas yang harus dipeniti disana sini. Ada yang kependekan, kegombrongan. Baju-baju dengan label nama orang-orang yang tak aku kenal. Alhamdulillah tak mengurangi prestasi belajar.

Pun, ketika kuliah di Bandung. Saat uang kiriman dari kampung ternyata seringkali tak cukup. Alhamdulillah selalu banyak jalan keluar. Ketemu teman2 sekampung yang tak segan-segan minjemin duit. Dapet kos yang memungkinkan untuk jalan kaki ke kampus. Ketemu kontrakan sesama suku yang membolehkanku bergabung dengan sistem ’saweran uang masak’ yang sangaaat menghemat pengeluaran. maka hari2 kembali dijalani dengan gembira. setiap 1000 rupiah sungguh berharga kala itu. Subhanallah…

Kemudian Allah berikan aku rejeki untuk lanjutkan kuliah di Singapore dengan beasiswa penuh.  Sadar sekali bahwa itu semata karena kasih sayang Allah. Sebab jika mau jujur, banyaaak sekali yang lebih pintar kala itu, baik di atas kertas maupun secara praktek. Hanya kasih sayang Allah lah yang membuatku bisa terbang ke Singapura. KasihNya dan do’a-do’a ibunda. Maka kuhadapi kembali hari-hari seru di perantauan. Alhamdulillah selama di sana tak pernah lagi ada masalah keuangan. Mulai bisa tersenyum mengingat saat2 di Bandung, ketika uang kiriman tak kunjung datang padahal duit di kantong tinggal 5rb saja. Masa-masa bahagia  ketika bisa survive kala itu dengan seribu rupiah perhari…

Kemudian lulus kuliah. Masa-masa mencari kerja agak sulit. Cukup lama menganggur dan uang tabungan mulai habis. Maka suatu ketika aku pasrah untuk meninggalkan Singapura dan balik ke Indonesia. Kerja apapun sepanjang tidak merepotkan ortu dan bisa survive hidup mandiri. Ketika tiket pesawat sudah di tangan, sudah menuju bandara, sudah ikhlaskan diri ke Jakarta tanpa benar2 mengerti hendak kemana, tiba2 sebuah instansi di Singapura menelpon, mengabarkan bahwa aku diterima bekerja di sana. Maka kembalilah aku ke Singapura. Kembali aku rasakan kasih sayang Allah. Kembali aku merasakan bahwa tanpa Nya, sungguh diri ini lemah…

Kemudian episode-episode hidup silih berganti. Aku kembali berikhtiar untuk kembali ke Jakarta, diantaranya karena alasan-alasan emosional. Hijrah ke Jakarta di 2006 dan kembali lanjutkan babak-babak kehidupan seorang diri. Lingkungan baru, teman-teman baru, suasana kerja baru, suasana ibadah yang baru… Hidup sungguh penuh warna..

Kemudian menjadi istri, menjadi ibu… subhanallah..

Episode hidup kembali bergulir. Ada tawa, tangis, suka dan duka. Semuanya berganti-ganti. Namun persoalan apapun yang menerpa, rasanya selama ini tangan-tangan ini masih kuat menggenggamnya. Bahu-bahu ini masih kuat menopangnya. Kaki ini masih kuat menapakinya. Semua tarbiyah Allah selalu kurasakan sebagai bentuk kasih sayangNya untuk melecut, untuk menegur, untuk menempa. Menempa fisik ini agar semakin kuat, menempa hati ini agar semakin tegar dan menempa jiwa ini agar semakin kokoh. (hehehe sok tegar… )

Tapi,
baru kali ini , baru 3 bulan ini, aku benar2 belum bisa pahami ujian yang sedang Allah berikan. Baru kali ini rasanya lutut ini goyah, hati ini koyak, jiwa ini remuk. Dan sudah berbulan-bulan mencari jawaban, masih juga belum kutemukan penawarnya. Aku musti gimana ya? :). Serius deh, kali ini bingung banget.  Hasilnya nafsu makan meningkat, badan tambah gemuk hehe. Kebiasaan buruk neeeh… Payah deh unisa… ^_^

Aku masih tak paham, apakah ini ujian, teguran atau adzab. Aku masih tak mampu temukan penawarnya. Bahkan setelah berikhtiar menengok ke belakang, menggali obat-obat penawar, masih juga tak kutemukan cara membasuh hati, membebat luka, menyegarkan jiwa.
Lalu apa yang harus kulakukan, wahai Rabb yang menggenggam jiwaku…

Rabu, 17 Agustus 2011

Cobaan

Allah..
bertubi-tubi ujian yang kau turunkan akhir-akhir ini sungguh terasa berat.
Tak jarang rasanya terlalu susah hadapinya..

Aku juga tak mampu definisikan, apakah ini ujian, teguran atau jangan-jangan adzab? Termasuk kategori yang manakah ini?

Jika ini ujian, kumohon jangan engkau uji lagi lebih berat daripada ini. Engkau pasti Maha Tahu seberapa kuat lengan-lenganku menahan ini. Dan bahwa terkadang mulai terasa goyah.
Jika ini teguran, sungguh akan kuperdalam lagi muhasabah-muhasabah ini. Akan kutelaah lautan-lautan dosa ini. Celah-celah maksiat yang mana yang harus aku tinggalkan dan amalan-amalan apa yang telah aku lalaikan.
Jika ini adzab, sungguh aku mohon ampun. Aku tahu bahwa hanya Engkau yang tidak akan pernah menolak permohonan maaf, permohonan ampun dan sungkuran sujud...

Selasa, 02 Agustus 2011

Musibah


Allahumma'jurna fi mushibatina wakhluf lana khairan minha...
Ya Allah pahalakan musibah kami & gantilah yang lebih baik darinya...
Ya Allah hadirkanlah ketenangan ke dalam jiwa kami, hilangkan perasaan was-was, takut dan putus asa dari hati kami....