Rabu, 18 Februari 2004

Kamar kamar di hati..

//ini hasil migrasi blog, 7 Juli 2015. Pindahan dari unisa81.net//

Emailmu pagi ini tentang kamar kamar di hati, mengingatkanku pada sebuah tulisan Azimah rahayu. Beliau pernah menulis begini,

Terhadap mereka, saya buatkan kamar kamar di dalam hati saya. Masing masing memiliki kamarnya sendiri, masing masing memiliki kedudukannya sendiri. Tak tergantikan. Dan setiap kali mereka pergi dari hidup saya, pintu kamar mereka saya tutup rapat rapat dan saya kunci, tak boleh ada yang mengisi. Sewaktu waktu saya akan menengoknya dengan segala kenangan yang kami lalui bersama, hingga jika suatu saat mereka kembali saya tinggal membuka pintu kamar hati ini dan membiarkan mereka masuk.

Bukan kamu yang memutuskan untuk meninggalkan kita yang dulu, bukan pula aku. Ternyata masing2 kamar di hati kita mempunyai pintu yang cuma kita yg tahu kombinasi angkanya. Dan di dalam ruangan itu ternyata masih tersimpan rapat lukisan lukisan kenangan berpigura emosi, perasaan hati, dan curahan jiwa yang cuma kita paham tinggi nilainya.

Kata orang2 cinta itu perlu diuji, tapi berhubung aku belum pernah benar2 jatuh cinta , aku tidak begitu paham maknanya. Tapi ternyata pertemanan juga perlu diuji. Saat ini aku seperti merasa memegang tali yang putus dan kaca yang retak. Bagaimanapun kuatnya hasrat untuk menguntainya kembali menjadi simpul yang indah dan merekat serpihan2 retak itu. Mereka tetap tak seindah dulu. Hatiku terlanjur larut dalam kepingan lara dan kecewa ketika panggung pertunjukannya menuntut kepekaan rasa sebagai pemeran utamanya. Dan aku tidak menemukannya, bahkan setelah penantian bertabur luka.

Yang rindu bukan cuma kamu (akupun kesulitan menemukan kata2 yang lain). Mengutip kata2mu, walaupun yg membuat kita seperti hari hari ini adalah masalah yg muncul sekarang, semoga setelah masalah2 ini berlalu kita masih tetap seperti ini. Aku tidak akan meratapi kekeliruan yang terlalu terlambat aku sadari. Saat aktor kepekaan rasa tak pernah muncul di panggung pertunjukan, seharusnya aku tak usah disana, menjadi batu, menjadi angin, atau kerikil. Kenapa batu, angin dan kerikil? karena mereka kadang2 tak disadari keberadaannya, tak pernah dipahami perasaannya, bahkan dianggap tak punya.

Terlalu terlambat malah. Saat kukira semua penghuni negeri para embun punya nilai2 yang sama tentang penghargaan thdp arti sebuah rasa. Aku tidak akan menyesali kekeliruan ini ketika gelas2 toleransi membuihkan isinya melambung tinggi menyentuh batas titik jenuh lalu hancur berkeping keping. Aku terpana, aku terluka, aku kecewa, dan saat itu kamu menghulurkan tangan membantuku berdiri perlahan lahan.

Saat aku mengintip ruangan yang lama berdebu itu, ternyata masih berkilau2 indah. Halte hall 4 masih disana menyisakan iri pada hall 13 dan hall 8. Yang dangdut bukan cuma aku, suratmu pagi ini cukup menghasilkan genangan telaga di mataku dan perasaan2 yang campur aduk. Lukislah cinta, kata sakti wibowo. Cinta bisa menjadi api saat kau kedinginan, menjadi sepoi saat kau kegerahan, menjadi penegak disaat kau kelelahan, menjadi penuntun disaat kau kebutaan. Malam itu aku lelah, gerah dan buta, tak kusangka yang menjadi cinta adalah kamu.... sister.

Pelangi Dihiris Gerimis
Senja Pun Merangkak Menutup Mentari
Terbias Warnanya Ke Wajah

maraji
1. Azimah Rahayu, Pagi ini aku cantik sekali
________________________________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar