Kamis, 29 Juni 2006

Menjaga dan Supaya Terjaga Olehnya

Al-Qamar ayat 17: And We have indeed made the Qur'an easy to understand and remember: then is there any that will receive admonition?
  • Mengakrabkan diri dengan Qur'an dan menjadikannya sahabat karib. Serta membuat diri familiar dengan kata kata di dalamnya. Kalau bisa mengikuti pelajaran bahasa arab.
  • Bagaimana mungkin mengharapkan bisa membawanya di dalam hati jika kurang akrab dan dekat dengan Qur'an.
  • Bagaimana mungkin mengharapkan bisa menjaga dan terjaga oleh Qur'an jika kita hanya sekedar membaca, menggugurkan kewajiban, tanpa mendekatkan diri lebih jauh dengan kandungan-kandungan yang ada di dalamnya
  • Jika ada waktu waktu kosong yang sedikit, lebih baik diisi dengan mengingat2 hapalan daripada ketiduran atau terserobok pemandangan2 yang tidak halal. Misal: Di bus, di MRT (mass rapid transit).
  • Membawa bawa Qur'an terjemahan yang kecil kemanapun, menetapkan target dan berusaha mencapainya. Mungkin dengan menerapkan frame capture system.
  • Mengenali kesanggupan diri, kecepatan menghafal, kecepatan memahami, kecepatan mencintainya, lalu berusaha sekuat tenaga mencapai target tersebut
  • Sebaiknya berguru kepada al hafidz atau di pusat tahfidz Qur'an, supaya sekalian bisa membenarkan bacaan. Talaqi mungkin cara terbaik.
  • Meluruskan niat dan mengamalkan apa yang telah diajarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepadamu.  Dia berfirman : “Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah ; Allah mengajarimu" [Al-Baqarah : 282]
  • Engkau wajib memperbanyak membaca (Al-Qur'an). Mantapkan hafalanmu (yang sudah ada), jangan pindah dari satu ayat ke ayat lain, dari satu surat ke surat lain, kecuali setelah engkau memantapkan hafalan yang sebelumnya dan terpancang dalam ingatanmu.
2 Point terakhir dikutip dari Arully's blog: http://blog.ar.or.id/no/2005-04-25/tips-menghapal-quran/
That's all. Pada kesempatan ini ada rasa takut menerpa, takut telah mengatakan hal2 yang belum sepenuhnya diamalkan. “Boleh saya tambahkan sedikit?satu suara menimpali. Of course!!! Lalu pemilik suara menambahkan, katanya satu lagi tips yang penting juga adalah menjaga mata, menjaga pandangan. Jleb!!! Tepat sekali, justru mungkin itulah salah satu kunci utama.

Mata.. mata.. mata. Dari mata turun ke hati, dari hati naik ke fikiran, dari fikiran bisa menguatkan dan melemahkan iman. The choice is yours. Mau pilih mana, mau pilih pandangan yang berujung pada kelalaian atau pandangan yang berujung pada penguatan diri.

Singapura.. Singapura, aku teringat negeri yang kudiami 5,5 tahun ini. Dulu selalu kuanggap sebagai salah satu tempat yang mensyaratkan perjuangan yang sungguh-sungguh bagi insan yang ingin benar menjaga kehalalan pandangan. Dan ternyata mungkin Jakarta tak jauh beda

Mata.. wahai mata? Bagaimana menjagamu? Tentunya tidak melulu mengenai menundukkan mata dan hati di depan lawan jenis. Tapi seperti kata guru, juga terhadap benda-benda mati. Terutama buat akhwat, waaah susah nih (esp for me).

Mata.. wahai mata? Bagaimana menjagamu? Tentunya tidak melulu mengenai menundukkan mata dan hati di depan lawan jenis. Dari mata turun ke hati, dari hati naik ke fikiran, dari fikiran bisa menguatkan dan melemahkan iman. The choice is yours.

Mau pilih mana, mau pilih pandangan yang berujung pada kelalaian atau pandangan yang berujung pada penguatan diri. Mata.. wahai mata? Bagaimana menjagamu? Karena keberhasilan menjagamu berarti keberhasilan melawan diri sendiri. Dan semoga juga keberhasilan itu berujung pada lezatnya iman, berdekatan dengan Qur'an. Menjaga dan terjaga olehnya. Duh, indahnya. 

uNisA,
June06

Senin, 12 Juni 2006

[Cluster-1] Bunda

//ini hasil migrasi blog, 7 Juli 2015. Pindahan dari unisa81.net//

Tulisan lama: http://unisa81.multiply.com/journal/item/14

Ijinkan kubuka tulisan kali ini dengan syair nasyid anak anak kesukaanku:
bersinar sang surya 
menyinar cahayanya 
begitulah berseri 
wajah ummiku sayang
bila pulang sekolah 
ummi sambut kami 
sembahyang sama ummi 
Alhamdulillah...

Semangkuk mee siam dan sepotong chicken wing bersama segelas air mineral berbaris rapi dihadapanku, siap untuk dinikmati. Hmm sore yang indah. Memilih duduk dipojokan banquet nya Raffles hospital. Memandang senja yang perlahan merambat dan mengamati lalu lalang arus balik kantor. Andai punya laptop, sebenarnya banyak tempat2 menarik di sudut-sudut Singapura yang mendatangkan inspirasi. Atau... aha.. ke muslim convert association aja, berbagi cerita dengan mualaf, maka tunggulah, kau akan kebingungan mengumpulkan sekian banyak hikmah berceceran, dengan nilai2 yang kualitasnya bersifat objective dan variatif buat setiap individu.

Aku mensketsa cinta buat bunda. Ya, cuma mensketsa, karena melukisnya aku tak kan bisa. Teringat kata2 seorang penulis favoritku. Cobalah melukis cinta, dan kau akan kehabisan warna sebelum cinta itu selesai disketsa. Tapi cinta ini bukan cinta biasa. Hmm kau pasti bilang semua orang juga punya. Ah yakinlah, itu karena kau belum benar benar mengenal bunda. Tolong biarkan saja aku menuliskannya, mungkin demikianlah salah satu caraku mensketsa cinta. Buat ibunda...

Bunda, bukan wanita biasa. Duduklah dengan tenang, kan kuceritakan tentangnya. Namun berjanjilah untuk tidak ikut ikutan jatuh cinta. Cinta bunda cuma boleh untukku. Tangan ajaib bunda mampu mengubah hari hari yang susah menjadi tetap penuh senyum dan canda. Semangatnya yang membaja sanggup membuat bunda melupakan penat yang merajam ketika harus berlari ke sana ke mari menafkahi sang buah hati. Hatinya yang tegar mampu menghadirkan mentari di wajah kami. Kapanpun. Dengan berbagai cara. Sendirian. Dengan kemana mana membawaku sebagai tumpuan segala kasih. Kasih yang teramat sayang.

Sayangku sebesar apa padanya?.
Ah kamu tak kan paham. Bahkan berderai derai airmata ketika menuliskan ini tak kan sanggup membalas sedikit saja ketulusan di hati bunda. Tangan bundalah yang membimbingku mulai dari belajar membaca, mengenal matematika (bundaku guru SD), berjalan di pematang sawah(kita punya sawah lo..), mencuci di sungai(kampungku dikelilingi sungai2 besar berair jernih), sampai mencari kayu bakar di hutan. Masih teringat cerita cerita berhikmah yang dituturkan bunda di sepanjang jalan dari hutan ke rumah. Semuanya tentang ketabahan. Tentang perjuangan. Dan semua itu diceritakan supaya kepala mungilku tidak merasakan lelah yang sangat karena harus memikul seikat kayu bakar yang tentu saja beratnya belum ada apa apanya dibanding beban yang dibawa bunda di kepalanya. Sesekali kami berhenti sekadar menghapus penat. Sering juga berbuka di tengah perjalanan karena kadang kadang masih di tengah jalan ketika adzan magrib berkumandang. Berdua memandang senja yang merah dan kawanan burung yang melesat membelah langit persawahan. Sesaat penat terlupakan. Bahkan wajah bunda yang kotor tersaput debu debu nakal di sepanjang jalan begitu indah di mata kanak kanakku.

Sayangku sebesar apa padanya?.
Ah kamu tak kan paham. Bahkan berderai derai airmata ketika menuliskan ini tak kan sanggup membalas sedikit saja ketulusan di hati bunda. Mata bunda mengajarku cara bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Sehingga berbohong dan membuang2 waktu adalah kesia2an yang akan terluluh lantakkan oleh tatapan kecewa dari matanya. Kemandirian adalah PR sehari hari yang ditekankan begitu kuatnya. Bunda tak pernah menanyaiku tentang pekerjaan pekerjaan sekolah atau tanggung jawab apapun. "Kerasnya hidup seharusnya membuatmu paham bahwa masing2 kita punya tanggung jawab besar terhadap masa depan kita", demikian kata bunda suatu hari sambil mengipas ngipasi api pembakaran batok kelapa untuk kami menyetrika. Ups jangan salah ya. Buatku setrikaan tradisional beda wanginya dengan setrikaan listrik yang memang tak mampu dimiliki bunda. Lebih wangi.

Sayangku sebesar apa padanya?.
Ah kamu tak kan paham. Bahkan berderai derai airmata ketika menuliskan ini tak kan sanggup membalas sedikit saja ketulusan di hati bunda. Bahasa tubuh dan guratan2 lelah di wajah bunda mencerminkan setiap tetes2 peluh dan kecapaian rutinitas yang harus digeluti sendirian. Keikhlasan yang membahasakan cinta. Kecintaan yang... ah, bahkan mensketsanya pun aku tiada mampu. Masih teringat suatu hari dengan wajah teramat sedih bunda menyerahkan sebungkus besar perlengkapan baju baju sekolah buatku. "Ini baju baru buatmu, seragam SMU, seperti janji ibu" kata bunda. Lalu beliau menangis tersedu sedu. Bunda sayang kenapa?. Kenapa menangis?. Ketidakmengertian itu terjawab ketika bungkusan itu dibuka. Ternyata nama nama di baju itu bukanlah namaku. Tapi entah nama siapa. Ah, bukan baju baru sepertinya. Mungkin hadiah dari seseorang. Lalu akupun tersenyum lebar lebar. Sedikit pahit memang kala itu. Bunda.. bunda... tak apa. Bukankah tinggal kita ganti namanya.

Sayangku sebesar apa padanya?.
Ah kamu tak kan paham. Bahkan berderai derai airmata ketika menuliskan ini tak kan sanggup membalas sedikit saja ketulusan di hati bunda. Bundalah yang mendorong cita cita menuntut ilmu setinggi tingginya. Menemani sampai tengah malam ketika harus begadang untuk ujian. Bahkan masih tetap semangat melucu walau sering kutimpali dengan cueknya, "lucunya dimana?". Masih ingat binar di mata bunda saat melepasku menuntut ilmu di kampus Ganesha. Campur aduk rasa hati. Bahagia mendapat kesempatan merantau ke seberang pulau. Menuntut ilmu di negeri orang. Sedih karena harus meninggalkan dirinya sendirian. Siapa lagi yang akan mendengar cerita ceritanya setiap hari. Bunda akan sendirian menikmati warna warni hidup, setelah 18 tahun lamanya membaginya bersamaku. Lalu air mata itupun menderas seperti hujan saat melambaikan tangan dari jendela bus ekonomi non AC Padang-Bandung yang aku tumpangi. Lalu suatu hari mulutpun terasa begitu pahit menelan makanan kala sadar bahwa kiriman kiriman bunda buatku diperantauan cuma menyisakan beberapa rupiah untuk dirinya.

Sayangku sebesar apa padanya?.
Ah kamu tak kan paham. Bahkan berderai derai airmata ketika menuliskan ini tak kan sanggup membalas sedikit saja ketulusan di hati bunda. Masih kuingat ketercengangan di suara bunda ketika suatu siang kukabarkan bahwa perjalanan takdir segera akan membawaku ke Singapura. "Melepasmu ke bandung saja masih begitu berat terasa, sekarang malah mau ke negeri yang jarang terdengar namanya", demikian bunda membahasakan kekuatirannya. Berbulan bulan kemudian aku tahu dari tetangga, bahwa bunda termenung menung, tak henti menangis dan tak mau makan sebelum menerima telpon dariku. Kala itu memang berangkatnya cuma berbekal surat panggilan dari NTU dan tak mengenal seorangpun di negeri itu.

Sayangku sebesar apa padanya?.
Ah kamu tak kan paham. Bahkan berderai derai airmata ketika menuliskan ini tak kan sanggup membalas sedikit saja ketulusan di hati bunda. Siang yang basah suatu ketika saat pulang kampung ketika mataku tertumbuk pada jubah manis merah muda di Al fitri tunggul hitam. Toko buku buku islam dan assesoris muslim/muslimah yang selalu kami kunjungi kala liburan semester. Kala itu hujan lebat dan berangin sehingga harus berlama lama di tempat itu. "Suka ya?" tanyanya. "Sangat" jawabku pendek. Beberapa hari kemudian jubah itu menjelma menjadi kado yang sangat istimewa dari bunda. Saat berkesempatan menelponnya dari rantau, beliau ternyata menyiapkan kejutan buatku. "Kamu mau hujan gerimis yang warna apa?" tanya bunda di seberang sana. "Hujan gerimis? apa itu?" sahutku tak mengerti. "Itu loh yang kemaren berwarna merah muda, katanya suka baju seperti itu" sahut bunda kalem. Oh, gamis ternyata maksudnya. Hehehe.. bunda.. bunda... Semenjak itu gamis seperti menjadi kado rutin darinya.

Sayangku sebesar apa padanya?.
Ah kamu tak kan paham. Bahkan berderai derai airmata ketika menuliskan ini tak kan sanggup membalas sedikit saja ketulusan di hati bunda. Bunda sangat romantis dengan kata kata. Selamat ulang tahun ke-18 anakku sayang, begitu tulis ibu beberapa bulan kemudian di kertas khas buku tulis yang dirobek tengahnya. Begitu terus setiap tahun. Sederhana namun indah. Kecuali pada ulang tahun yang ke-21 bunda mengirimi kartu merah jambu. hehe tumben. Mungkin kehabisan buku tulis. Bunda juga yang mengajarkan tentang berbahagia dalam kesederhanaan. Bunda suka memberi hadiah atau oleh oleh. Lucunya, saat liburan semester bunda masih sering membawakan coklat sebagai oleh oleh sepulang beliau mengajar. Bunda seolah olah lupa bahwa aku bukan anak kecil lagi. Ciyeee... sok gedhe. Sepatu yang kupakai kemana mana masa inipun hadiah istimewa dari bunda awal tahun lalu. Hiasan bunga disebelah kirinya suah copot sempurna tapi belum ingin menggantinya. Masih teringat Saat itu dengan malu malu bunda menyerahkannya sambil berkata "Buat kamu, tapi harganya cuma 25 ribu". Ah bunda, siapa yang sanggup menilai harganya cinta.

Suatu siang di Singapura menjadi salah satu saat yang paling indah dalam sejarah hidupku ketika melihat begitu indah binar di mata bunda saat melambaikan tangan dari jauh padaku. Padaku yang sedang berjalan di panggung wisuda yang berisi jejeran 'lecturer yang telah menempaku dengan bekal bekal ilmu dunia 4 tahun lamanya. Padaku yang sedang berdebar debar melangkah menuju pimpinan tertinggi universitas untuk menerima pengesahan gelar sarjana. Begitu cerah wajah ibunda walau nilaiku biasa biasa saja. Bintang kejora di mata bunda kala itu, tak terlupakan. Dan ingin melihatnya selalu. Sungguh!!!

Lamunanku terputus saat langit memerah mengakhiri senja. Langkah kaki menuju Al Falah Mosque di somerset sana. Mesjid yang terletak persis di pusat keramaian Singapura itu sangat nyaman untuk singgah sejenak atau berlama lama. Nuansa perbedaan suasana yang kontras di dalam dan di luar mesjid akan membuatmu kadang enggan pulang. Tak peduli pagi, siang ataupun malam. Semoga suatu waktu berkesempatan menikmatinya berdua bunda. Sekian dulu kisah tentang bunda. Jangan ikut ikutan jatuh cinta. Karena bundalah hartaku yang paling berharga. Dan aku tak ingin membaginya denganmu. Maaf ya...

Ijinkan kututup tulisan ini dengan lanjutan syair dari nasyid yang sama dengan pembukanya: walaupun ummi letih 
mengasuh kami ini 
namun masih tersenyum 
menyejukkan hati
ummiku sayang kaulah srikandi 
semoga Allah kan berkahi

Dari Abu Hurairah R.A. katanya: Datang seorang lelaki berjumpa dengan Rasulullah S.A.W. dan bertanya, "Siapakah yang lebih berhak bagiku untuk berbuat baik kepadanya?" Jawab Rasulullah: "Ibumu" ; "Kemudian siapa?" tanya lelaki itu. Jawab Rasulullah : "Ibumu"; "Kemudian siapa lagi?" tanya lelaki itu ; Jawab Rasulullah: "Ibumu. Sesudah itu siapa lagi?" tanya lelaki itu. Jawab Rasulullah: "Ayahmu

Singapura, April 2005

Jumat, 09 Juni 2006

Hadiah Nya untukku

Ada banyak warna warni, mungkin saat ini KAU pilihkan yang hitam untukku
Ada mentari ada bulan, mungkin saat ini KAU hadiahkan cukup lentera mungil untukku
Ada siang ada malam, mungkin saat ini KAU selendangkan gelap untukku
Ada banyak bentuk rasa, mungkin saat ini KAU buatkan pahit untukku
Ada panas ada dingin, mungkin saat ini KAU selimutkan getir untukku
Ada awan ada hujan, mungkin saat ini masih KAU sembunyikan pelangiMU untukku
Ada tawa ada duka, mungkin saat ini masih KAU didik aku dengan tarbiyahMU
Ah biarlah, tak ada alasan untuk berhenti mencintaiMU...

Selasa, 06 Juni 2006

Tentang (2006)

//ini hasil migrasi blog, 7 Juli 2015. Pindahan dari unisa81.net//

oh well, my beloved http://unisa.f2o.org/ is being SPAMed by 'something'. Let me review my used-to-be-short-term-memory about hmm.. about me?. Pemilik website ini menghabiskan 18 tahun pertamanya di Ranah Minang . Asalnya dari sebuah perkampungan yang dikelilingi sungai-sungai besar nan jernih serta area persawahan nan hijau. Daerah dimana adat, semangat gotong-royong dan kesederhanaan masih berurat berakar. Part time di warung sate kecil-kecilan milik sang kakek sampai lulus SMA,hingga sempat mahir membuat sarang ketupat dari daun kelapa ^_^. Lalu merantau setahun (1999-2000) di institut yang dikelilingi kuda-kuda di Bandung, sebelum akhirnya terdampar di pulau kecil di seberang Batam (2000). Pulau ini dahulu kala bernama Temasek Lulus dari Universitas di pinggir barat pulau tsb, tepatnya di jurusan yang paling banyak komputernya pada Juni 2004. Sempat kerja part time sebagai guru privat anak SD kelas 5 selama beberapa bulan.

Sekarang bekerja sebagai pegawai kontrak di sebuah kantor pemerintah di sana sampai February 2006. Selalunya mencari-cari peluang untuk menetap dan berislam di negeri sendiri namun belum menunjukkan hasil Insan biasa yang sangat banyak khilaf, sedikit amal, banyak kekurangan dan always butuh tausiyah