Senin, 15 Januari 2018

[Tekos] Mereka puasa sunnah

 Saat tadi malam dia bilang mau belajar puasa sunnah,saya iyakan aja dan gak terlalu berharap. Shalatnya inshaAllah disiplin (di luar bab kualitas ya), tp kalau puasa saya sempat meragukan. Puasa Ramadhan aja perjuangan banget, apalagi anak ini termasuk yg makannya banyak.

Maka tadi siang saat budenya mengabarkan bahwa dia masih istiqomah puasa, saya lumayan surprise. Surprise berubah jadi haru saat dikirimkan foto Ashar. Sholat berjamaah di mushola sekolah (dgn seorang guru dan abang penjual sate), sambil ngajak adiknya juga. Nak Hafidz dan sarung kesayangannya sungguh jadi pemandangan indah di mata emak.Rupanya tekadnya untuk mengupayakan shalat berjamaah sebisa mungkin lumayan serius,walau masih banyak kekurangan.

Rasa haru di dada kemudian melimpah2 saat di waktu Magrib budenya mengirimkan foto nak Hafidz sedang berbuka puasa seorang diri di rumah. Wajahnya ceria sekali. Semoga Allah berkahi. Saya tanpa sadar menyadur kalimat ust Salim A Fillah dalam hati: "Sungguh terasa sekali nikmatnya menahan diri ya, Nak, karena saat berbuka kadang penuh kejutan". Kalimat yg applicable untuk kehidupan secara umum.
Maka kemudian, demi rasa rindu yang berpacu haru, saya telponlah dia di perjalanan menuju rapat berikutnya.
"Berhasil ya Nak puasanya, selamat ya. Apa yang menyebabkan abang mendadak belajar puasa sunnah?".
Dia menjawab "gak kenapa kenapa, ingin aja, kayaknya Hafidz dah lama gak puasa, kangen lagi gimana rasanya lapar, Hafidz kenyang terus, kebanyakan makan,nanti gak ngerti perasaan orang lapar"

Saya jawab "oo kirain kenapa"
Dia jawab lagi "yaa Hafidz juga ingin doa-doa terkabul"
Saya tanya "emang abang ada doa apa?"
Dia tertawa kecil "ada deeeeeeh, rahasia anak2"

Saat itulah saya inget lagi bahwa usianya belum 10 tahun. Saya biarkan dia dengan rahasianya, saya pun menutup telpon juga sambil tertawa kecil.

Semoga sisa usia ini cukup panjang untuk mendampingi mereka sampai memiliki karakter yang kuat untuk menghadapi tantangan dunia, dan persiapkan bekal akhirat. Setelah itu, tak ada lagi keinginan. Tak ada lagi yang lebih penting.

Mendadak saya teringat sebaris syairnya Fahd Jibran
"Tak ada lagi keinginan, itulah keinginan"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar