Selasa, 17 Juli 2007

[Cluster 11] Membandingkan Generasi Majalah Annida



Apa yang timbul dalam pikiran kita melihat gambar di atas?Adakah perbedaan rasa yang berarti?
Itulah majalah Annida edisi juni-juli 1997, dan juni-juli 2007. Yup! Persis beda 10 tahun. Edisi juni-juli 1997 yang saya jumpai waktu kelas 2 SMU ini adalah salah satu harta karun di dalam koleksi-koleksi buku saya. Majalah yang acap kali saya tengok ulang, tidak hanya sekedar penghias rak buku atau masuk ke bagian museum. Sama sekali tidak. Benar-benar salah satu harta berharga.

“Antara Depok dan Tepi Barat" adalah salah satu karya uni imun (Muthmainnah) yang paling saya suka. Getar yang dirasakan setelah membacanya sekaliber tulisan-tulisan mbak HTR kala itu. Mengguncang iman, menyentakkan kesadaran, membuka fikiran dan tentunya menyentuh kalbu. Saat itu juga Annida punya penulis-penulis hebat yang kebanyakan sekarang telah menjadi penulis-penulis ternama. "Perjamuan Malaikat" karya Afifah Afra di edisi juni-juli 2007 menurut saya juga merupakan karya yang luar biasa. Kegeraman hati kita akan peristiwa yang menimpa jamaah haji Indonesia terkait masalah ransum rasanya dapat terwakili oleh cerpen ini. Pun hadirnya karakter-karakter yang mampu membawa kita ke suasana yang ingin digambarkan dalam kisah tersebut. Afifah Afra penulis yang tidak diragukan lagi kualitasnya. (salut!). Dua cerpen utama ini membuat persandingan 2 edisi yang berbeda umur 10 tahun ini bisa dibilang cukup setara. 

Namun bagaimana dengan sisi lainnya? Sejalan dengan perkembangan jaman, Annida (dan mungkin semua majalah di dunia) makin penuh sesak oleh iklan-iklan busana muslim. Mengartikannya dapat dari berbagai sudut pandang, tergantung minat. Annida yang makin populer walau tanpa iklan di media massa, sehingga mampu menarik pengiklan dengan dahsyatnya. Atau kemampuan ekonomi masyarakat muslim yang mungkin semakin meningkat, sehingga meningkat pula pola konsumsi dan produksi. 

Namun yang terasa cukup menggelitik di sini adalah perbedaan "rasa" yang cukup mencolok. Entah saya ini termasuk aliran kolot, tapi rasanya nyaman banget berdekatan dengan Annida model dahulu kala. Sejuk, anggun, sederhana, namun bermuatan. Kemudian saya sadari bahwa ternyata dakwah itu mau tak mau memang harus menyesuaikan diri dengan keadaan. Telah banyak hal yang berubah, apalagi dalam kurun waktu 10 tahun. Pola hidup, cara berfikir, budaya, rasa, norma dan seterusnya dan seterusnya. Meski pasar yang dibidik Annida saat ini (mungkin) tetap remaja, namun definisi remaja itu sendiri mungkin telah mengalami perubahan. 

Remaja saat ini tidak sama "penampakannya" dengan remaja jaman dulu. Remaja saat ini tidak sama seleranya dengan remaja jaman dulu. Jika terus dirunut, akan panjang jadinya. Dengan dasar itulah kemudian saya ber-husnuzhon bahwa itulah alasan Annida kemudian mendisain halaman depannya menjadi begitu eye catching . Walau saya dengar selentingan, para ikhwan memang kemudian makin malu-malu untuk berkenalan dengan Annida. 

Entahlah. Demikianlah sedikit pikiran yang cukup menggelitik akhir-akhir ini. Dan saya doakan, semoga Annida semakin sukses mengemban misi visinya.. amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar