Selasa, 16 November 2004

buat yg umurnya berkurang satu...


Mau cerita nih. Tentang salah seorang sahabat terbaikku. Yang mana hayoo?.

Sahabat terbaik yang hari ini umurnya berkurang satu *wah bu' umur kite sama donk sekarang*. Yang ngotot memanggilku dengan sebutan 'kak ren', padahal aku cuma lebih tua 2 bulan 7 hari **. Padahal aku memilih untuk merasa lebih muda.. wohoo..*. Yang lagi semangat banget ngerjain skripsi.
Yang hari ini pasti lagi belajar ttg digital signal processing dan sebangsanya di kampus sana *hayoo.. dilarang begadang*.

Tiadanya ucapan selamat dariku bukan berarti aku tidak perhatian. Karena bagiku ucapan2 seperti itu bukanlah hal yang essential, dan kamupun aku rasa paham alasannya. Sama seperti beratnya aku mengucapkan maaf lahir batin ketika iedul fitri. Karena permintaan maaf yang ditradisikan itu ternyata memang hanya 'tradisi' yang hampir-hampir tanpa esensi. Apalagi kartu2 lebaran yang lama2 dimataku cuma seperti simbol2 yang kehilangan arti. Sehingga ucapan 'maaf' yang sakral itu terasa mengalami degradasi makna. Waduh, afwan jadi kemana mana...

Tapi sehabis sholat iedul fitri di KBRI, perasaan2 emosional itu seperti sukar dibendung. Secara spontan aku mencari cari sosoknya yang kebetulan punya nama sama dengan ibuKebagusanRaya di seberang sana. Sebenarnya bukan cuma nama yang sama. Cita cita, harapan, semangat, ghirah, mu'aqobah dan keistiqomahan mereka berdua dalam mengkaji dan mencintai dienul islam ini tak jarang jadi cerminan buat aku yang masih suka abal abalan ini. Mungkin karena itu juga ikatan ikatan hati ini serasa begitu kuat menghujam di sanubari, di taman taman ukhuwah yang mewangi karena semerbaknya kuntum2 tausiyah.

Ternyata si ibu sudah berdiri dihadapanku. Menjabat erat tanganku, memelukku dan menangis. Ah lebaran tahun lalu juga begini ya. Maafkan aku... maafkan aku, begitu katanya, terisak isak. Aku terdiam, berusaha tidak terbawa perasaan. Sungguh bu', selama dua tahun menjadi teman sekamarmu rasanya aku belum pernah disakiti, dilukai, apalagi dijahatin, trus minta maaf buat apa, begitu fikirku. Bukankah hampir setiap malam kita hanya dilalui dengan diskusi diskusi panjang tentang jalan yang tidak akan berhenti kita tempuh. Atau tentang cita cita yang ingin kita rintis, demi keluarga, agama, dunia dan akhirat. Kalau semangat yang kita punya ini bisa menjelma menjadi api, mungkin setiap malam kamar kita sudah hangus terbakar.

"Mungkin ini lebaran bareng kita yang terakhir ya.." kataku. Si ibu malah semakin terguncang guncang. Akhirnya aku tidak ingin mengatakan apa apa lagi Sesak.. pahit sekali rasanya. Kacamataku berembun, jilbabpun miring miring. Abisnya meluk gak minta ijin hehe. Akhirnya ikut2an nangis deh aye. Jadi malu deh euy. Ya sudahlah, meskipun nantinya akan dipisahkan pulau, samudera, atau lautan, insyaALLAH masing2 kita tetap menapak tegak tanpa henti langkah langkah abadi ini. Memenuhi panggilan muslim sejati.

Selamat tinggal sahabatku, Ku kan pergi berjuang, Menegakkan cahaya Islam, jauh di negeri Seberang. Selamat tinggal sahabatku, Ikhlaskanlah diriku, iringkanlah doa restumu, Alloh bersama slalu. Kalaupun tak lagi jumpa, Usahlah kau berduka,Semoga tunai cita - cita. Tegakkan Islam di dalam dirimu, tebar cahanya di lingkunganmu , sambutlah seruan mujahid yang melangkah maju ,Jangan bimbang dan ragu !. Relakah kau panji al-Islam terkulai , runtuh tercabik bahkan musnah terburai. Satukanlah hati dan niatan suci,Hanya ridhlo Ilahi. Jangan tertinggal hai kawan. Raihlah cinta Ar-Rahman.

Kami sadari jalan ini kan penuh onak dan duri. Aral menghadang dan kedzaliman yang kan kami hadapi. Jalan ini jalan panjang penuh aral nan melintang. Namun jua kau lalui tuk Illahi .Walaupun rasa terdera raga berpeluh terluka

**itu liriknya izis loh :P, ditulis mana mana yang inget aja. Soalnya beliau ni suka banget sama nasyidul jihadnya izzatul islam, sampai suatu hari menghadiahiku ringtone 'banteng kebenaran' ^_^ **
InsyaALLAH aku tidak akan pernah lupa akan apa2 yang telah kita jalani bersama sama. Tentu aku akan merindukan saat2 itu. Bagaimana bisa aku melupakan bagaimana emosinya kita berdua setelah menyaksikan sekilas film ttg palestina. Bagimana mungkin aku bisa melupakan bagaimana terbakarnya kita saat menyaksikan episode saat saat terakhir sebelum syahidnya bocah bernama Muhammad Durroh di palestina sana.

Siapa lagi yang tahan berdiskusi denganku berjam jam kalau bukan antuna semua. Aku juga bakal kangen banget sama ibu penyuka bawang putih di Gim Moh road sana, yang tidak pernah protes kalau tiba2 aku pengen mendiskusikan ide ideku atau ilmu ilmu baru yang aku peroleh. Malah ngompor2in dengan bilang "trus trus.. gimana uN* atau *eh uN kamu ngutang nge-lecture in aku ttg ini*. Dan biasanya aku baru berhenti ngomong kalau udah haus atau tiba2 nyadar kalau udah nyampe di boonlay hehe. Aku juga bakal kangen banget sama si ibu "gengsian" yang tidak segan segan mengeluarkan statemen2 yang cukup kontroversial demi kemasalahatan bersama. Sungguh aku tidak yakin, apakah di tempat yang baru aku akan menemukan kenyamanan yang sama. Apakah aku masih akan menemukan getar jiwa yang sama. Kalau boleh jujur, aku tidak ingin pergi... Waduh, afwan jadi melankolis lagi.

teringat syairnya saujana....
Sedingin embunan dedaun kekeringan. Sesegar ingatan kenangan kisah silam. Kita seiringan bersatu berjuang. Meniti titian persahabatan. Kau hadir bawa cahaya. Terangi hatiku teman. Saling memerlukan dan mengharapkan. Tangis gembira disaat bahagia. Moga kan kekal menuju ke syurga . Kerana Tuhan kita itemukan Andai terpisah itu ketentuan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar