Rabu, 25 Mei 2016

900 kotak lemon tea Albert Heijn

Salah satu hiburan malam hari sambil ketak ketik di depan laptop adalah dengerin komentar-komentar H2, si anak usia 6 tahun, yang seringnya bernuansa matematis. walau kadang-kadang bikin pusing dan cukup menyita waktu untuk mendamaikan antara menjawab kegundahannya atau menyelesaikan tugas kuliah 
Misal:
Hari ini dedek agak kesal karena di kotak popsicle yang katanya isinya 10 tapi cuma ada 9 || ooh, yang packing mungkin lupa || tapi di kotaknya ditulis 10, dia berbohong? || gak sengaja kali, mungkin petugasnya lelah, lalu salah hitung...
*Gak tahu dapet sifat perfeksionis dari mana, tapi dia care sekali dengan sebuah pola, dan selalu menghitung benda-benda

atau:
Tadi udah makan biskuit 3,bawa ke sekolah 4, abang makan 2,kok sisanya hilang ya? 3 lagi ke mana ya? Jadi bingung, apa dedek salah hitung || Mungkin dimakan ama anak kuliahan yang lagi sibuk kejar tayang tiap selasa pagi || ooo, bunda.
*setelah itu baru dia bisa tidur dengan lega tanpa mimpi dikejar-kejar biskuit

atau:
Ini suhunya berapa ya, bunda? || katanya 11 derajat celcius || Apa bedanya dengan 10 derajat? || ya 10 lebih dingin || kenapa lebih dingin......*dan begitu terus sampai dia capek sendiri atau emaknya yang capek lalu pakai jurus pamungkas "siapa yang telat bangun gak boleh mandi pagi"
(jangan ditiru ya jurusnya.... ~_~, salah 1 kekurangan besar emak yang 1 ini adalah kalau menjawab kadang setengah mikir karena disambi-sambi ngerjain tugas. Rasanya perlu badan pengawas dan auditor, deh. Maaf ya, Nak ~_~)

atau:
Bunda, 8 jam itu berapa detik || 8 dikali 60 menit kali 60 detik || iya tahu, tapi berapa detik ya bunda? || duh, susah, bentar ya itung dulu pake kalkulator (emaknya males), 28.800 detik|| ooo || kenapa harus 8 jam? kalau udah ngerti 1 jam kan sama aja || iseng aja (cengengesan),trus bagaimana menentukan 1 detik itu? || kalau gak salah ada hubungan dengan masa bergetarnya atom || atom itu apaan? || partikel terkecil dari sebuah materi || materi itu apa? || maaf ya dek, bisa udah dulu gak diskusinya? sudah saatnya bobok, dan juga kalau ini dilanjutkan nanti thesis bunda gak kelar-kelar sampai bendera Minangkabau mirip ama bendera Jerman || loh, bukannya udah mirip? || oh iya...

atau:
Bunda, ini barang harganya berapa?|| 150 euro, Nak || Oh,jadi kalau bunda beli ini 3 buah itu sama kayak aku beli 900 kotak lemon tea Albert Heijn yang harganya 50 sen itu?
Dan sejak itu setiap kali mau beli-beli apa-apa si emak jadi inget lemon tea Albert Heijn, dan jadi batal belanja ~_~


Selasa, 24 Mei 2016

Laskar (emak-emak) van Holland

*tulisan ini ditulis buat memeriahkan "Laskar van Holland" by PPI Belanda

“Ibu, tanganmu yang mengepal adalah kepak sayap burung-burung. Yang membawa benih dan menebarkannya di belantara matahari”

Kalimat di atas adalah kalimat pembuka buku “La Tahzan for working mothers” (2008), yang merupakan kumpulan tulisan dari ibu-ibu muda yang memilih untuk berkarya di luar rumah. Working mom, istilah kekinian masa itu. Saya turut menulis di sana. Menceritakan salah 1 episode menarik dalam hidup, yaitu ketika harus dinas jauh beberapa waktu meninggalkan bayi kecil. Saat-saat ketika seorang working mom dihadapkan pada konsekuensi logis atas sebuah pilihan hidup yang dibuat dengan penuh kesadaran. Tanggung jawab professional sebagai pegawai yang disiplin. Tanggung jawab keilmuan sebagai seorang penjelajah oase ilmu pengetahuan. Dan tanggung jawab sebagai seorang ibu kesayangan. Semuanya berkejar-kejaran seiring berlarinya sang waktu. Setiap kita punya kisah yang unik, bukan? Kebetulan kisah seru saya di antaranya adalah menyiapkan ASIP di perjalanan, termasuk di pesawat dan di sudut ruang-ruang rapat nun jauh di belahan bumi yang lain.

Siapa sangka 6 tahun kemudian saya kembali dihadapkan pada situasi yang mirip, walau dengan tingkat kerumitan yang jauh lebih melilit. Dua koper besar yang sudah dipenuhi dengan peralatan tempur 2 bocah yang hendak ikut berpetualang membuka wawasan di negeri yang asing, mendadak hanya bisa teronggok membisu. Seiring sebuah peristiwa fenomenal yang membuat suami saya tidak bisa ikut ke Negeri yang Oren. Setiap kita punya kisah yang unik, bukan? Kebetulan kisah unik saya di antaranya adalah berusaha membesarkan hati saat mengantarkan kedua cahaya mata ke ranah minang.

Maka kemudian saat rindu melanda, saat sibuk menghitung ratusan hari menuju perjumpaan berikutnya, saya sampaikan gumam mesra melalui angin.

Bergembiralah Nak, terus bergembira. Semoga kaki, tangan dan badanmu semakin kuat.
Pun hati dan jiwamu.
Cerialah Nak, terus ceria. Semoga do'a-do’a kami sanggup membuka pintu-pintu langit, memohonkan penjagaaan kepada Yang Maha Menjaga.
Tersenyumlah Nak, terus tersenyum. Mulai belajarlah riang menapaki mushola-mushola ranah minang, mengikuti pemuda-pemuda Surau kampung halaman. Sebuah kemewahan yang jarang ada di kota-kota besar. Salam rindu emak.

Staying abroad mom

Jadi mana bagian dari tulisan ini yang menyangkut tema Laskar Van Holland?  Pada dasarnya ini adalah tulisan mengenai Laskar pencari ilmu di segmen tertentu, yang mungkin jarang dibahas karena dianggap tabu (mungkin). Yaitu para ibu yang kebetulan dihadapkan pada kondisi harus berpisah dengan sang buah hati. Sebutlah studying abroad mom. Tidak hanya di Belanda. Saya mungkin termasuk yang bawel dan lebay, karena setiap saat sibuk sekali membuat puisi dan prosa menceritakan kerinduan kepada anak-anak. Namun saya yakin ada banyak sekali kaum ibu yang bahkan tidak kuasa menuliskan kerinduan itu. Ada banyak sekali para ibu yang bahkan harus setiap saat menyibukkan diri di kampus menepis rindu. Ada banyak sekali para ibu penuntut ilmu yang diam-diam menangis di kesendiriannya setiap mengingat kesayangan. Ada banyak sekali para ibu-ibu penuntut ilmu itu yang tertegun kelu setiap mengunyah makanan lezat sambil berfikir “andai bisa kubagi ini dengan anakku”.

Tulisan ini saya persembahkan khusus buat ibu-ibu ini. Tapi tolong. Tolong jangan tanya mereka mengapa tega meninggalkan Ananda jauh di mata. Percayalah, setiap orang punya kisah yang unik. Sungguh, ada banyak kisah. Dunia tidaklah putih dan hitam saja dengan garis batas yang tegas antara keduanya. Ada banyak warna. Cukup kaum-kaum tertentu yang sibuk berpolemik working mom vs staying at home mom. Cukup kaum-kaum tertentu yang meragukan dan mempertanyakan kesohihan naluri keibuan jutaan wanita yang meninggalkan anaknya > 8 jam sehari. Tulisan ini juga tak hendak membela diri. Tidak, tidak perlu. “Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun. Karena yang menyukaimu tidak butuh itu, dan yang membencimu tidak percaya itu” (Ali bin Abi Thalib).

Satu tahun saya ditakdirkan untuk berpisah dengan anak-anak. TarbiyahNya untuk kami luar biasa. Kaki dan tangan mereka yang biasa lemah karena jarang berinteraksi dengan alam, dalam setahun menjadi jauh lebih kuat karena sehari-hari bermain-main di belukar mengejar belalang, jalan kaki jauh ke sekolah, bahkan buat mereka nyemplung dan nyungsep di sawah itu keren abis. Mereka yang awalnya hanya mengerti hewan ternak dari buku-buku, jadi paham sekali segala jenis hewan ternak, bahkan gembira bermain dengan cacing dan ulat.  Akan halnya saya, tentunya harus mengisi hari dengan kegiatan belajar. Tak dapat saya pungkiri bahwa saya senang sekali kembali ke nuansa akademis. Berenang-renang di lautan ilmu pengetahuan yang rasanya seperti tak bertepi. Di balik beratnya perkuliahan, senantiasa merasa takjub setiap menemukan fenomena keilmuan yang baru. Sungguh, bagi penuntut ilmu rasanya pertanyaan-pertanyaan di kepala itu tak ada habisnya. Dan jawaban akan setiap misteri akademis seolah berisi lapisan-lapisan yang selalu menunggu untuk dipahami.

Dibanding mahasiswa lain, saya termasuk yang paling tua. Atau mungkin memang yang paling tua. Rata-rata beda usia dengan teman sekelas mencapai 7 – 11 tahun. Tertekan gak? Wah sempat banget. Takut banget otak yang tua dan lelah ini bakal tertinggal habis-habisan bersaing dengan usia-usia muda yang imut dan cemerlang. Namun kemudian saya teringat tempaan budaya kiasu selama 5,5 tahun kuliah dan kerja di Singapura. Sekuat tenaga saya panggil kembali ruh kiasu yang mestinya bersemayam di sebuah persembunyian di aliran darah ;-). Dan untuk melecut diri, saya berusaha mengingat bahwa saya punya tanggung jawab besar terhadap instansi yang menyekolahkan saya ke Belanda. Setiap orang punya kisah yang unik bukan? Kebetulan kisah saya adalah sebuah tekad untuk menyandingkan hasrat menjadi mahasiswa yang cemerlang, dengan tetap memegang impian menjadi ibu tersayang.

Academic culture

4 tahun kuliah di Singapura dan hampir 2 tahun kuliah di Belanda, mau gak mau alam bawah sadar melakukan perbandingan. Perbedaan yang paling terasa adalah student culture. Aura kiasu sangat kental di Singapura. Suasana mulai mencekam 1 bulan menjelang ujian. Iya, 1 bulan. 30 hari. Saat di mana segala sudut perpustakaan penuh, tutorial room fully booked, segala bench dipenuhi manusia, kantin-kantin tumpah ruah dari sore sampai pagi, bahkan bawa bantal segala. Wajah-wajah ngantuk hilir mudik di kampus. Kampus seolah 24 jam hidup. Mesin-mesin kopi berisik. Asrama mahasiswa heboh, di dapur, di selasar, di taman. Tampang-tampang jutek lelah belajar menggurita. Membuat jantung kadang tertekan, merasa diri  onggokan kuah rendang yang lupa ditaburi rengginang. Rengginangnya bahkan gak ada!

Sebaliknya, mahasiswa di Belanda itu ramah banget, dan tidak terasa aura persaingan yang mencekam. Setiap orang sharing bahan-bahan ujian, summary, atau alat bantu belajar lainnya. Persaingan kita adalah bertempur melawan kemalasan diri dengan alasan segala ke-unyu-an cuaca. Terhadap nilai-pun mereka cenderung ‘santai’. Mungkin saya salah, tapi persepsi yang saya tangkap adalah mereka sangat menikmati hidup dan jarang sekali membicarakan stress-nya kuliah. Mereka kadang bingung menghadapi kita (saya?) yang kadang tak puas dengan nilai ujian dan sibuk membahas ‘mestinya saya bisa lebih baik’. Pernah ada yang nyeletuk ‘bukannya yang penting kamu sudah lulus ya, abis itu liburan, have fun-lah’. Mungkin di dalam hati mereka “stress amat sih emak-emak satu ini”…. pantes gemuk. ~_~

Saya pernah kerja kelompok dengan 4 orang students selama 2 minggu. Dan selama 2 minggu itu pula mereka ber-4 gantian liburan ke luar negeri. Hal yang gak akan bisa dijumpai kalau sekelompok kerja dengan Sporean. Can not lah. Namun demikian, mereka rata-rata sangat bertanggung jawab. Selama liburan bergilir itu senantiasa hadir online meeting untuk rapat harian. Dan rapat dilaksanakan dengan serius dan efektif. Selesai rapat ya mereka liburan lagi, sementara fikiran kiasu saya rasanya susah diajak se-asyik itu. Setelah nilai keluar, kalau bagus ya mereka senang.  Kalau hasilnya kurang bagus juga cuma pundung sejenak, lalu abis itu ketawa-ketawa lagi. Terus, tahu-tahu pasang status facebook udah berjemur di benua mana. Beda banget dengan saya yang kalau nilai ujian gak sesuai harapan bisa karokean lagu minang sendirian non-stop 2 hari 2 malam mengobati sedih. Di sana lah saya kemudian berkesimpulan bahwa mereka menganut prinsip play hard party hard. Di sisi yang ini saya takjub.

Falsafah kuah rendang

Tentang dosen juga menarik. Dosen-dosen di NTU-Singapura akan nyaris selalu ada kapanpun kita perlukan. Kalau ada pelajaran yang gak ngerti? Tinggal email atau datangi aja ruangannya. Jarang sekali ada kejadian susah nyari dosen. Makanya tak jarang di saat-saat tertentu kita berbondong-bondong antri di ruang dosen untuk minta penjelasan tentang pelajaran. Ditambah pula dengan budaya ‘tak mau kalah’, nunggu giliran bertanya sambil menyimak yang ditanyakan teman ;-).

Di sisi lain, dosen Belanda punya jadwal yang sangat sangat disiplin. Kalau gak email dulu, jangan GR bisa ketemu kapan saja. Jangan kaget juga di saat-saat tertentu mereka ada agenda liburan yang gak bisa kita ganggu gugat. Maka bagi mahasiswa thesis seperti saya, masa-masa yang sangat menegangkan  adalah ketika mencari jadwal kick off meeting, green light meeting (rapat yang menentukan kelulusan), dan jadwal sidang akhir. Susah! Sebab perlu menyatukan jadwal 3 dosen yang mazhab liburanya beragam. O iya, tambahan lagi, dosen Belanda cenderung ketat soal nilai, maka siap-siapin mental aja ya, saat sudah GR membayangkan 3 kg rendang, namun yang diterima hanyalah kuah-kuah gulai nangka di ujung nasi putih rumah makan Padang. Namun dampaknya adalah kitapun jadi berusaha keras menjadi pribadi yang disiplin dan berusaha mencapai target, agar segala kesempatan yang ketat itu bisa membuahkan hasil maksimal. Ingat, rendang yang enak itu adalah yang warnanya menghitam legam karena lama bertempur di dalam kuali menghadapi bara api. Itu falsafahnya!

Jadi kesimpulannya? Memang gak untuk disimpulkan. Hanya deskriptif. Masing-masing punya daya pikat yang khas. Yang jelas saya bersyukur pernah mengalami keduanya, dan masing-masing academic culture punya kontribusi signifikan dalam menempa ketangguhan jati diri kita. Tinggal kita mau memilih untuk ditempa atau tidak? Sebenarnya mau kuliah di manapun akan kembali lagi ke tekad individu. Ya, gak sih?

Belajar sejarah di PPI Leiden

Kenapa memilih Belanda? Salah 1 alasannya adalah saya penasaran seperti apa sebuah negeri yang begitu lama mendiami nusantara. Apa sih yang membuat bangsa yang relatif kecil secara geografis mampu begitu lama mendiami negeri lain yang jauh lebih besar, bahkan mendirikan kekuasaan segala. Maka gembira sekali rasanya ketika ada kesempatan mengikuti acara keren by PPI Leiden. HistoRun.
Oleh-oleh acara ini gak sekedar keindahan kota serta sejarah berdirinya universitas Leiden. Atau "semata" deskripsi napak tilas tentang tautan sejarah Indonesia di kota yang cantik itu. Leiden. Tidak “sekedar” mengetahui lokasi-lokasi yang menjadi sejarah perjuangan bapak-bapak bangsa. Acara itu berhasil menjadi trigger untuk memaknasi kembali catatan-catatan historis bangsa dan meninjau kembali tujuan perjalanan kita. Kita jadi memaksa diri untuk menyelami  konsep memori kolektif sebuah bangsa dan imbasnya terhadap sikap mental masa kini. Kita juga jadi merenungkan kembali bagaimana sebaiknya menempatkan diri kita terhadap semua sejarah panjang masa lalu. Juga pada pemikiran bahwa leverage sebuah bangsa akan terjadi ketika ada orang-orang yang tidak hanya memikirkan diri sendiri, tapi memikirkan diri sebagai suatu kesatuan bangsa, suatu peradaban, yang mempengaruhi konsep berfikir secara kolektif. Menanggalkan sejenak identitas mikro.
Sampai juga pada sebuah pertanyaan menarik "Sepulang dari sini, apa sih yang mau kamu sumbangkan kepada tanah air? Selain ijazah dan foto-foto cantik?"
Maka kemudian saya mendapati diri saya sering sekali menceritakan tentang Histo-run kepada 2 bocah kecil di rumah. Sampai-sampai dalam imajinasi saya, belasan tahun ke depan ketika hendak masuk universitas, anak-anak mengatakan ingin kuliah ke Belanda, lalu ketika ditanya alasannya mereka akan jawab “ingin ikut Histo-run PPI Leiden”. Persis emaknya puluhan tahun sebelumnya ketika ditanya kenapa ingin kuliah S1 di ITB, jawabnya “ingin ikut Unit Kesenian Minangkabau, ITB”. Somehow, saya percaya bahwa tujuan ‘sampingan’ yang menyenangkan, akan menambah semangat belajar. Ini sungguh cara special saya mengungkapkan pujian kepada acara tahunannya PPI Leiden yang bagi saya sangat berkesan.

Epilog

Sebelum tulisan ini menjelma menjadi novel saking panjangnya, maka saya tutup dengan persembahan kembali untuk staying abroad mom. Semangatlah bunda, teruslah semangat. Semoga segala perih perpisahan itu kelak akan menjadi kisah yang manis ketika kita menengok ke belakang saat semuanya lewat. Sepemahaman saya, tak ada ibu yang berbesar hati berpisah jauh dengan anak-anaknya. Tak ada. Namun tak semuanya perlu dijelaskan, sebab kita bukanlah seporsi kapsalon pasca ujian, yang pasti disambut perut-perut lelah dengan suka cita. Lagian tetap lebih enak lontong sayur… *eh*. InsyaAllah semua penantian perjumpaan dengan buah hati akan membuahkan hasil yang manis.
Saya kemudian teringat perjumpaan kembali dengan anak-anak setelah ratusan hari tak bertemu. Kalimat pertama mereka "kenapa kok Bunda nangis?"Gak bisa jawab. Bisu beberapa menit. Jumpa lagi setelah ratusan hari gak ketemu, malah kehabisan kata-kata. Manusia memang aneh. Kemudian saat mereka terlelap malam harinya, saya tuliskan buat mereka ungkapan hati.
“Dalam sekejap, duniaku yang sunyi kembali hingar bingar. Tiba-tiba ada remah-remah biskuit di karpet, tumpahan yoghurt di bawah meja, papan tulis penuh gambar, alat tulis di 8 penjuru angin, wajah cemong-cemong yang cengar cengir, posisi benda-benda berubah-ubah, ada jeritan-jeritan, kejar-kejaran. Heboh. Mendadak ada banyak pembagian peran. Gak lagi sekedar masak bareng, atau gotong royong bersihin rumah. Di dalam dunia khayal mereka, diriku menjelma menjadi dinosaurus, monster lumpur yg gemuk, penyihir besar atau pohon raksasa (entah kenapa perannya harus big size semua ~_~)”
Menjadi ibu. Bukan lagi ibu jarak jauh. Tapi ibu yang bisa memegang tangan anaknya.
.. yang berkesempatan mendengarkan cerita2 dan gelak tawa mereka, tanpa masalah gangguan sinyal.
.. yang berkesempatan memastikan mereka menjemput malam dalam keadaan tersenyum dan bahagia.
Percayalah, staying abroad mom, saat itu akan tiba. 
Deft, 3 May 2016


Minggu, 22 Mei 2016

Rotterdam staircase

Emak-emak pengen ikutan tren. Pengen liat tangga super heiittzz di Rotterdam, yang katanya dibangun dalam rangka ulang tahun kota ke-75. Namun terbujuk rayu teko2 buat naik ke atas (180 steps). Lupa kalo diri ini obesitas, takut ketinggian, dan nafas gak bagus. Nyampe atas langsung tepar mual2, sementara bocah-bocah ini tertawa2 riang gembira 

Senin, 16 Mei 2016

Tumpahan susu di kamar emak

Alkisah di sebuah negeri yang jauh dan jarang tersentuh sinar matahari, berdiamlah seorang Ibu bersama anak-anaknya. Terlepas dari status ibu seutuhnya, separuh utuh, atau seperempat utuh, si ibu memang sudah beberapa hari ini nyaris gak beranjak dari sudut kamar demi memenuhi sebuah deadline dari bapak dan ibu guru. Si ibu ini hanya bergerak untuk hal-hal super wajib.
Bahkan hal-hal yang separuh wajib mulai terabaikan: semisal cucian, setrikaan, dan merapikan ceceran barang-barang di lantai. Ada kaos kaki yang mulai mempertanyakan jati dirinya karena sejak jumat malam terselip di bawah pintu. Ada ceceran lego yang mulai lelah karena kadang ketendang ke kolong kasur, kadang ketendang ke dapur, kadang dijadikan alat perang-perangan, bahkan tak jarang dimarahin oleh pemilik 2 pasang kaki-kaki kecil yang gak sengaja nginjak si lego malang. 

Ada beberapa lembar handuk kusut bertebaran di mana2 (padahal biasa tersimpan rapi dan wangi di lemari) tahu-tahu dalam 3 hari ini berubah-ubah fungsi, mulai dari jadi karpet aladin, ketapel nabi Daud, bahkan sayap Doraemon. Mungkin Doraemon pernah punya sayap. Para handuk mulai bergaul akrab dengan panci-panci, penggorengan, dan alat-alat dapur lainnya, berjejeran memenuhi ruang tengah, memainkan peran sesuai imajinasi usia dini. Alasan pemilihan alat-alat dapur kurang diketahui. Mungkin sebagi bentuk protes juga atas hasil-hasil masakan yang unyu-unyu. Mungkin.
Kemudian siang ini terjadilah tragedi. Kamar si Ibu yang harus selalu konsisten dijaga kerapiannya tiba-tiba dibanjiri tumpahan susu. Rupanya salah seorang pemilik kaki kecil menyembunyikan sekotak susu di kolong kasur, lalu dalam sebuah peran yang mengharuskan mereka 'berenang' di kolong kasur, tumpahlah susu itu dengan cantiknya.
Si ibu meradang dan mulai berpidato dalam 1 bahasa. Bahasa marah. 2 pasang kaki kecil bergotong royong dalam diam. Tidak hanya kamar TKP yang akhirnya dirapikan, juga ceceran barang-barang yang sudah 3 hari terpencar-pencar meninggalkan habitatnya masing-masing. Kaos kaki, lego, dan handuk, kembali menemukan jati diri. Setelah 15 menit yang sia-sia karena dipenuhi marah, si ibu memanggil anaknya dan bertanya.
"Nak, kenapa susu ditaruh di bawah kasur? Kan udah tahu bahwa kita harus selalu belajar menaruh barang di tempat yang baik dan benar"
Si anak kecil tertunduk, lalu menjawab
"Itu susu buat bunda, soalnya dedek takut bunda gak sempat minum dan haus. Tadi buat prezen (baca: hadiah) tapi lupa kasih tahu"
Si ibu membeku, lalu rasanya ingin menghilangkan diri karena malu. Tapi menghilangkan diri (dengan bobot badan yang besar) gimana caranya coba? Dan siapa pula besok pagi yang submit tugas? Demi nama baik bangsa, negara, dan almamater, akhirnya batal menghilang.
Ya sudahlah, adegan kali ini ditutup dengan acara maaf-maafan. Maaf lahir batin antara ibu dan anak-anaknya.
Selesai.
*nulis status sih selesai, tugas yang belum :P

Minggu, 08 Mei 2016

Berhenti memaksa diri

Ada kalanya mungkin, kita harus berhenti berusaha
Apalagi kalau usaha-usaha itu sebenarnya dipaksakan
Dan membuat hati lelah

Terkadang mungkin memang ada hal-hal yang harus kita lepaskan
Di mata lingkungan mungkin kita menjadi tampak buruk
Tapi bukankah hidup ini kita yang menjalani,
dan pertanggungjawabannya kelak juga akan nafsi-nafsi?

