Senin, 26 April 2021

Sahabat dan jendela emosi




 "Jendela emosi, sangat penting dimiliki setiap orang. Untuk meleraikan berbagai timbunan kusut di kepala, menderaikan tawa dengan output semburat bahagia, sebagai obat bagi jiwa. Menyehatkan, menyembuhkan".

Itu penjelasan psikolog, yang tentunya sudah aku sunting dengan diksi pilihanku. Tapi intinya begitulah. Setiap orang perlu jendela emosi untuk menyalurkan tumpukan energi dalam dirinya. Supaya kembali segar bugar.

Jendela emosi bisa berupa penyaluran hobby (main musik, nyanyi, olahraga, membaca, menulis), kegiatan spiritual (baca Qur'an, dengerin kajian), bersosialisasi, dll.

Saya punya bbrp jenis jendela emosi, semuanya menyenangkan (of course!). Salah 1 favoritku adalah pertemanan.

Saya bucin banget kalau udah soal berteman. Can not live without them. Apalagi yg frekuensinya udah klop banget gak karu2an. Saya udah sampai di level "name the place, I'll be there, in a minute".

Tahun lalu, saya sempat terjebak dalam a very wrong and toxic kind of friendship. Gak pernah jiwa selelah itu. Dari seluruh jenis "inner circle" yang ada, kenapa yg ini malah bikin seluruh energi-ku tersedot habis seperti dihisap dementor. Aku kehilangan diriku. Seutuhnya. Entah menjelma jadi siapa.

Lalu saya mundur sejenak, dibantu terapi sana sini, dan segala "omelan2" sahabat2 baik, saya rasanya seperti manusia tenggelam yang diangkat lagi ke permukaan. Sakit, namun perlahan melegakan. Saya lahir lagi. Untuk pertama kalinya saya sangat serius mempelajari orang lain, dan diri sendiri. Perih, tapi banyak pembelajaran.

Semoga ya semoga, aku tak jatuh lagi di lubang yang sama. Sudah terlalu tua untuk mengada-ngada.

Dan untuk teman-temanku. Terima kasih ya, untuk semua lengkungan di sudut-sudut bibir. Untuk semua waktu yg telah diluangkan. Untuk semua keceriaan yang dibagi. Dan untuk semua suntikan semangat tentang berbagai topik kehidupan.

Thank you for having me...❤❤

//minjem foto reunian mommies NTU-NUS yak 🌹🌹