Selasa, 11 Agustus 2015

Kisah di Arena Hiburan Anak-Anak

Awal bulan ini, saya berkesempatan mengunjungi sebuah arena hiburan anak-anak (relevan juga sih buat orang dewasa yang masih menyembunyikan jiwa imutnya, di sebuah pojokan di dalam hati hehe). Nah, saat makan siang, kami bertiga makan di satu-satunya restoran (yang eye catching) di tempat itu. Saat bayarpun seperti biasa pakai debit card, karena mulai tidak terbiasa membawa cash, apalagi untuk perjalanan yang lumayan jauh. Untuk mencapai tempat ini kami harus naik bus 7 jam plus 40 menit di kereta grin emoticon. Jadi nyaris gak pegang cash.
Lupa kapan tepatnya, lalu saya sadar bahwa mereka men-debit pembayaran biaya makan sebanyak 2x. Memang pada saat bayar petugasnya sempat bilang transaksi tidak berhasil, jadi saya key in lagi paswordnya. Dan seperti biasa, gak pernah dicek deh di handphone itu transaksi berhasil 1x atau malah 2x, karena so far memang ga pernah ngalamin yang aneh2. Lagipula seperti lazimnya emak2 rempong yang bawa-bawa anak pada usia yang baru menguasai teknik-teknik dasar dunia persilatan, ritual habis beli makanan adalah nyari tempat duduk, lalu makan dengan 'khusyuk' dan 'khidmat'.
Saya sempat agak kecewa dan mulai berprasangka bahwa kesalahan itu disengaja. Maklum, selain ngefans banget sama kisah-kisah detektif (terutama yang settingnya abad 20, dan melibatkan masalah psikologis.... maaf info gak penting), saya akhir2 ini suka parno baca kisah2 penipuan yang tersebar seperti jamur musim panas di berbagai socmed tanah air. Tapi ya udah aja, mau diapain. Hanya pelajaran supaya lebih hati2 aja kali. Agak sedih juga karena jumlahnya lumayan, secara itu restoran kagak ada saingannya, sehingga harga makanannya juga 'sesuatu' ~_~
Nah pagi ini saya jadi malu hati sendiri karena tahu2 ada sejumlah uang masuk ke rekening dari restoran itu. Yaitu dengan jumlah yang sama persis dengan biaya makan.
Takjub!
Karena rasanya saya gak mengajukan komplen apapun ke mereka. Setelah saya cek tanggal terjadinya transaksi, memang selisih antara transaksi pertama dan transaksi kedua adalah 1 detik. Dalam sehari bisa ratusan transaksi. Yang artinya mereka melakukan pengecekan by system. Diniatkan. Ada nawaitu-nya.
Salut!
Karena untuk mendeteksi potensi 'exception' seperti itu masalahnya bukan di pembuatan sistem yang mendukung, tapi lebih kepada niat baik. Dalam sehari bisa terjadi ratusan transaksi. Jika tanpa niat baik, buat apa mereka repot-repot harus mengantisipasi hal semacam ini. Mungkin itu malah bisa mereka jadikan 'sumber pemasukan' yang jumlahnya bisa significant. Tambahan lagi untuk pengunjung malas seperti saya, begitu mengalami hal ini, ya udah aja, gak melakukan apapun, tidak komplen, dan lebih melakukan peringatan kepada diri sendiri agar lebih hati-hati. Sebagian besar pengunjung juga nampaknya bukan dari kota tsb, malah banyakan dari asia dan UK, mungkin karena liburan musim panas. Jadi mungkin kalau mengalami hal yang sama ya udah aja (kaliiiiy). Atau malah gak sempat ngecek. Beda sama kita (atau saya deh..) yang sesekali masih suka ngecek history transaksi di HP. Walau habis itu gak diapa2in juga.
Entahlah apa filosofis di balik semua itu, tapi saya acungkan banyak jempol. Bisa jadi ini memang bagian dari usaha mereka untuk menjaga nama baik. Bisa jadi mereka paham tentang konsep keberkahan rejeki dari bukunya ustadz Salim.A.Fillah, hehe. Atau apapun itu, yang jelas saya salut, kagum dan malu.
Jadi ingat beberapa kali belanja di sebuah toko daging (di Den Haag dan di Delft), sempat ngalamin struck belanja yang gak make sense. Waktu bulan pertama di Den Haag malah saya sempat balik lagi, karena belanja 3 jenis sayur kok mencapai 20 euro, dan ternyata setelah dikonfirmasi balik, dengan lumayan tergagap2 petugasnya bilang seharusnya hanya 7 euro. Sejak itu jadi agak lebih hati2 jika belanja dalam jumlah banyak, karena biasanya kita langsung bayar2 aja kan, tanpa ngecek lagi satu persatu. Dan saya rasa jika tanpa niat baik, bisa jadi celah juga untuk 'tambahan penghasilan'.
Niat baik untuk tidak merugikan orang lain rupanya konsep yang universal. Bukan soal tampilan. Bukan soal bahasa. Apalagi kesamaan agama. Tidak jaminan.
Sekali lagi, salut buat restoran ini. Mungkin pemilik toko daging perlu berguru ke sana wink emotic

Tidak ada komentar:

Posting Komentar