Jumat, 28 Januari 2005

menulis-ku karena suka

Friday, January 28, 2005

Aku menulis, karena aku suka. Benar benar suka. 
Dengannya aku meluruhkan dinding dinding suka, lara, syukur, peluh, tawa, canda, bahkan khauf, mahabbah dan roja'

Aku menulis, karena aku suka. Benar benar suka. 
Tak peduli ada yang membaca atau tiada. 
Karena menulisku sekedar ingin menuangkan kedalaman makna dalam goresan pena.

Menulisku adalah ketika sebuah lintasan menyentak nyentak Qalbu dan begitu ingin tertumpahkan dalam ukiran ukiran makna yang suatu saat akan kulirik kembali sebagai lecutan lecutan pembelajaran kala usia menapak menua.

Ketika berceritaku tentang bunda, Pastilah kala itu rinduku benar benar melangit. Padanya. Pengukir jiwa raga.
Ketika berceritaku tentang Palestina, pastilah kala itu aku terdampar di kota Brcko, duduk diam diam menemani Drenade yang menunggu fase bersejarah berikutnya di kamp Loka. Pernah juga di Kigali dan Goma bermain main bersama Omar dan Lizeta. Atau 'sekadar' berlari lari di Gunung kaukasus raya yang tingginya 5500 meter bersama Vakha dan Sayidda. Kadang ikut menangis bersama Aminah dan Zahwa di tepi barat, di sini paling sering, berlama lama. Bahkan ikut berdiri di tepi jalan saat 'sang insinyur', al Muhandis, diiringi kepergiannya oleh ribuan nada nada duka. Takbir. Takbir. Takbir. Telah tenggelamku dalam goresan epik epiknya Helvi tiana rosa. 

Dan semangat itu meletup hingga tergoreskan melalui pena. Rasa hati tak tertahankan. Ketika berceritaku tentang ukhuwah yang indah. pastilah kala itu laraku sedang ditaburi oleh kuntum kuntum tausiyah di taman taman ukhuwah yang semerbak wangi karena Allah.Aku tidak sedang bercanda. Mereka benar benar ada. Pengikat pengikat hati yang selalu menjemput tanganku ketika aku jatuh, dan mengajak kembali melangkah dengan tegap bergandengan tangan. Penyejuk penyejuk jiwa yang rela mengorbankan sedikit waktunya, menyodorkan bahunya, atau sekedar saling memeluk ketika masing masing kita sama sama menyadari bahwa berjamaah adalah pilihan yang sangat indah. Tak pernah ragu juga untuk menularkan hangat, sapa, dan canda, agar senyum satu orang bisa menjadi matahari bagi semuanya.Sungguh!! Tidak pernah sendirianku. Bahkan malam ini. Sahabat terbaikku usai berbagi banyak. Kampus tercinta membisu terdiam iri.

Mengubah gaya menulis? Bagaimana caranya... ketika berceritaku di sini tentang sebuah lelah, ceceran asa, luapan suka, tetesan emosi, lonjakan hati, curahan jiwa, letupan duka, hembusan harap dan apapun yg terukir di sini. Kupilihkan kata kata yang sederhana, singkat dan aku suka. Mengubahnya sama seperti menyuruhku berpura pura. Menjadi orang lain. Tak akan pernah ku. 

Aku menulis, karena aku suka. 
Benar benar suka. 
Muhasabah panjangku putuskan bahwa akan terusku menulis. Menulisku adalah fase mengasah ketajaman fikiran, kepekaan rasa dan pendewasaan jiwa. 
Mata batin yang tajam akan paham bahwa sangat jauh ku dari sempurna, karena mata sering salah melihat. Mata batin yang tajam akan paham bahwa menulisku karena keterpesonaan pada konflik konflik dalam menjalani peran kodrati yang sangat variatif dan unik
ah, Allah saja yang berhak menentukan nilai sebuah keikhlasan. 

Aku menulis, karena aku suka. Benar benar suka. Itu saja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar