Senin, 23 April 2012

[Cluster 19] Ketupat Ceker Tengah Malam di Emperan Kota Depok

Sebenarnya sudah lama denger tentang ketupat sayur plusceker ayam, di emperan jalan Nusantara, Depok. Bahwa warung itu dibuka setelah jam 12 malam, bahwa cekernya murah meriah, bahwa suasana makan tengah malam di emperan pinggir jalan sungguh mengasyikkan, bahwa temen makannya adalah aktivis-aktivis pedagang sayur di pasar. Sebenarnya sudah lama juga pingin menjajal wisata kuliner unik ini, tapi baru kemarin ada kesempatan.

Kesempatan tiba ketika jam 11 malam baru hendak pulang ke rumah dan mendapati bahwa kereta terakhir ke Depok telah berlalu. Pulang bareng sobat yang juga baru selesai rapat. Demi menghemat ongkos, kami naik Kopaja dulu ke Pasar Minggu. Kopaja masih sangat ramai, namun kami terus siaga penuh mengingat kopaja adalah sarangnya copet. Aku udah ga terlalu jagain tas, karena blackberry juga udah ilang hehehe, tas cuma berisi barang2 ga penting. Yang harus dijagain justru buku-buku barunya anak-anak.

Setelah turun di Pasar Minggu, kami kembali mendapati bahwa bis ke Depok sudah pada pulang kandang, yang tersisa cuma kendaraan Odong-odong (mereka menyebutnya begitu). Penampilannya seperti mikrolet, tapi atapnya terpal. Kalau di kampuang kami di Padang, disebutnya Cigak Baruak (ket: Cigak dan Baruak artinya sama, yaitu Monyet... hehe. ga tau juga kenapa namanya begitu, mungkin karena tadina buat ngangkut monyet2 he he he). Aku sih ga canggung2 amat naik beginian bo', karena dari kecil sampe SMP, angkutan ke kampung kami di Padang adalah model beginian. Maklum, kampung kami adalah pinggiran kota Padang.

Sekitar pukul 00.15, angkutan Odong-odong berhenti di Jalan Nusantara Depok. Persis di Warung Ketupat Ceker yang hanya menjual ketupat sayur beserta ceker dan sebuah gerobak menjual Jahe Panas. Warung emperan sudah rame.

Tadinya aku menolak makan ceker, cuma mau makan ketupat sayurnya. Kenapa? bukan karena ga suka ceker ayam. Sebagai penjual Sate Padang, dari kecil kami sekeluarga adalah Ceker Ayam Maniak!, tak ada yang lebih nikmat dari ceker ayam yang telah dilumuri bumbu2 keren racikan Abak kami di kampung, yang kemudian bersemayam beberapa jam di dalam lautan kuah sate kami yang spesial. Tapi kami tidak pernah makan ceker di tempat lain, karena kami menganut aliran bahwa Ceker Ayam di warung sate kami adalah yang paling bersih di dunia... hehehe. Yah, soalnya begini temans, ngebersihin ceker ayam itu susyeeeeee. Dan kami meragukan kebersihan ceker2 ayam di tempat lain hehehe.

Namun landasan dasar yang telah aku pegang 30 tahun pun goyah ketika dimana-mana bermangkuk2 ceker dihidangkan. Akhirnya dengan berbisik memohon ampun kepada Abak kami di Padang, aku pesanlah ceker. Pedagang cekernya yang sepertinya sempat merasa diremehkan karena aku awalnya menolak makan ceker, menimpali dengan suara keras:
"Kenape Neng? berubah fikiran yee?"
Lalu dengan bangga beliau menghidangkan semangkuk ceker yang berisi SEPULUH ceker ayam. Alamaaak, si abang kayaknya benar2 ingin memberi pelajaran kepada pengunjung yang berani2nya dari awal menolak ceker.

Tadi malam bulan purnama, nikmat sungguh menikmati hidangan2 unik ini. Beneran unik loh, kalaupun menjajal pusat kuliner di jalan Sabang Jakarta, yang ada mah Soto Ceker, kalau ketupat ceker kayak begini belum nemu sayah mah. Pengunjung sungguh ramai, terdiri dari pengendara2 motor entah dari mana, dan pedagang2 yg bersiap2 jualan sayur.

Tanpa terasa SEPULUH ceker pun ludes (catet: sepuluh!).

Menjelang pukul 01.00 pagi, nyampe dirumah dengan perut kenyang (penuh Ceker) cuma bisa melongo mendapati dedek belum tidur. Saat ditanya kenapa belum tidur, dengan santainya diapun menjawab :
"Kan hari ini belum belajar membaca sama Bunda"
Gubraks....

Maka jadilah petualangan ceker ditutup dengan menemani dedek (2thn 3bln) belajar membaca. Yang jelas sih Bundonya ketiduran duluan (sambil berharap semoga tidak mimpi dikejar-kejar ayam).
Sekian ^_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar