Jumat, 29 September 2017

[Kenangan] Buku Ayat-ayat cinta 2

12 tahun yang lalu. 15 April 2005. Buku pertama novel Ayat-ayat cinta saya terima dengan manis di Singapura. Melewati perjalanan jauh dari Jakarta, naik pesawat terbang ke Singapura, lalu meluncur menuju Revenue House, Novena square, Singapura. Dititipkan ke teman kuliah penggemar mata kuliah Robotics yang juga teman sekantor di kantor Pajak Temasek, yang saat itu baru pulang dari Jakarta. Dikirimkan oleh seorang kawan yang bahkan saat itu belum pernah jumpa. .


Masa itu blog lagi heitzz. Dan memang, walau hanya saling memberi komentar di blog masing-masing, atau meninggalkan sapaan di chat box, beberapa sosok telah menempati ruang-ruang khusus di hati. Pengirimnya itu, di suatu kesempatan yang baik di sebuah Ramadhan akhirnya bisa dijumpai juga di Jakarta. Beliau lalu ngajak Itikaf di sebuah mesjid cantik di pusat Jakarta. Mayan lah, udahlah gratis dapat ilmu pula. Dapet makan lagi hehe... Kebetulan saya hanya semalam mampir Jakarta saat itu. Mesjid yang kemudian saya tahu bernama Mesjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia. .

Maka kemudian si novel menjadi koleksi di flat legendaris, Boon Lay, Spore. Kami membacanya syahdu. Pada usia di mana sosok seorang Fahri begitu cetar dalam imajinasi :P. .
.
April 2015, 10 tahun kemudian, siapa sangka buku ke-2 Ayat-ayat cinta kembali menjumpai saya. Kali ini perjalanannya lebih jauh. Dari Bekasi, melintasi jarak yang panjang dan berbagai zona waktu. Untuk kemudian mendarat di negeri di mana bunga Tulip sedang bersemi, Belanda, dan diterima oleh Nak Hafidz dari bapak pos, diikuti dengan tanya "Bunda, ayat-ayat cinta itu apa?". Kali ini pengirimnya adalah seorang kawan yang di jaman s1 begitu menggemari mata kuliah Robotics, suka nyetok cemilan di kamarku dengan alasan suka tiba2 mampir lalu 'ngepel'. Ngepel = belajar di lantai, sampai lantainya bersih :P.
Dialah Isti!! .
.
Begitulah. Kisah petualangan dengan novel satu ini memang kewl. Udah terharu sendiri sebelum kemudian terlarut dalam rangkaian kalimat-kalimat puitis sarat ilmu ala kang Abik. Menasehati tanpa menggurui. Membuat diri jadi belajar tanpa sadar sedang belajar. Menyajikan romantisme berbalut pencarian visi misi



Sabtu, 16 September 2017

[Goresan] Waktu yang berlalu

 Saya paham bahwa waktu yang berlalu tak pernah akan tergantikan.

Saya paham.
Namun saya berharap bahwa sesedikit apapun intensitas pertemuan kita, adalah pertemuan2 yang penuh makna, penuh kehangatan dan penuh sayang.
Sambil berdoa dengan penuh harap bahwa kalian selalu akan menganggapku sebagai Ibu tersayang yang senantiasa dirindukan,
.....Ibu tersayang yang pelukan dan pangkuannya kalian tunggu.

Walau tak akan pernah tergantikan momen yang paling aku rindukan setiap hari
..... setiap malam
..... yaitu memastikan bahwa kalian selalu terlelap menjemput malam dalam keadaan tersenyum. Bahagia.

Sekali lagi,
untuk setiap waktu berlalu yang tak akan pernah tergantikan,
maafkan emak ya Nak...