Masalahnya adalah...
Secara teknis, lepas melepaskan itu susah
Walau secara emosional jauh lebih mudah

Sekarang aku yang bertanya-tanya
Kapan semua ini usai?


Prague, 8 May 2016
*sambil mengerjakan thesis bab 6

Kamis, 05 Mei 2016

Menyetrika!

Sebagian karya ilmiah pagi ini. Eksekusinya semenjak jauh sebelum ayam jantan berkokok sampai Sangkuriang hampir menyelesaikan Candi Prambanan.
Karena gak mungkin posting hasil masakan (kayak film horor kalau hasil masakan ~_~), numpang nge-post hasil setrikaan sementara (anti mainstream).
Thesis mana thesis?
Semoga ya...
Semoga ambisi mengerjakan thesis yang tanggung jawabnya jauh lebih besar (terhadap negara dan lembaga pemberi beasiswa, dan yaumul Hisab), tidak terpudarkan oleh sekedar hasrat menyenangkan mata karena memiliki isi lemari yang tertata (walau jauuuuuh dari sempurna).
Sebenarnya foto ini juga diharapkan sebagai bahan melecut semangat setelah lulus kuliah kelak. Saat dimana tiap pulang kantor keadaan rumah selalu sudah rapi wangi, dan setrikaan berbaris rapi seperti tentara di dalam lemari, masakan lezat sangat gampang dicari, maka tak ada lagi alasan untuk tidak meningkatkan prestasi.
Cmungud eaaaa...
Ralat:
Pssst... Sangkuriang sejak kapan bikin Candi Prambanan? 😈😈😈. Maapkeun... khilaf emak...

Sabtu, 30 April 2016

Puisi untuk putrinya sahabatku

Seorang sahabat, nun di Jakarta sana memintaku membuatkan puisi untuk anaknya, di hari ulang tahunnya. Ahhh terharu sekali dikasih kesempatan ini. Senang sekali rasanya.
Maka inilah dia. Selamat ulang tahun yaaa putri sholehah.

Puisi buat ananda

Nak,
Dirimulah yang kemudian menjelma menjadi kuntum-kuntum do'a,
.... di taman impian paling menawan.
Tanganmu-lah yang selalu mengepal membawa benih-benih sayang,
....  yang lalu tersebar memenuhi rongga-rongga udara.
Senyum-mu lah yang senantiasa mampu menjadi obat paling mujarab,
.... mengubah segala tawar menjadi gula.
Tawamulah, yang setiap derainya berubah menjadi partikel-partikel yang  mengalirkan semilir bahagia

Nak,
Kelak di setiap hari yang berlari melangkahi usia
ingatlah bahwa akan selalu ada dekapan sayang kami
bersama lantunan do'a di sanubari
melekat kuat di setiap tarikan nafas
selalu... selalu...
menderas, membuncah, bahkan sejak sebelum melihat wajahmu

Nak,
akan berwarna warni corak kehidupan
songsong tantangan dengan keikhlasan,
sapa ujian dengan ketangguhan,
sambut sukacita dengan senyuman,
perkaya hati dengan  pekerti,
semoga setelah hujan selalu diiringi pelangi

Ya Allah,
Berkahi anakku dengan lautan Rahmat-Mu
Suburkan keimanan di taman-taman hatinya
Berikan dia bahu yang kuat dan lapang menghadapi kerlap dunia,
...... sehingga walau sempat terpudar kilaunya, tidak gampang membuatnya luka.
Limpahi hatinya dengan kecenderungan terhadap kebaikan
Tunjukan terang saat dirinya dilanda bimbang
Tanamkan kebulatan tekad sebagai senjata menghadapi gamang
Hiasi dirinya dengan keindahan yang bersulam ketakwaan
Cantikkan akhlaknya dengan kebesaran jiwa

Anakku sayang,
Kami ingin engkau menjadi penyejuk mata,
penentram jiwa,
asa dalam diam dan sujud kami.
Kami kirimkan lantunan doa ke 'arasy, dalam berlapis harap semoga engkau menjadi anak yang shaleh. Amin

Minggu, 24 April 2016

Thanks to PPI Leiden


Kk Louie Buana,
Tolong sampaikan terimakasih yaa ke PPI Leiden. Ada yang pagi ini di rumah presentasi seru banget. Oleh-olehnya ternyata gak sekedar keindahan kota serta sejarah berdirinya universitas Leiden. Atau "semata" deskripsi napak tilas tentang tautan sejarah Indonesia di kota yang cantik itu. Leiden. Acara itu berhasil menjadi trigger untuk memaknasi kembali catatan-catatan historis bangsa dan meninjau kembali tujuan perjalanan kita.

Rupanya sepulang dari acara Indischoveria di Leiden, semalaman ada yang ngumpulin referensi deskriptif sejarah 2 bangsa dari abad ke sekian belas. Ybs bahkan menceritakan sejarah hidup Snouck Hurgronje dengan detail, mulai dari sejarah hidup, pendidikan, rumah tangga, pernikahan-pernikahan, perjalanan akademisnya, dll secara deskriptif. Menarik sekali. Setidaknya jadi tahu sebuah kisah dari berbagai sudut pandang. Juga ada cerita tentang Abubakar Djajadiningrat (yang selama ini aku ga pernah tahu). Tentang sebuah totalitas. Terlepas dari paradox di dalamnya. Bahkan saking serunya membahas Aceh di abad ke-19, diskusi kita juga merambat mengenai tipikal suku-suku lain. Tentunya paling banyak membahas Minangkabau dan Sunda, 2 suku yang mendominasi rumah ini 

Pembahasan juga merambah ke konsep memori kolektif sebuah bangsa dan imbasnya terhadap sikap mental masa kini. Wuiiih berats. Teko-teko ikut menyimak sambil sibuk makan nasi goreng sambil sesekali menimpali "memori kolektif itu apa, bunda?"

Diskusi juga membahas tentang bagaimana sebaiknya menempatkan diri kita terhadap semua sejarah panjang masa lalu. Juga pada pemikiran bahwa leverage sebuah bangsa akan terjadi ketika ada orang-orang yang tidak hanya memikirkan diri sendiri, tapi memikirkan diri sebagai suatu kesatuan bangsa, suatu peradaban, yang mempengaruhi konsep berfikir secara kolektif. Menanggalkan sejenak identitas mikro.
Sampai juga pada sebuah pertanyaan menarik ke saya "Sepulang dari sini, apa sih yang mau kamu sumbangkan kepada tanah air? Selain ijazah dan foto-foto cantik?"

Thanks to PPI Leiden atas sebuah acara yang berkualitas tinggi. Semoga semakin keren dari tahun ke tahun ya. Gak nyesal bela-belain tanggal kunjungan ke Belanda pas sama jadwal HistoRun 2016. Kece!



Terlampir foto Louie dan Bre, pembimbing group tahun 2015 saat saya beruntung sekali bisa ikutan HistoRun PPI Leiden ini.

Senin, 11 April 2016

Ayat-ayat cinta ke Belanda



11 tahun yang lalu. 15 April 2005. Buku pertama novel Ayat-ayat cinta diterima dengan manis di Temasek. Melewati perjalanan jauh dari Jakarta menuju Revenue House, Novena square, Singapura. Dititipkan ke teman kuliah penggemar mata kuliah Robotics yang juga teman sekantor di semacam kantor Pajak Temasek, yang saat itu baru pulang dari Jakarta. Dikirimkam oleh seorang kawan yang bahkan saat itu belum pernah jumpa. Masa itu blog lagi heitzz. Dan memang, walau hanya saling memberi komentar di blog masing-masing, atau meninggalkan sapaan di chat box, beberapa sosok telah menempati ruang-ruang khusus di hati. Pengirimnya itu, di suatu kesempatan yang baik di sebuah Ramadhan akhirnya bisa dijumpai juga di Jakarta. Beliau lalu ngajak Itikaf di sebuah mesjid cantik di pusat Jakarta. Mayan lah, udahlah gratis dapat ilmu pula. Dapet makan lagi hehe... Kebetulan saya hanya semalam mampir Jakarta saat itu. Mesjid yang kemudian saya tahu bernama Mesjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia.
Maka kemudian si novel menjadi koleksi di flat legendaris, Boon Lay. Kami membacanya syahdu. Pada usia di mana sosok seorang Fahri begitu cetar dalam imajinasi .
Minggu lalu, 11 tahun kemudian, siapa sangka buku ke-2 Ayat-ayat cinta kembali menjumpai saya. Kali ini perjalanannya lebih jauh. Dari Bekasi, melintasi jarak yang panjang dan berbagai zona waktu. Untuk kemudian mendarat di negeri di mana bunga Tulip sedang bersemi, dan diterima oleh Nak Hafidz dari bapak pos, diikuti dengan tanya "Bunda, ayat-ayat cinta itu apa?". Kali ini pengirimnya adalah seorang kawan yang di jaman s1 begitu menggemari mata kuliah Robotics, suka nyetok cemilan di kamarku dengan alasan suka tiba2 mampir lalu 'ngepel'. Ngepel = belajar di lantai, sampai lantainya bersih 
Begitulah. Kisah petualangan dengan novel satu ini memang kewl. Udah terharu sendiri sebelum kemudian terlarut dalam rangkaian kalimat-kalimat puitis sarat ilmu ala kang Abik. Menasehati tanpa menggurui. Membuat diri jadi belajar tanpa sadar sedang belajar. Menyajikan romantisme berbalut pencarian visi misi kehidupan .
Makasih yaaa ibu ibu..
Colek mb Muyassa juga ah. Mbak, AAC 2 sudah sampai di Belanda!

Selasa, 05 April 2016

Balada Kamar Mandi


Sore-sore ada yang mencet bel. Biasanya kami bertiga panik kalau ada yang mencet bel sore-sore. Penyebabnya adalah: 3x kesempatan mengalami protes tetangga 1 lantai di bawah dan 2 lantai di bawah, karena air kamar mandi kami rembes sampai menyebabkan listrik mereka mati total. Jadi dalam 1 kesempatan kebocoran, yang ngebel langsung 2 keluarga. Canggih kan kamar mandi kita, bisa menyebabkan korslet ampe 2 lantai ke bawah . Mungkin yang canggih penghuninya ya, dengan inovasi jurus mandi yang sedemikian dahsyatnya, air bisa terbang 2 lantai ke bawah, menembus rongga-rongga antar lantai, mencari celah-celah tersembunyi, melaju deras menuju ruang-ruang listrik, lalu BYAR, mati semua.
Maka berduyun-duyunlah 2 keluarga mendatangi kami. Kamar mandi ajaib. Mampu meningkatkan jalinan silaturahmi antar tetangga!
Kadang-kadang kepikiran, apa buka jasa konsultasi aja ya. Tips-tips methodologi mandi yang bisa memaksimalkan dampak padamnya listrik tetangga. Sayangnya kami cuma berhasil memadamkan listrik tetangga bawah. Coba kalau bisa memadamkan tetangga kiri kanan juga, atau tetangga atas. Atau 1 block. Hehe. Itu jasa layanannya bakal makin seru. "Anda ada masalah dengan tetangga? hubungi kami. Dalam sekejap, kami padamkan listriknya" :P:P:P
Nah, Alhamdulillah tetangga-tetangga yang senantiasa ter-padam-kan listriknya oleh kami baik-baik semua. Gak pernah marah. Padahal sampai 3x. Kalau soal minta maaf sih kita udah berbusa-busa, sampai kehabisan kata-kata. Semua kosa kata bahasa Belanda emak keluar semua deh. Semuanya. Mulai dari dankjewel, alsjeblieft, sampai doei. Padahal memang tahunya cuma 3 kata itu ~_~. Ditambah Nee, Ja, dan Goedemorgen. Tapi emang kita ga ngerti juga salahnya di mana. Makelar rumah juga udah turun tangan. Menurunkan ahli-ahli perairan plus anjing pelacak. Gak denk, kayaknya itu peliharaan salah satu expert yang melakukan inspeksi. Mereka menyimpulkan bahwa ini kamar mandi harus dirombak selama minimal 3 minggu. Kalau kita mau segera selesai urusannya, biar gak ada lagi tetangga-tetangga komplen. Tapiiiiiii, konsekuensinya 3 minggu gak boleh mandi. Toilet sih tetap bisa dipakai. Karena toilet terpisah. Tapi ga bisa mandi!
3 minggu gak mandi mestinya gak terlalu horor buat di Belanda. Apalagi saat itu musim dingin. Gak ada keringat. Tapi buat kami bertiga itu horor banget. Kita fans berat air. Kita keluarga ikan, ga bisa hidup tanpa air (mandi). Anak-anak sebelum ke sekolah mandi, pulang sekolah mandi, sore mandi. Mandi mulu. Bahkan kalau udah marah banget, salah 1 ancaman paling horor buat anak-anak adalah: "ya udah, gak boleh mandi ntar malam". Itu buat mereka ancaman yang menyeramkan. Emaknya? Sebelum subuh, mandi. Abis masak sarapan, mandi. Siang sebelum jemput anak, mandi. Galau ama pelajaran, mandi. Abis ngomel-ngomel, mandi. Lagi nyari inspirasi, mandi. Terus aja. Bahkan pertanyaan wajib di rumah adalah 'siapakah yang belum mandi?'. Apa karena itu ya sampai rembes? Kamar mandinya gak kuat menahan derita ada 3 orang yang kerjaannya mandi mulu. Dia juga butuh istirahat. Butuh ketenangan jiwa. Butuh privasi! Kami keluarga yang kurang ber-peri-ke-kamar-mandi-an! Maka akhirnya kami memutuskan ga bisa memenuhi syarat 3 minggu tanpa mandi. Konsekuensinya, kamar mandi hanya diperbaiki ala kadarnya, dan kita diwanti2 banget agar mandi lebih hati-hati. Gimana coba, mandi lebih hati-hati. Please explain!
Yang jelas setelah diadakan perbaikan minimal oleh makelar rumah, dan kami bertiga menguatkan azzam untuk mandi lebih hati-hati, kami gak pernah lagi diprotes tetangga. Pertanyaan wajib di rumah berubah menjadi "lantai kamar mandi apa kabar?". Kami jadi care banget dengan kamar mandi, udah kayak sodara angkat lah buat Hafidz dan Hanif. Kalau ada yang habis cuci muka atau mandi, anggota keluarga yang lain tergopoh-gopoh nanya "kering kan.. kering kan?". Setiap mau tidur puk puk kamar mandi dulu "kamu kering kan?", sambil melototin setiap sudutnya, memastikan dia kering sempurna. Sayang bangeeeet....
Maksud tulisan ini sebenarnya apa?
Nah, balik ke sore ini. Dengan deg-degan buka pintu. Eh rupanya ada mas-mas rupawan, mungkin sekelas pemain sinetron ganteng-ganteng sering galau..., lagi pegang kain lap, dan alat pembersih. Dia menawarkan jasa bersihin jendela depan dengan biaya 5 euro. Sadarlah saya bahwa saking care-nya dengan lantai kamar mandi, kami kurang perhatian terhadap komponen rumah lainnya. Jendela!
Susah memang berbuat adil ya..... Bahkan terhadap benda mati. Puk puk jendela...

Minggu, 21 Februari 2016

Pengalaman sakit di Belanda

-- Crocus --

Pukul 1 malam waktu Belanda. Suara angin menderu-deru memilukan. Pastinya di luar sangatlah dingin menggigit. Kurang paham juga dengan kondisi cuaca saat ini. Tadinya sempat mengira musim dingin telah sampai di penghujungnya, saat mulai menjumpai rumput-rumput sendu yang telah ditumbuhi bunga-bunga cantik berwarna kuning di sepanjang Voorhof, Delft. Kurang paham itu bunga apa namanya. Cantik sekali, seolah memberi warna lain pada hamparan karpet hijau yang telah bosan monoton berbulan-bulan sendirian. Seorang kawan pernah memberi tahu bahwa salah satu pertanda munculnya musim semi adalah kehadiran bunga Crocus, si ungu cantik. Tahun lalu saya dan beberapa kawan sempat memperhatikan kawanan Crocus yang tumbuh di rerumputan di depan fakultas kami. Tumbuh malu malu dengan latar belakang telaga beku yang mulai mencair. Akan tetapi jika memang musim dingin telah berakhir kenapa beberapa hari lalu turun hujan salju walau hanya beberapa menit? Entahlah.

Jam 1 malam waktu Belanda. Suara angin menderu-deru memilukan. Pastinya di luar sangatlah dingin menggigit. Tapi suara bel berbunyi. Bergegaslah kubuka pintu, dan munculah sosok itu. Gadis cantik berdarah Palembang Minangkabau, namun belasan bulan silam saat pertama jumpa kupikir blasteran timur tengah. Beberapa menit sebelumnya saya memang menanyakan nomor telpon Rumah Sakit di sebuah group mahasiswa Indonesia. Ada rencana membawa H1 ke rumah sakit saat itu juga. Lalu tanpa dapat dicegah, datanglah dia. Katanya sekedar memastikan semuanya baik-baik saja, sambil menyodorkan setumpuk parasetamol dan vitamin. Terharu. Sangat. Speechless juga.

Kebetulan anak-anak memang udah 6 hari panas tinggi, flu, dan batuk yang lumayan berat sehingga kehilangan nafsu makan. Di hari ke-4 udah dibawa ke Huisart, general practitioner. Menurut dokter saat ini memang lagi ada virus flu yang cukup berat, dan gejala panas demamnya bisa 5 hari. Jika hari ke-5 tiada membaik, disarankan dibawa lagi ke dokter. Anak-anak gak dikasih obat apapun, cuma disuruh istirahat, pastikan banyak minum cairan, dan makan parasetamol jika diperlukan untuk membantu tidur nyenyak. Sebelum ke Belanda saya memang sudah baca beberapa referensi bahwa di sini dokter sangat hati-hati memberikan obat. Lumayan kontras dengan beberapa pengalaman di Jakarta, yaitu tiap anak sakit saya biasanya bawa pulang minimal 5 jenis obat per-anak. Tapi tentunya masing-masing Mazhab punya pertimbangan sendiri ya. Mungkin kondisi geografis, budaya, pola hidup, dll mempengaruhi gaya pemberian obat-obatan oleh dokter. Mungkin. Hipotesis aja. Gak ada ilmu tentang itu. Dan kebetulan juga saya termasuk generasi emak-emak rempong kekinian yang berharap anak-anak gak minum terlalu banyak obat. Jadi ya udah aja, pulang tanpa obat.


Saya banyak diskusi jarak jauh juga dengan Abahnya teko-teko. Beliau yang koleris maksimal kemudian mengirimkan sederet artikel tentang kenapa negara-negara maju cenderung terkesan lebih pilih-pilih memberikan obat

Tapi di hari ke-6 si kakak masih begitu2 saja. Adiknya membaik Alhamdulillah. Akhirnya tadi ke rumah sakit lagi deh, dan kembali diyakinkan bahwa mereka gak mengalai infeksi apapun pada mulut, telinga, hidung, tenggorokan. Paru-paru bersih. Semua ini hanya flu biasa yang memang menunggu waktu untuk sembuh. Tidak perlu obat apapun, kata sang Dokter. Tapi saya memberanikan diri minta ijin ngasih obat batuk ke H1. Dan disetujui dokter, walau gak dia resepkan. Tinggal beli di apotek RS katanya. Dia bilang kalau dalam 10 hari (sejak hari pertama) ga sembuh juga, disarankan balik lagi ke Huisart. Menurut dia wajar aja demam akibat virus mengakibatkan suhu tubuh tidak stabil.

Jadilah malam ini abang minum obat batuk. Parasetamol dihentikan dulu.
Semoga cepat sembuh yaaa, abang dan dedek..

-- ke dokter lagi--

Pukul 5 sore waktu Belanda. Angin kencang masih menderu di seantero Delft nan elok. Saya dan H1 berjalan bergegas-gegas, ingin secepatnya sampai di area tertutup. Angin kencang menderu di sepanjang jalan. Terutama di lorong-lorong yang diapit gedung-gedung tinggi. Kami berdua sempat GR mau terbang saat diterpa angin yang cukup kencang. Untungnya sebagian besar perjalanan ditempuh dengan bis, sehingga waktu interaksi dengan angin dan udara dingin lumayan minimal. Dulu sekali pernah ada yang bercerita bahwa angin kencang di Belanda terkadang mampu menerbangkan sebuah sepeda. Awalnya gak bisa membayangkan, tapi setelah mengalami sendiri lama-lama kebayang juga. Dahsyat memang angin di negeri kincir ini.

Sesampainya di rumah kami disambut H2 yang tertidur pulas dan tentunya seorang kawan yang menemani H2 selama saya dan H1 di Rumah Sakit. Terimakasih banget yaa, ucapku berulang-ulang. Sang gadis yang dikenal sebagai salah seorang ahli masak terbaik di angkatan kami itu menceritakan kisah bersama H2.  Sempat kutanya, apakah H2 gak rewel. "Manalah rewel mbak, asyik aja dia main, trus patuh aja disuruh bobok siang", jawab si putri blasteran Sumatera-Solo itu sambil tersenyum-senyum. Hebat juga pikirku, biasanya butuh waktu 1-2 jam untuk nyuruh H2 bobo siang.

Sore menjelang malam waktu Belanda. Angin kencang masih menderu di seantero Delft nan elok. Sang kawan pamitan pulang, menyongsong angin kencang bersama sepeda kesayangan, kembali ke tempat tidur yang hangat. Setelah mengikhlaskan sekian jam waktunya yang berharga untuk menemani H2.

Itulah sekelumit kisah hari ini dengan 2 kawan di perantauan. Tadinya ingin disimpan aja perasaan terharu dan rasa terima kasih di dalam hati, namun gak sabar juga ditulis di sini ~_~.  Semoga pertolongan yang telah diberikan ini, kelak akan menghasilkan limpahan barokah dan kebaikan dari arah yang tak disangka-sangka.

Pernah baca di suatu ketika bahwa khalifah ‘Umar bin Khaththab pernah berkata, yang kurang lebih isinya, jika ingin mengenal karakter saudaramu, bepergianlah, menginaplah, dan berniagalah bersamanya.  Dua kawan yang rasanya cukup kukenal, sebab pernah melakukan perjalanan jauh dengan yang satu, dan pernah nginap beberapa malam bersama yang satunya.

Kudoakan juga deh semoga mendapatkan jodoh yang sholeh. Amin...


Jumat, 19 Februari 2016

Di dalam hati ini

Senang sekali pagi ini bisa ngobrol dengan ibu Dianti dan ibu Isti, walau kami berada di 3 zona berbeda. Terimakasih kawans atas perbincangan pagi yang membantu menguraikan kusut duniawi di dalam hati 
smile emoticon. Sakitnya anak rupanya adalah titik lemah seorang Ibu. Ketemu kutipan indah syair Ibn Qayyim Al Jauziyah di Facebook ust Salim A Fillah. Kukirimkan...


Di dalam hati kita ada kesemrawutan yang takkan terurai selain dengan menghadap pada Allah dalam berdiri, ruku', & sujud.. 
Di dalam hati kita ada kehampaan yang takkan terisi makna selain dengan melantunkan firman-firmanNya yang bicara pada kita.. 
Di dalam hati kita ada duka cita yang takkan tergeser selain oleh kebahagiaan mengenal Allah & ketulusan bermesra padaNya.. 
Di dalam hati kita ada gulana kegalauan yang takkan dapat ditentramkan selain dengan mengingat Allah & berlari menujuNya.. 
Di dalam hati kita ada kehausan yang tak dapat dilegakan selain dengan ridha pada ketentuan; tunduk pada perintah & larangan.. 
Di dalam hati kita ada kefakiran yang tak dapat dicukupi selain dengan qana'ah atas pembagianNya & syukur penambah karunia.
(Ibn Qayyim Al Jauziyah)

Rabu, 17 Februari 2016

Mie ayam van Holland

Mie ayam van Holland
(Chicken Noodle dari Belanda)

Pagi ini anak-anak dapet rejeki hantaran mie ayam dari one of the best chef van Delft. Kakak Fitri Yustina. Mereka yang udah 2 hari ogah2an banget makan karena panas tinggi, mulai menunjukkan minat pada makanan. Tadi malam H1 sempat makan lahap juga sih, minta makanannya kakakAdiska Fardani yang sempat berkunjung. So far, hasil-hasil karya Bundo Reni Unisa di dapur masih dicuekin dengan sentosa ~_~. Introspeksi diri lah mak wink emoticon. Siang ini H2 juga mau makan sedikit setelah dinasehatin kakak Lusi Martalia donk. Alhamdulillah walau suara masih serak di sana sini, abang dan adik udah jauh lebih ceria. Beda banget dengan hari kemaren, layu seperti benang basah.

