Rabu, 31 Agustus 2005

Kanashii

Malam merambat cepat. Dingin menelusupi relung-relung hati saat kau katakan itu. Aku membisu sedih. Tapi kau dan dia malah menggoda sambil memamerkan bungkusan makanan berisi mie goreng dan opor ayam.
"Aku jadi ga nafsu makan" aku merajuk
Tapi kau dan dia malah menjawab cepat,"Ok, makanannya kita bagi dua"
"Dasar, ga bisa melankolis dikit"
"Kan udah kubilang, kalau soal makanan lain persoalan" Dia menjawab cepat sementara kamu cengengesan. Eh ada bening mengambang di sana, di mata itu, aku bisa melihatnya di sela sela tawamu yang selalu cerah. Ayo ngaku!!

"Lalu kapan ke sini lagi?" Oh aku takut memandang matamu, aku tidak setegar itu menyembunyikan perasaan
"Belum tahu, mungkin ga akan atau mungkin lama sekali"
Sepi...
sunyi...
Dingin menyentak-nyentak
Aku melirik dia yang berdiri di sebelahmu sambil mengayun2kan bungkusan makanan.
"Kok diam aja sih?" aku gemas
"Aku.. hmm speechless" si dia menunduk lalu tersenyum samar


"Pokoknya musti balik cepat, bulan depan musti balik" aku memaksa
"Yee seenaknya" kamu diam, lalu bersuara kembali. Pelan. "Akupun inginnya begitu..."
"Kabar2in ya kapan balik. Jangan tiba2 datang trus bawa undangan" aku mencoba melucu dengan mengambil tema topik terhangat abad ini. Kitapun membuat skenario2 sekenanya, lebih pada tujuan untuk menghibur diri. Kita semua tertawa. Tapi tawar dan hambar.
"Kalau gak balik komputernya aku jual" ancaman yang sadis, lebih kepada mengobati diri sendiri di tengah-tengah kejutan. Benar-benar kita semua jadi tidak lucu malam ini.
"Kamu pasti akan kangen hmm sama semua ini, jadi pasti cepat balik"
"semua yang mana" kamu bertanya retorik
"Misalnya mainan kuda laut itu" jawabku sekenanya saat kita melintasi area bermain
"Hehe tenang aja, aku bakal kangen rumah ini yang jelas"
"Makanya balik cepat" kembali nada memaksa keluar

"Sudah sudah, nanti saja dipikirkan tergantung bagaimana situasi di sana" si dia menengahi dengan bijak Oh ternyata umurku berkurang 14 tahun malam ini. Jadi anak SD kelas 4. Tidak dewasa.

Kita kembali terdiam. Apapun episode yang pernah kualami dalam hidup, rasanya belum seberat yang kamu rasakan. Namun di wajah itu tak pernah kulihat mendung atau awan kelam. Walau malam ini kadang2 kulihat sedih yang menggayut tapi tertahan terbalut ketegaran yang berlipat-lipat. Bagaimana bisa seperti itu?. Apakah karena khusuk sebagai manifetasi tertinggi dari ibadah-ibadah berbalut qana'ah, tawakal dan tawadhu telah menelusup menyatu ke dalam relung relung hati?. Sehingga yang ada hanya syukur dan sabar. Syukur dan sabar.
Syukur dan sabar.

Come back soon ya...
Masih ingin belajar banyak hal bersama sama...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar