Rabu, 29 Juni 2022

Phd Go/NoGo

10 bulan mempersiapkan seluruh fikiran, hati, perasaan, demi pertemuan hari ini.

Ratusan kali sudah melalui lintasan fikiran "udahan aja, kali ya, mungkin bukan ini jalan ninjaku"

Lalu hari itu datang. GO/NO-GO meeting. Yang akhir2 ini jadi mencekam, karena statistik NO-GO tidak lagi menjadi dongeng, tapi nyata di depan mata.
Si A tidak dapat GO karena blablabla
Si B tidak dapat GO karena blablabla, dst dst dst
Jalan takdir cuma 2 opsi
1. GO, lanjutkan risetnya
2. NO-GO, pulang ke kampung halaman.

Maka dipenuhilah lorong2 hati insan fana ini dengan kegelisahan duniawi berbulan-bulan. Seolah tujuan hidup cuma 1 ini aja.
Gak ada yang lain.
Demi nama baik diri sendiri, bangsa, negara, almamater, dan roker KRL Tanah Abang-Serpong.
Gelisah, anxiety, insecure, menemani hari hari...

Lalu, datanglah hari ini..
Beberapa saat sebelum dimulai, Prof Ibo van de poel memasuki ruangan dengan kaos oblong yg mencengangkan (serasa engkong2 lagi kepanasan sore2 di tepi sawah). Tak lama, Prof Frances (yg dikenal menakutkan), datang sambil memegang cangkir super besar "maaf, saya perlu merebus air, dimana dapur terdekat?", sambil mengulurkan tangan. "Hi, saya Frances!", lalu meluncur nyari dapur. Aku melongo 😳

Promotorku, Prof Marijn and Aaron tertawa2 riang "aaah, ini benar-benar suasana summer yang menyenangkan. Ayo Reni, silahkan dimulai, ceritakan segala yang ingin kamu ceritakan, dan kami akan mendebat segala yang perlu kami debat"

Aku merasa berada di dalam sebuah karya sastra. Fiksi. Gak real. Lalu beberapa detik kemudian membulat sebuah tekad "Baiklah, semua akan baik-baik saja, inshaAllah"

Lalu, mengalunlah sebuah episode paling mendebarkan (untukku).
Kami saling berbicara.

1,5 jam berlalu...
Selesai..
Saatnya mereka berunding, lalu saya diminta keluar. Dipanggil lagi 10 menit kemudian.

Dan....
Alhamdulillah, it is a GO.
I am officially a Phd candidate now...
Sebuah milestone yang mungkin buat sebagian besar orang biasa aja. Tetapi bagiku, sungguh perjalanan yang mencekam...

Terima kasih, wahai orang2 yg tak bisa satu persatu disebut namanya. Atas segala dukungan, semangat, dan do'a...

Dan kisah inipun bermula.

Minggu, 07 November 2021

Ibu semakin sembuh



Dapat kabar bahwa Ibu sakit, walau sudah membaik dan dirawat di rumah.

Kebalikan dengan anaknya yang berisik, Ibu saya ini cenderung pendiam, meskipun guru SD. Tetapi di depan kelas gemar bercerita. Ibu, sosok yg unik. PNS pertama di kampung halamannya di tahun 1970-an, pedagang sate yang senang Matematika dan Bahasa Indonesia (Ibu jago pribahasa, pantun, dan puisi). Kemampuan berbahasanya unik, bisa ngomong terbalik, per huruf, kalimat, bukan per kata lhooo...
Diajarkan ke saya 🤣.
UBI NAD AYAS IGAB TEGNAB ASAIB GNAY LAH HIIIS KILABRET GNOMOGN HAAA...

Kebalikan dengan anaknya yang kebanyakan bicara, Ibu cenderung pendiam dan tertutup. 
Sejak stroke 2018, ibu makin pendiam, dan kalau saya tanya "Ibu butuh apa?", Ibu hanya tersenyum dan menjawab singkat "Indak ado, alah ado sadonyo". Walau kemudian saya tetap mengada2 mengirimkan entah apa, yg saya yakin akan membuat ibu tertawa2 (coz I know her 😁). Ya bagaimanalah, ibu kan pintu surga kita, setiap bahagia dan tawanya saya harapkan berkah di dalamnya. Bukankah gak akan mungkin terbalas jasa2nya?

Ibu saya tak pernah tampak sedih. 
Makanya saya dulu kaget saat tahu Ibu ternyata sempat menangis ketika saya terbang sendirian ke Singapura menuju NTU tahun 2000 demi kuliah gratis. Saya menelpon sambil tertawa2. Tenaang, udah gede gak akan hilang. Tangis yang sama ketika saya nekat naik bus ke Cianjur tahun 1999, bersama 2 sepupu cowok yg sama2 gak pernah merantau. 
Lalu kami "hilang" 4-5 hari di jalan, karena bis non AC kami mogok gak karu2an berkali2. Tahulah telpon umum benda langka, apalagi di pinggir hutan lintas Sumatera. Saya menuju ITB, kampus impian saya. Dan Ibu mungkin terlanjur pasrah dgn anak gadisnya yang keras kepala.

Walau gak banyak bicara tapi saya tahu sayangnya Ibu pada anak tak hingga (baru paham juga setelah jadi Ibu). "Kamu akan kuliah ke luar negeri suatu hari", kata Ibu yg ucapannya bertuah itu. Suatu hari saat saya SMP, sambil memandang Ibu yg cekatan dengan setrikaan arangnya. Sampai SMA pun, listrik buat kami benda mahal. Saya cuma tertawa2. Mana ada pemikiran saya kuliah di Luar Negeri. Saya tergelak sambil meneruskan menuliskan khayalan2nya Ibu.

Dulu di Ciputat, setiap pulang kerja, kami selalu "ngobrol" di Meja Makan. Walau saya cenderung monolog, dan Ibu antusias dengan ekspresi2 khasnya. Ibu yg Single Parent sejak kami balita, banyak bicara hanya ketika saya mengambil sebuah keputusan besar dalam hidup. Sambil menggosok2 punggung saya, Ibu berkata "Bisa kok, kamu bisaa. Semua ini bisa dilalui. Ibu bahkan dulu gak punya apa2".

Ya ya. Tahulah saya definisi "gak punya apa2".  
Masih inget kok gimana setiap 20rb-an pun dikirim Ibu ke Bandung walau berjeda-jeda misterius. 
Saya kebayang betapa itu gak mudah buat Ibu. Dan saya yakin doa beliau semata yg mengantarkan saya kuliah gratis ke Singapura, dalam sebuah seleksi yg rasanya mustahil.
Keajaiban doa Ibu.
Keadaan saya jauh lebih baik di mata beliau, dan menurut beliau saya bisa. Dan ucapan Ibu adalah mantra, fikir saya. Makanya setiap kali menelpon, walau gak banyak bicara, saya takzim mendengarkan semua kata terpatah2 Ibu yang bagi saya terdengar seperti doa "Kamu bisa, kamu bisa". Itu adalah diksi favoritnya.

Ibu saya yang sempat 14 hari nyaris koma di RS Pusat Otak Nasional. Sebuah titik yang menghantarkan saya pada sebuah kesadaran bahwa, ternyata saat Ibumu sakit, duniamu runtuh, dan persoalan hidup lainnya jadi gak ada artinya. Jadi receh semua. Seolah terngiang sabda Nabi. "Ibumu, Ibumu, Ibumu...."
..
Semoga Ibu cepat sembuh...
Akan halnya Ibu yang merasa "tak butuh apa apa". Bagi seorang anakpun demikian hakikatnya

"Tak ada yg lebih penting dari Ibunya yang sehat dan bahagia" 


Jumat, 24 September 2021

Nyasar di Delft



2014 (7 tahun silam)

Suatu siang.
Sudah hampir pasti, saya akan terlambat ke appointment buka rekening bank. Tapi sudah belasan menit mengayuh sepeda dengan panik, saya masih gak ketemu lokasinya. Padahal udah ke sana H-1, dan nandain lokasi "bank nya dekat jembatan, yang ada bunga cantik, dan airnya hijau"

Daan ternyata hampir setiap belokan di Delft kayak gitu!! Jembatan, bunga cantik, air hijau. Aaarghhh, unisaa bagaimana seeeh. Lugu bener dah.

Darah didikan Singapura yang mengalir kental dalam diri saya, dengan doktrin mengharamkan terlambat, bergejolak-gejolak menahan luapan emosi. Bagaimana ini? Bagaimana ini?

Daan untungnya, 5 menit sebelum waktu janjian, mata saya bersirobok dengan plat bank itu. Ini dia!!! Alhamdulillah. Bergegas parkir sepeda, dan melompat masuk ke ruangan yang hangat.
Yess! Saya tepat waktu. Gak jadi bikin malu bangsa, negara, instansi, dan almamater 😴😴😴. Gak boleh terlambat, uNisA!

Postingan foto ini adalah kenang-kenangan. Betapa dulu di hari-hari pertama di Delft saya selalu nyasar karena gak paham beda antara satu belokan dan belokan lainnya.