Kembali ke mie ayam, tentunya bundo juga jadi ikut mencicipi. Pada suapan pertama, bundo langsung freeze. Enaaaaak. Ingatan langsung melayang ke warung2 mie ayam terbaik di jabodetabek. Kakak fitri sempat ceritain sih resep rahasianya, namun belum mampulah otak ini mencerna ðŸ˜†.

Buka PO donk sis wink emoticon

Terimakasih ya kakak2, semoga kebaikan hatinya dibalas dengan nikmat dan barokah yang berlipat ganda. Semoga kita semua diberi kelancaran menghadapi sisa perkuliahan ini. Amin.

Selasa, 16 Februari 2016

Pangkuan Bunda

Saya pernah nonton film "Opera Jawa" karya Garin Nugroho bersama teman-teman di sebuah acara di dalam kantor. 100% pake boso jowo. Gak ngerti pol. Tapi karena saya suka sekali dengan konsep filmnya yg teatrikal. Ya enjoy aja. Apalagi saat itu lagi suka banget mendengar logat-logat jawa yang terasa unyu di telinga wink emoti
Satu adegan yang paling menarik dan membekas di ingatan sampai sekarang adalah ketika Artika Sari Devi, pemeran utama, yang sedang sedih, memeluk dirinya sedemikian rupa, seperti pose bayi di dalam perut ibu. Menurutnya, itu adalah pose alami yg membuat diri nyaman. Menurutnya (atau menurut narator ya?) secara naluri manusia akan melakukan pose itu saat diri bersedih atau membutuhkan kenyamanan lebih.

Nah, siang ini Hanif yg demam dan abis muntah-muntah semalaman tiba-tiba minta bobok di perut bunda. Katanya pengen jadi bayi lagi. Hafidz juga demam sih, tapi anaknya nyante aja, ga sempat drama tongue emoticon
Cuma ikut2an bobok juga aja. Tumben2an demam berjamaah.

Mendadak teringatlah saya dengan adegan di film itu. Melayang juga ingatan ke sebuah kalimat di komik Astro Boy era 90-an, di episode berjudul Topeng hitam. Di akhir adegan, topeng hitam mencari ibunya dan minta maaf di pangkuannya. Adegan kemudian ditutup dengan kalimat oleh Ozamu Tezuka "tempat paling nyaman di dunia adalah pangkuan ibu"

Cepat sembuh yaaa, Nak. Semoga di setiap drama kehidupan kalian kelak selalu lah kejadian hari ini mengingatkan bahwa selalu ada Bunda tempat bercerita.

Segala drama tesis minggir dulu lah...

Sabtu, 13 Februari 2016

Hulk-nya Bunda

Hanya ditinggal 2 jam "main berdua" sementara bundo bersemedi di kamar bikin tugas, mereka menyulap pewarna makanan menjadi cat lukis untuk mewarnai....... lantai kayu. 
Pantesan terdengar sangat akur dan penuh canda tawa ~_~. Akhirnya disuruh gotong royong ngepel lantai berdua sampai bersih. 
Sekarang lagi sibuk bersihin telapak kaki, karena jadi berwarna HIJAU. Ya eyalah, pewarna klepon.
"Bunda! Kami jadi Hulk!"
*imajinasi masa kecil memang indah ya, Nak kiki emoticon

Kamis, 11 Februari 2016

Pasta semangat

2 young ladies are staying with us tonight and teach bunda how to cook delicious pasta. Anak-anak makan lahap banget, Alhamdulillah. Makasih ya kakak kakak. Semoga kita semua dapat menjalani sisa perkuliahan ini dengan lancar, lebih baik dari dugaan. Amin...
Di balik segala kejadian yang mengejutkan hari ini, cuma bisa kembali berharap dan percaya bahwa tak ada badai yang tak selesai, bahwa tak ada kerja keras dan usaha yang sia-sia, bahwa kelak kita akan menuai apa yang kita tanam. Jadi, belum waktunya untuk merasa kalah dan menyerah.
Ganbatte!

Rabu, 10 Februari 2016

Musim semi kah ini?

Musim semi kini telah tiba
Bunga-bunga bermekaran
Di sepanjang jalan warna berganti
Segar asri berseri (di hati)

Kuntum yang layu
Kuncup yang beku
Dahan daunan membiru
Menahan dingin salju

*siapa kira-kira yang masih ingat lirik ini dan apa judulnya 




wink emoticon

Semangat thesis!

Salah satu motivasi utama selalu bela-belain ke kampus tiap pagi (walau kamar sendiri lebih hangat dan jam 2 siang harus balik lagi buat jemput anak-anak di sekolah mereka) adalah...
.... supaya bisa maksibar dengan rekan-rekan praktisi tesis lainnya. Rasanya lebih dari sekedar berbagi meja makan, tapi juga berbagi kisah, perjuangan, dan semoga bisa saling menularkan semangat.

Minggu, 24 Januari 2016

Al fatihah buat Amak

Untuk pertama kalinya menghadapi ujian kehidupan (baca: exam week), 
tanpa menelpon Amak di kampuang halaman
..... untuk meminta do'a khusus dalam sebuah fragmen di dalam tahajud rutinnya. 

Al Fatihah

Jumat, 22 Januari 2016

Sepotong Siang di Delft


Seorang bapak berpeci dan bergamis menyeberangi jalan dengan tenang, tampaknya habis sholat Jum'at. Tak jauh darinya, seorang kakek sendirian menyusuri trotoar dengan kursi roda modern. Tampak pula rombongan pemuda lewat menuntun hewan kesayangan mereka, hewan yang terkenal paling setia, yang rupa-rupa macamnya. Diriku lagi menggigil di halte bis. Biasanya walau sepeda rusak, jalan kaki ke kampus yang hanya berjarak 2 km dari rumah, asyik aja. Tapi dingin betul hari ini. Tulang-tulang paruh baya di dalam raga yang biasa bermewah-mewahan matahari khatulistiwa berontak meronta-ronta gak mau jalan kaki.
Jauh di ujung sana, kanal-kanal kota Delft membisu menghayati cuaca yang beku walau tanpa salju. Satu dua pengemudi sepeda terkadang melintas bersicepat segera mencari hangat. Nun di dalam gedung-gedung kampus TU, para mahasiswa juga berlomba-lomba dengan waktu. Mencari ilmu, berusaha memenangkan perjalanan, berpacu dengan waktu, menerabas rintangan, dan menaklukan diri sendiri. Pertarungan yang serius. Permainan yang sungguh-sungguh. Seperti kata Fahd Gibran, 'tidak ada satupun permainan yang bisa dimenangkan dengan main-main, bukan?'
Kembali ke halte bis. Seru juga 'ngobrol' dengan seorang nenek Belanda yang sibuk mengagumi dompet rajutku, si produk rajut asli Indonesia. Sang nenek sibuk membahas banyak hal walau nyaris gak satupun yang aku paham, kecuali beberapa patah kata. Jadi terpaksalah cengar cengir aja. Mungkin nenek ini nyaman ngobrol dengan yang disangka seusia dengannya (he..he..he). Eh jangan salah, dulu pernah di angkot kota Depok, saat jalan-jalan berdua nak Hafidz, seorang nenek ramah menyapa "ini cucu pertama ya?". Mau pingsan rasanya. Padahal kala itu usia belum lagi kepala 3 ðŸ˜‚😂😂.
Tak terasa 5 menit berlalu cepat. Bis kami datang. Saatnya melambaikan tangan ke nenek ramah yang masih berbinar-binar menatap dompet unyuku. Bangga sekali tadi memperlihatkan tulisan 'made in Indonesia' di dalamnya.
Bis yang senantiasa tepat waktu ini kemudian menyusuri jalan-jalan sunyi. Sapaan ramah pengemudi bis terhadap penumpang, juga lambaian tangan dan seruan-seruan terima kasih dari penumpang saat supir mengalami pergantian shift di tengah-tengah perjalanan adalah hal lumrah. Hangat dan menyenangkan.
Mungkin suatu saat, perlu waktu agak lama untuk bisa move on dari suasana syahdu kota ini. Kota Delft.
//H-5 menjelang exam

