Minggu, 29 Desember 2019

Kilas balik 1 dekade?

Lagi ngetren kilas balik kisah hidup dalam 1 dekade terakhir.

Jadi ikut flashback.
Tapi tak perlu 1 dekade, bahkan 2.5 thn terakhir rasanya kayak rollercaster maksimal.
Keluarga. Rumah tangga. Orang tua. Ada chaos, ada perih, ada perjuangan yg tak pernah terbayangkan.

1 pelajaran yang luar biasa dahsyatnya adalah, rupanya segala permasalahan tiba-tiba menjadi kerdil saat kau nyaris kehilangan orang tua. Kehilangan Ibu. Bagi saya tak ada tarbiyah yang melebihi rasa nyeri saat 2 minggu full bermukim di kamar singgah RS PON menunggu Ibu yang terbaring di ruang SCU (stroke care unit). Kamar istirahat diisi 10 kasur keluarga pasien. Setiap pengumuman loudspeaker ICU/SCU dinanti dengan harap, cemas, dan takut. Sebab tak ada yg dapat menebak maknanya. Nyeri melihat kadang ada kisah yg tak berakhir indah. Nyeri membayangkan apakah diri ini sanggup dengan skenario apapun. 2 minggu silih berganti penghuni kamar singgah yang pulang pergi. Ada jeritan pilu karena berita duka, ada tawa bahagia karena akhirnya pulang ke rumah dengan lega. Setiap hari adalah misteri. Detik-detik penantian menguji kekuatan nyali dan hati.

Saat itulah diri rasanya begitu kecil dan kerdil. Tak ada kekuatan. Tak ada kehebatan. Dan semua persoalan yg tadinya sebesar gunung tiba2 menjelma sekecil semut. Tiada artinya. Semu. Satu2nya doa yang kau minta adalah diberi kesempatan lagi untuk berbakti. Sebuah tamparan juga bahwa rupanya selama ini tak pernah sungguh2 berdoa. Hanya kali ini.

Dan sekarang, 1 tahun berlalu. Allah berikan kesempatan itu. Walau selalu tak pernah kita benar2 yakin sudahkah optimal upaya yg dilakukan.

Jadi, jangankan 1 dekade, bahkan 1 tahun, 2.5 tahun, kita bisa berada dalam kondisi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.

Sehingga, ibarat luasnya hamparan sawah sejauh mata memandang, yang menyegarkan fikiran dan menyejukkan hati
...maka, semoga hidup juga selalu memberikan penawar yang tak hanya membantu kita berdiri tegak, melangkah, dan berlari, namun juga memberi keyakinan bahwa selalu terbentang hamparan luas pelajaran yang akan selalu mengokohkan hati. Dan setiap onak duri hanyalah cabaran untuk menguji kekuatan langkah kaki.Alhamdulillah 'ala kulli haal.

Rabu, 06 November 2019

[Tekos]...tentang solat

Terus terang saya (belum/tidak) pernah tahu setiap sholat yang mereka lakukan itu bersumber dari sebuah landasan taqwa yang hakiki atau sekedar gerak motorik dinamis nan auto pilot sekedar rutinitas. Namun, tak bisa disangkal bahwa saya cukup menikmati adegan panik nak Hanif bangun pagi setengah menangis (kalau saya udah siap berangkat padahal dia baru bangun) "bundaaaa, subuh masih ada gak bundaaaa. Bundaaaa, kenapa gak dibanguniin bundaaa. Malaikatnya masih ada gaak bundaa"

😅 

Terus terang saya belum benar2 tahu, bagaimana mereka memaknai ibadah sholat dalam hal aspek keterhubungannya dengan rutinitas lain, serta konteks lainnya. Namun, tak bisa disangkal bahwa saya seringkali gak bisa menahan tawa ketika saya bangunin nak Hanif tiap beberapa jam untuk pipis (dalam rangka antisipasi ompol), yang dia lakukan sambil merem bukan pipis tapi Wudhu. Lengkap dengan doanya. Trus tidur lagi.

😘

Terus terang saya (belum/tidak) tahu sejauh apa mereka menginternalisasi dampak sholat bagi prilaku, cara fikir, maupun framework kehidupan lainnya. Namun, saya cukup tertegun ketika suatu saat nak Hafidz pasang alarm bangun sepertiga malam demi sebuah do'a khusus "lulus ujian taekwondo!".

Takut gak lulus, katanya. Karena dia merasa gak berbakat taekwondo, namun sangat ingin lulus ujian. Setelah hopeless dengan hasil seluruh latihan mandiri, dia merasa upaya puncak harus dilengkapi dengan mengadu sama Allah.

Sebuah lecutan juga buat saya, jadi malu bahwa saya sendiri gak seserius itu curhat sama Allah atas berbagai harapan dan impian saya yang luar biasa banyaknya. Jauuuh kompleksitasnya dibanding "lulus taekwondo". Banyak sekali. Sampai susah dibedakan mana keinginan dan kebutuhan 🙈.

Saya belum benar2 tahu, apakah sholat telah menjelma di mata mereka menjadi sebuah kebutuhan, atau sekedar menggugurkan kewajiban. Saya belum tahu.
Namun demikian, prilaku-prilaku kanak-kanak mereka dalam mengembangkan pemahaman itu tak jarang justru menjadi pembelajaran tersendiri buat saya. Terlepas dari segala kekurangan-kekurangannya.

Terima kasih, Nak....

Selasa, 05 November 2019

[Tekos].. dan old town road

[Nak H2 dan Old Town Road]


Saya ndeso soal dunia musik.
Lagu-lagu yang saya tahu hanya yg dinyalain di warung sate kami (sejak SD-SMA), atau yang ada di MTV Musik Ampuh sambil ngajar les saat SMA 😅.
.
Knowledge saya tentang musik freeze di tahun 1999 (saat kuliah ke Bandung), dan makin berhenti sejak tahun 2000 (mulai kuliah di Singapura) dan mulai berhijab. Tapi coba tanya segala grup nasyid Singapura dan Malaysia. Khatam semuanya, sampai ke pertunjukan2nya 😅. Skrg musik cuma bisa saya nikmati saat Aerobic. Di luar itu, cenderung gak betah

Nah Hafidz dan Hanif ternyata beda. Suatu hari tahun 2017 nak Hafidz minta ijin mau nampil di sekolah nyanyi. Uwow banget pikir saya. Kapan tau lagu2, di rumah jarang ada musik, kecuali lagu minang 😂

Trus sekilas nyimak liriknya "Rockabye baby, blablabla". Apaan tuh, dalam hatiku kezel. Saat itu dia masih 9 tahunan. Pakai beibi beibi apaan 😪😪. Malamnya kutanya deh soal lagu itu. Emang gak ada lagu lain. Kok ada sayang sayangnya, emang abang ngerti apa?

Trus jawaban dia "Bunda dah baca liriknya? Ini lagu buat bunda. Ini tentang kisah seorang single mom membesarkan anaknya yang berusia 6 tahun"

Whoaa.. aku speechless.
Long story yang terjadi hari2 setelah itu. Agak memalukan tuk diceritakan. Ada rasa haru, tapi ada rasa takut juga "bagaimana mereka menerjemahkan hidup di usia ini?", fikirku.

Itu 2017, nak Hafidz 9 tahun. Sekarang 2019, kisahnya Hanif, usia 10 tahun.

Udah 2 mingguan ini dia suka menyenandungkan lagu ada horse horse nya. Kupikir lagu tentang makhluk hidup pelajaran di EF. Ternyata bukan.

Semalam sambil ngobatin jetlag, kami ber 3 ngobrol kangen. Hanif cerita bahwa lagu Old Town Road itu bukan tentang kuda. Tapi kisah perjuangan hidup dengan segala rintangannya.
Sambil ngantuk dengan sok tahu dia tepuk2 pundak saya:
"Hidup itu berjuang bunda, sekuat tenaga"