Kebalikan dengan anaknya yang berisik, Ibu saya ini cenderung pendiam, meskipun guru SD. Tetapi di depan kelas gemar bercerita. Ibu, sosok yg unik. PNS pertama di kampung halamannya di tahun 1970-an, pedagang sate yang senang Matematika dan Bahasa Indonesia (Ibu jago pribahasa, pantun, dan puisi). Kemampuan berbahasanya unik, bisa ngomong terbalik, per huruf, kalimat, bukan per kata lhooo...
Diajarkan ke saya 🤣.
UBI NAD AYAS IGAB TEGNAB ASAIB GNAY LAH HIIIS KILABRET GNOMOGN HAAA...
Kebalikan dengan anaknya yang kebanyakan bicara, Ibu cenderung pendiam dan tertutup.
Ibu saya tak pernah tampak sedih.
Walau gak banyak bicara tapi saya tahu sayangnya Ibu pada anak tak hingga (baru paham juga setelah jadi Ibu). "Kamu akan kuliah ke luar negeri suatu hari", kata Ibu yg ucapannya bertuah itu. Suatu hari saat saya SMP, sambil memandang Ibu yg cekatan dengan setrikaan arangnya. Sampai SMA pun, listrik buat kami benda mahal. Saya cuma tertawa2. Mana ada pemikiran saya kuliah di Luar Negeri. Saya tergelak sambil meneruskan menuliskan khayalan2nya Ibu.
Dulu di Ciputat, setiap pulang kerja, kami selalu "ngobrol" di Meja Makan. Walau saya cenderung monolog, dan Ibu antusias dengan ekspresi2 khasnya. Ibu yg Single Parent sejak kami balita, banyak bicara hanya ketika saya mengambil sebuah keputusan besar dalam hidup. Sambil menggosok2 punggung saya, Ibu berkata "Bisa kok, kamu bisaa. Semua ini bisa dilalui. Ibu bahkan dulu gak punya apa2".Ya ya. Tahulah saya definisi "gak punya apa2".
Keadaan saya jauh lebih baik di mata beliau, dan menurut beliau saya bisa. Dan ucapan Ibu adalah mantra, fikir saya. Makanya setiap kali menelpon, walau gak banyak bicara, saya takzim mendengarkan semua kata terpatah2 Ibu yang bagi saya terdengar seperti doa "Kamu bisa, kamu bisa". Itu adalah diksi favoritnya.
..
Semoga Ibu cepat sembuh...
Akan halnya Ibu yang merasa "tak butuh apa apa". Bagi seorang anakpun demikian hakikatnya
"Tak ada yg lebih penting dari Ibunya yang sehat dan bahagia"