Jumat, 22 Oktober 2004

Waktu, bagian dari proses pengobatan

note: Waktu, bagian dari proses pengobatan; adalah judul salah satu daftar isi buku "Sentuhan hati penyeru dakwah" karya Abbas As-sisi, baru dibeli sore tadi :)

Matahari Singapura di awal ramadhan sebenarnya sama saja seperti bulan bulan lainnya, cuma entah kenapa pagi ini terasa begitu hangat.Kehangatan yang menenangkan. Tujuan akhir hari ini adalah mesjid Al Falah (mesjid favorit ^_^), tapi aku memilih turun di Orchard MRT ketimbang Somerset karena tujuan2 tertentu.

Orchard road penuh kenangan waktu bunda ke sini. Masih ingat raut senang, kaget sekaligus bingung di wajahnya setiap kali kukenalkan jengkal jengkal Singapura. Kenangan dan rasa rindu itu jugalah yang membawaku pagi ini kembali ke jalan ini.
Ini kali keempat ramadhan dimana sebulan penuhnya kuhabiskan tanpa menemani beliau. Tuntutan dunia!! tentu saja selalu begitu alasannya. Di tahun pertama perkuliahan, aku masih sempat pulang dan menghabiskan seluruh sahur bersama beliau tercinta. Tapi setelah itu, entah bagaimana perasaannya melewatkan sahur sendirian di rumah mungil itu. Si bungsu masih mengikuti adat minang tempo doeloe, yaitu mulai 'lalok di surau' semenjak akil baligh. Dan sekarang malah merantau beneran ke seberang pulau. Tunggu saja, kan kubawa ibu menyusuri hasil rajutanmu selama ini. Entah kapan. Secepatnya. InsyaAllah. Amin ya Rabb.

Siapa bilang rindu tak bisa diberi nama. Bisa kok. Tapi siap siap saja kehabisan kata karenanya.

Apa karena saat ini kabut perjalanan hidup terasa begitu menggigilkan?. Apa karena penantian terhadap jalan takdir berikutnya terasa begitu mencekam?. Apa karena setiap detik nafas dipenuhi harap akan kemurahan Ar Rahman?. Apa karena dibayangi kecemasan jika sampai lupa bersyukur?. Di sini. Menunggu saat itu. Saat benar2 mampu menggenggam tangannya dan membawanya kemanapun langkah memilih arah.Tapi sepertinya waktu masih menempatkan posisinya sebagai musuh. Dan kuharap waktu itu jualah yang kelak menjadi proses pengobatan. Untuk setiap perih yang pernah lewat.

Lamunanku terputus. Ternyata sudah di ujung jalan. Al Falah Mosque. Begitu bunyi papan penunjuk di seberang sana. Sudah sampai ternyata. Seperti oase di tengah2 hiruk pikuk kota. Perbedaan yang kontras suasana di dalam dan di luar mesjid akan membuatmu kadang enggan pulang. Tak peduli pagi, siang ataupun malam, jalanan ini tak pernah sepi. Kucoba saja nikmati hangatnya mentari pagi menjelang siang. Hangat yang menenangkan setelah 'coba' disusupi penuh penuh dengan sabar, sabar dan sabar. Apakah beliau tercinta merasakan hangat yang sama?. Ketenangan yang sama?. Entah kapan bisa kudengar jawabannya.

//Singapura awal ramadhan, saat Al Falah memasuki pertengahan surat Ali Imran


Tidak ada komentar:

Posting Komentar