Semuanya sama.
Ada jembatan, bunga cantik, dan air hijau.
Aah, saya memang cinta sekali sama kota ini. Cinta sejak pandangan pertama.

2021
Bahkan saat ini, ketika kehidupan rasanya begitu menantang. Udah bingung bagi waktu antara memainkan peran sebagai ibu kesayangan dan mahasiswa disiplin penuh tanggung jawab. Bingung membagi fokus antara bersemedi syahdu dalam aroma kampus Delft yang bagaikan lautan ilmu pengetahuan tanpa batas, dengan mobilitas fisik ke kota sebelah: Den Haag yang modern dan hiruk pikuk, tempat tekos menuntut ilmu.

Namun, cinta akan mengalahkan segala rintangan bukan?

Karena itu, Nak
Kata saya ke duo H
Kita cari terus pola yg ciamik, dan strategi menuju win-win solution, sampai kita menemukan titik equilibrium itu.
Mempertanggungjawabkan segala amanah yg dititipkan kepada kita. Menjadi pelajar, menjadi mahasiswa..
Menjadi anak, menjadi Ibu..
dan menjadi hamba Allah yang fokus menemukan jawaban

Sementara itu, kita nikmati angin syahdu Negeri van Oren, ini

Tawakal, setelah sepenuh2nya ikhtiar. Begitu bukan?
Apakah ikhtiar kita sudah maksimal?
That is a question

Minggu, 29 Agustus 2021

Delft! Mengulang kisah lama


 


End of August 2021...

Angin bulan September mulai menjelang,
nuansanya bagaikan remaja labil. Bimbang meninggalkan musim panas yang ceria, bersiap menyambut nuansa sendu musim gugur.

Oh, I started to smell the silent dance of the falling leaves...
Just the still melancholy that I love...❤❤

^^uNisA menggigau
^^tapi aku beneran cinta Delft
^^semacam "cinta yang memanggilmu untuk kembali" 🌷🌷

Kamis, 26 Agustus 2021

Belanda - new episodes



"Berkelanalah, jelajahi dan temukan jalan nasibmu di bagian-bagian pelosok tak terduga. Langit adalah kitab yang terbentang, penuh dengan mozaik yang akan membangun siapa diri kita nantinya"
(Sang Pemimpi, Andrea Hirata)

"I know it's not ordinary. But who ever loved ordinary?" (Joan Clarke, Imitation game)

"There’s no point in being nuts if you can’t have some fun with it.” (John Nash, Beautiful Mind)

"You Can't Get Any Further Away, Before You Start Coming Back" (The Truman Show)

Bismillah... 

Jumat, 30 Juli 2021

Bye Ranah Minang

 


ye bye Ranah Minang...
See you when I see you...
Hanya beberapa tahun saja...
Empat atau lima..
Semoga gak lebih lama...


Aku, berpetualang lagi...
Menyusuri bumi Allah yang lainnya ^__^

Minggu, 25 Juli 2021

Ter-covid di kampung halaman



Saya gak tahu mana yang lebih sulit, menjadi sakit, atau menemani orang sakit.

Anyway, things are getting a lot more better now. 
Walau teteup belum bisa ke Jakarta. Mulai dari drama nyari dokter spesialis penjelasan medis anak2 blm vaksin (1 minggu urus ini), PPKM Iedul adha anak<18 thn dilarang terbang, syarat PCR yg hanya bisa di RS tertentu, hasil PCR yg bahkan ga keluar setelah 3x24 jam (keterbatasan fasilitas di daerah, so sad), dan jadwal penerbangan yg tahu2 berubah gak ngejar hasil PCR yangg ga kunjung keluar. Terjebakku di kampùng sendiri 😅

Meskipun banyak sekali agenda tertunda, tapi ada 1 hal besar yang harus selalu disyukuri dalam hidup, yaitu: Kehidupan itu sendiri. Being alive! Di tengah letihnya atmosfer udara menampung segala berita duka, di tengah menderasnya air mata orang-orang yang kehilangan jiwa2 terkasihnya, dan di tengah lelahnya bumi tak henti-henti menampung tubuh-tubuh yang telah kembali kepada Rabb-nya.

Setiap bangun pagi rasanya seperti diberi kesempatan ke-2. 
Sapaan "hai kamu, apa kabaaar hari ini", rasanya luar biasa, baik bagi yang menyapa maupun yang disapa.
Frasa "sehat sehat yaaa kamuuu", bukan lagi sekadar basa basi semu. Sungguh mengandung harapan semoga yg disapa dalam keadaan sehat jiwa dan raga.

Perjalanan ke Negeri Oren tertunda cukup lama. Akibat pandemi global administrasi perjalanan ditangguhkan. Thanks to teknologi sehingga kegiatan belajar dapat dilakukan daring.

Sekarang, setiap momen menjadi lebih berarti.
Cucian2 yang menumpuk itu untuk disyukuri, karena masih ada kekuatan untuk memeras dan menjemurnya.
Rumah yang berantakan itu untuk disyukuri, karena artinya anak2 cukup sehat untuk beraktivitas aneka rupa.
Jurnal2 yg memusingkan ini untuk disyukuri karena masih ada dosen yg mau repot2 membagi pemikirannya dgn saya.
Target2 paper itu untuk disyukuri krn pembimbing berarti masih belum menyerah dengan saya 💪

Bernyanyi di hari Sabtu...
Dengan nada2 mengalun merdu...
Lagu ini memang bikin tersipu-sipu 😊
Tapi ke Jakarta, aku sudah begitu rindu!

Sabtu, 15 Mei 2021

Ramadan berlalu (2021)

 




Dia sudah pergi
Pergi jauh, 11 bulan lamanya

Kami tahu,
Rindu itu tidak akan pernah selesai...
Saat-saat munajat syahdu dalam renungan...
Mencermati hakikat perjalanan..
Merayu ampunan dalam sujud-sujud panjang..
Meluruhkan kehambaan dalam jiwa penuh sesal, namun juga penuh keinginan...
Ah, kita memang insan yang lemah..

Dia benar-benar sudah pergi
Pergi jauh, 11 bulan lamanya

Kami tahu...
Setiap detiknya, tak akan tergantikan...
Yang berlalu tak kan terulang...
Waktu yang sempat tersia-siakan, akan menguap seiring penyesalan..
Ya Rabb, lalainya kami

Dia sudah pergi
Pergi jauh, 11 bulan lamanya...

Wahai bulan penuh keagungan,
Semoga masih ada rejeki perjumpaan...
Semoga masih ada kesempatan menyambut magrib pertama-mu dengan air mata ke-khusyuk-an...
Malam-malam di mana hati penuh harap..
Berharap para malaikat turun mengaminkan doa-doa rahasia, di malam laylatul qadr-mu...
Malam yang dirahasiakan...
Malam yang pasti dialami semua orang, hanya saja beda kegiatan...
Entah kami menjalaninya dalam sujud penuh munajat, atau malah dalam kesia-siaan...

Ramadhan sudah pergi
Pergi jauh 11 bulan lamanya...

Jika di waktu ramadhan saja hati tak bisa seluruh penuh berusaha menggapai surga-Mu.
Bagaimanalah lagi di bulan lainnya...

Wahai diri, marilah menyerah..
Tundukkan segala ketaatan, dan merayu memohon hidayahNya.

Berharap pintu-pintu langit dibukakan selebar-lebarnya, berisi cahaya kemaafan, cahaya ampunan, dan menjemput takdir yang indah...
Berharap menjadi insan yang dimaafkan Allah, diridhoi Allah, dan diampuni Allah.
Adakah yang lebih penting dari itu?

Semoga di luar ramadhan, tetap kami maksimalkan ikhtiar...
Sehingga,
Mata ini
Hati ini
Pandangan ini
Fikiran ini
Seluruh panca indra, raga ini..
Hanya melakukan hal2 yang Engkau halalkan dan Engkau ridhoi...

Dia sudah pergi
Pergi jauh 11 bulan lamanya

Ingin berkata, tetaplah di sini
Jangan pergi, jangan pergi
Sujud kami belumlah maksimal
Sholat kami tak pernah benar-benar khusyuk
Bahkan saat berkata Allahu Akbar, di hati kami tetap menari-nari masalah yang terasa besar

Jangan pergi, jangan pergi..
Tetaplah hidup di hati ini..
____ _____

//gak tahu kenapa Keukenhoff serasa mewakili cerianya Ramadhan

Senin, 26 April 2021

Sahabat dan jendela emosi




 "Jendela emosi, sangat penting dimiliki setiap orang. Untuk meleraikan berbagai timbunan kusut di kepala, menderaikan tawa dengan output semburat bahagia, sebagai obat bagi jiwa. Menyehatkan, menyembuhkan".

Itu penjelasan psikolog, yang tentunya sudah aku sunting dengan diksi pilihanku. Tapi intinya begitulah. Setiap orang perlu jendela emosi untuk menyalurkan tumpukan energi dalam dirinya. Supaya kembali segar bugar.

Jendela emosi bisa berupa penyaluran hobby (main musik, nyanyi, olahraga, membaca, menulis), kegiatan spiritual (baca Qur'an, dengerin kajian), bersosialisasi, dll.

Saya punya bbrp jenis jendela emosi, semuanya menyenangkan (of course!). Salah 1 favoritku adalah pertemanan.

Saya bucin banget kalau udah soal berteman. Can not live without them. Apalagi yg frekuensinya udah klop banget gak karu2an. Saya udah sampai di level "name the place, I'll be there, in a minute".

Tahun lalu, saya sempat terjebak dalam a very wrong and toxic kind of friendship. Gak pernah jiwa selelah itu. Dari seluruh jenis "inner circle" yang ada, kenapa yg ini malah bikin seluruh energi-ku tersedot habis seperti dihisap dementor. Aku kehilangan diriku. Seutuhnya. Entah menjelma jadi siapa.

Lalu saya mundur sejenak, dibantu terapi sana sini, dan segala "omelan2" sahabat2 baik, saya rasanya seperti manusia tenggelam yang diangkat lagi ke permukaan. Sakit, namun perlahan melegakan. Saya lahir lagi. Untuk pertama kalinya saya sangat serius mempelajari orang lain, dan diri sendiri. Perih, tapi banyak pembelajaran.

Semoga ya semoga, aku tak jatuh lagi di lubang yang sama. Sudah terlalu tua untuk mengada-ngada.

Dan untuk teman-temanku. Terima kasih ya, untuk semua lengkungan di sudut-sudut bibir. Untuk semua waktu yg telah diluangkan. Untuk semua keceriaan yang dibagi. Dan untuk semua suntikan semangat tentang berbagai topik kehidupan.

Thank you for having me...❤❤

//minjem foto reunian mommies NTU-NUS yak 🌹🌹

Jumat, 12 Maret 2021

Hari ke 28


Hari ke 28.

Bangun tidur hati ini rasanya kayak musim semi. Adem, tentram, bahagia, lega. Mekar, syahdu, seperti musim bunga. Semoga untuk seterusnya.
Jadi inget foto ini. c.a 2015. Keukenhoff. 13 kg yang lampau hehehe. Lemak-lemak jangan balik lagi ya. Kasian ban sepeda...

Hari ke 28.
Saya tahu hati ini Allah yang ciptakan, dan Allah yang genggam.
Maka saat berkaratnya semakin luar biasa, saya kembalikan lagi pada pemiliknya dengan seluruh penuh. Untuk segala resah, sedih, tangis, dan airmata, atas kemilau fana yang dihadapanNya gak lebih dari sebelah sayap nyamuk. Awan abu-abu retak yang menggayuti jiwa, sungguh memberatkan rongga dada.

Hari ke 28.
Hati ini Allah yang ciptakan dan Allah yang berkuasa penuh atas terbolak baliknya. Saya kembalikan padaNya, merayu untuk menyembuhkan hati saya. Karena tiada kuasa saya melakukannya sendiri, dan tiada pula manusia mampu melakukannya.

Hari ke 28.
Saya sampaikan padaNya. Tentu ini perkara mudah bagiNya. Pada siapa lagi saya pasrahkan Khouf, Mahabbah, dan Roja'. Gak ada yang lebih hebat dari padaNya. Gak ada.

Lalu saya bilang, jalan berliku, segala perih akan saya hadapi demi sepotong hati yang baru. Jika itulah satu2nya jalan menuju insan baru yg lebih tangguh, bahu yg lebih lapang, dan kaki yg lebih kokoh. Akan saya tempuh, akan saya tempuh. Janji saya.

Memangnya apalagi sih yang lebih penting dibanding Ridho, Kasih sayang, dan ampunanNya?

Hari ke 28
Makasih buat sahabat2 yang sabar banget dengan kisah unfaedah ku. Tanpa kamu, kamu, dan kamu, terus saja aku berkubang dalam kehinaan hati ini.

Karena, seperti kata ustadz Salim.
Ada bagian tubuh yang tak bisa kita lihat tanpa bantuan cermin. Ada sudut pandang yang tak bisa kita pahami tanpa ketelitian telaah saudara.

____

Laa ilaaha illallaahul ‘azhiimul haliim..
Laa ilaaha illallaahu robbul ‘arsyil ‘azhim...
Laa ilaaha illallaahu robbus-samaawaati wa robbul ardhi wa robbul ‘arsyil kariim...

Do'a Kurb di atas diajarkan Rasulullah untuk saat2 genting. Segenting itu buat saya perkara ini.

Kembali mengutip ust SAF:
Segala luka dan kecewa tampaknya kan malu dan meniada: ketika kita insyafi bahwa Allah Yang Maha Mengatur tak pernah keliru, tak pernah aniaya.