Selasa, 12 Januari 2016

Suntikan Semangat dari Pembimbing Proposal



Baru saja menghadiri pertemuan dengan pembimbing buat proposal thesis.
Dia tanya "Why did you  radically change your topic?". Saya jelaskanlah alasan saya kenapa mendadak ganti topik tesis, di saat-saat injury time deadline buat submit proposal. Alasan teknis, dan non teknis. Trus dia bilang lagi "did you do the proposal yourself? and how long?". Saya  jelaskan lagi bahwa saya hanya ada waktu mengerjakannya 4 hari,  sebab baru ada lampu hijau dari seorang kawan setelah konsultasi ama professornya (boleh sebut nama gak di sini? hehe). Sambil saya minta maaf juga karena terlalu mendadak melakukan perubahan, dan mohon maaf jika banyak kekurangan. Maklumlah, proposal yang udah digarap 1 bulan mendadak harus digantikan oleh yang baru mulai ditulis kamis malam. 4 hari 4 malam. Sampai demam kemaren malam, hehe...

Lalu beliau melanjutkan. "Kamu tahu gak kenapa saya menanyakan ini sejak email semalam?". Saya bilang, saya gak tahu pak, mungkin karena terburu-buru jadi banyak kekurangan. Trus dia jawab "because, I think your proposal is outstanding, and I suspect that it is belong to someone else, not you".

WUTT. Sempat bengong dulu sebentar. Antara senang karena dipuji, dan sedih karena dicurigai. Terus saya jelaskan bahwa ini beneran saya yang nulis sendiri, from scratch. Saya sampai memperlihatkan backup2 dokumen di google drive. Karena setiap progress pasti di back up minimal 2x sehari. Jadi terlihat segala history perubahan dokumen, dll. Saya tambahkan, karena ini tahapnya proposal, tentunya banyak sekali literature dari jurnal-jurnal lain. Pastinya. Tapi proposal ini beneran milik saya. Terus dia tertawa terpingkal-pingkal. Kenceng banget.  "the grammar is outstanding, and the proposal has been written in a very good logical order. Very scientific". Serius deh, ampe gemeteran dengerinnya. Dia menambahkan bahwa menurut dia ini dah hampir selesai, kalaupun ada input hanya minor. Jika terbukti original, dia akan memberi nilai yang sangat bagus. Dst dst.... berkuah-kuah lah itu pujian.

Speechless banget. Dan saya gak tahu apa kisah ini pantas disharing di sini. Tapi beneran gak nyangka pujiannya bakal berkuah-kuah begitu. Dan gak mengharapkan segitunya juga. Sebab selama 4 hari ini saya begitu kuatir bahwa yang saya kerjakan gak berarti, karena dikerjakan terburu-buru. Dan selama 4 hari ini saya sibuk berprasangka buruk terhadap hasil yang akan diterima. Sempat marah juga pada diri sendiri, kenapa kok jadi orang plin plan banget. Malah sempat berfikir ga akan lulus mata kuliah ini. Kasian sama anak-anak karena selama 4 hari ini selalu dikasih lampu merah
"Nak, main berdua dulu ya hari ini bunda sibuk banget"
"Nak, bunda mau sendirian dulu 3 jam, jangan masuk kamar bunda ya"
"Nak, bunda gak masak, kita pesen delivery aja ya"
"Nak, bunda ga masak sayur, ga sempat"
"Nak, sabtu minggu ini kita di rumah aja ya"
dll.

Pada akhirnya bapak pembimbing tetap memberi beberapa saran perbaikan. Pastinya. Sebab bagaimanapun pasti banyak hal-hal yang kita belum tahu tentang penulisan ilmiah. Tapi saya sibuk grogi, gemeteran, ke GR an, dll. Maklum, orangnya grogian dan GR an, walau dah emak-emak... hehe

Lama sekali kita diskusi. Saya jelaskan gimana proses penulisannya. Hal-hal yang masih gak saya pahami baik dari buku maupun dari literatur. Kebingungan-kebingungan saya. Sempat bilang juga bahwa setahu saya bahasa Inggris saya gak bagus, karena saya lulusan S1 di Singapore, yang mana selama di sana  bukannya belajar bahasa Inggris yang baik dan benar, saya malah Singlish abieeez. Speaking berantakan, nulis apalagi. Kalau bicara lebih kayak uncle-uncle di pasar malam di Boon Lay, atau makcik makcik yang jualan jilbab di Pasir Ris. Makanya suka ga PD kalau disuruh presentasi, apalagi nulis. Saya bilang juga score terjelek saya kalau test IELTS adalah writing. Pokoknya segala borok2 dikeluarin lah.

Saya juga bilang, nanti kita lihat aja di TurninIt, aplikasi buat cek originality sebuah karya tulis, tentang originalitas tulisan ini. Saya bahkan minta di test saat itu juga. Soalnya ga enak banget dicurigain.....

Tapi bapak ini baik banget. Dia bilang soal originalitas nanti bisa kita cek,dan itu adalah proses yang akan dilalui semua murid, tapi yang mau dia tekankan adalah bahwa dia suka sekali dengan apa yang telah saya tulis. Saat diskusi selesai, dia menutup dengan kalimat berikut "We need to have a good contact, and I am sure that you will have a very good career in your life"

Kalimat penutup yang bagi dia mungkin biasa aja, tapi tanpa dia sadari telah menajamkan tekad seorang emak-emak paruh baya untuk berusaha lebih keras lagi dalam hidup. Untuk berusaha meningkatkan prasangka positif terhadap diri sendiri, terhadap usaha yang sudah dilakukan, dan terhadap jalan hidup yang telah dipilih dan digariskan oleh Allah. Telah membuat seorang emak emak yang tadinya sempat putus asa, lelah, kehilangan kepercayaan diri, dan sibuk menyalahkan diri sendiri atas banyak hal, kembali ingin bangkit berdiri, berjalan.... berlari.

Teko's in de Holland [Adegan 18] Ayam Tepung Oatmeal


Dalam 2 minggu terakhir, resep ayam goreng tepung dengan oatmeal muncul terus di newsfeed. Pengen banget coba bikin karena masakan kesukaan anak-anak adalah : segala jenis masakan Padang (yang tak pernah mampu saya sajikan dengan baik dan benar) dan ayam goreng tepung.

Alhamdulillah tadi malam mendadak gak enak badan, jadi merasa berhak istirahat dulu sejenak dari tugas-tugas kuliah. Semalam bolehlah. Hipotesis penyebabnya : karena dah 4 hari kebut2an ngejar deadline tugas dan jam tidur agak galau , plus cuaca dingin banget setiap antar jemput anak2 ke sekolah. Tepat setelah tugas di submit, bundo meriang... hehe. Kayak ada tombol alarm yang langsung bekerja setelah email ke dosen terkirim. Rejeki banget. Akhirnya, daripada sibuk melow sakit kepala, coba2 deh eksekusi resepnya, trus disimpan di kulkas.

Paginya, Alhamdulillah badan enakan. Emang cuma minta bobok lama aja ~_~. Lagi manja. Digoreng deh tuh ayam yang udah dibumbuin dan udah semalaman disimpan di dalam kulkas. Hasilnya.... kriuuuuk dan renyaaah bangeet! Kalau digigit bunyinya sampai krenyes.. krenyes.

Selama ini, bermacam jenis resep ayam tepung dah saya coba dan baru kali ini anak2 sampai nambah makan 3 kali dan bilang "Bunda, enak banget, seperti ada tentara berjalan di dalam mulut. Kriuuuk... kriuuk".
Hati ini terharu maksimal.
Bahagia.
Seperti sebuah bunga yang tumbuh di awal musim semi.
Walau agak kaget ternyata tentara kalau jalan bunyinya kriuk.. kriuk. Baru tahu.

Demikianlah sekelumit kisah hari ini. Terimakasih banget buat yang udah berbagi resep.

*Bundo yang lagi berbunga-bunga