Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 30 April 2016

Puisi untuk putrinya sahabatku

Seorang sahabat, nun di Jakarta sana memintaku membuatkan puisi untuk anaknya, di hari ulang tahunnya. Ahhh terharu sekali dikasih kesempatan ini. Senang sekali rasanya.
Maka inilah dia. Selamat ulang tahun yaaa putri sholehah.

Puisi buat ananda

Nak,
Dirimulah yang kemudian menjelma menjadi kuntum-kuntum do'a,
.... di taman impian paling menawan.
Tanganmu-lah yang selalu mengepal membawa benih-benih sayang,
....  yang lalu tersebar memenuhi rongga-rongga udara.
Senyum-mu lah yang senantiasa mampu menjadi obat paling mujarab,
.... mengubah segala tawar menjadi gula.
Tawamulah, yang setiap derainya berubah menjadi partikel-partikel yang  mengalirkan semilir bahagia

Nak,
Kelak di setiap hari yang berlari melangkahi usia
ingatlah bahwa akan selalu ada dekapan sayang kami
bersama lantunan do'a di sanubari
melekat kuat di setiap tarikan nafas
selalu... selalu...
menderas, membuncah, bahkan sejak sebelum melihat wajahmu

Nak,
akan berwarna warni corak kehidupan
songsong tantangan dengan keikhlasan,
sapa ujian dengan ketangguhan,
sambut sukacita dengan senyuman,
perkaya hati dengan  pekerti,
semoga setelah hujan selalu diiringi pelangi

Ya Allah,
Berkahi anakku dengan lautan Rahmat-Mu
Suburkan keimanan di taman-taman hatinya
Berikan dia bahu yang kuat dan lapang menghadapi kerlap dunia,
...... sehingga walau sempat terpudar kilaunya, tidak gampang membuatnya luka.
Limpahi hatinya dengan kecenderungan terhadap kebaikan
Tunjukan terang saat dirinya dilanda bimbang
Tanamkan kebulatan tekad sebagai senjata menghadapi gamang
Hiasi dirinya dengan keindahan yang bersulam ketakwaan
Cantikkan akhlaknya dengan kebesaran jiwa

Anakku sayang,
Kami ingin engkau menjadi penyejuk mata,
penentram jiwa,
asa dalam diam dan sujud kami.
Kami kirimkan lantunan doa ke 'arasy, dalam berlapis harap semoga engkau menjadi anak yang shaleh. Amin

Senin, 07 November 2005

[Puisi] Untuk Hari Fitrah

oleh: Ustadz Adi JM 

Ramadan menghilang perlahan
ketika sang hilal Syawal menampak sekejap petang tadi
siang ini masih pekat lara menyelimuti hati
wahai usia, adakah jiwa masih sempat menyapa Ramadan nanti?
sore tadi suara cicit nyanyian burung seperti rintihan tangis
tiupan angin menyenandungkan nada-nada perpisahan
dunia berhenti dari gaduh
sepi membalut lara hati
mengiringi lantunan tilawah
mengiringi baris demi baris terakhir juz 'amma
sore tadi hampir tak menyisakan ceria

Adzan magrib adalah pembuka Syawal
lantunan ayat-ayatNya menyeret jiwa ke keabadian
Ramadan pergi menghilang
tapi tidak sapa lewat kalamNya
Ramadan menggenapkan dirinya
melepaskan pelukannya dari ikatan masa
tapi tidak munajat panjang dalam doa dan sholat
di saat lembayung senja mulai meredup
di saat gelap malam mulai menyembunyikan terang
adzan Isya kali ini diiringi gema takbir
Allahu akbar, Allah akbar, Allahu akbar
wa lilLaahil-hamdu
lara hati masih di dalam sana
tapi keagunganNya meliputi segala masa
dan pujianNya memenuhi seluruh lapis langit
hari fitrah
datanglah
hadirkan bahagia
sejukkan dan basuh jiwa dengan kasihNya
dan magfirahNya
walaupun hati masih menyimpan lara di dalam sana
tapi keagunganNya meliputi segala masa
dan pujianNya memenuhi seluruh lapis langit

Malam ini dihangatkan agungNya
Allahu akbar, Allah akbar, Allahu akbar
wa lilLaahil-hamdu
dan janji pertolongan
dan janji penghambaan yang semakin tulus
[tangan ini masih bergetar
menggenggam hadiah yang dititipkan Ramadan,
sekuat apakah genggaman ini?]

Chiba, 29 Ramadan 1426

Selasa, 29 Maret 2005

gempa lagi


Gempa lagi di sumatera? 8,2 skala ritcher? Melanda seluruh sumatera.
Kecemasan mengguncang seluruh jiwa...
Sadar bahwa betapa tidak berartinya di hadapanNya

kamu benar,
Hidayah itu mahal
ada kalanya dengan cukup "membaca", kita mengerti
ada kalanya hidayah itu datang setelah musibah menimpa kita.
ada kalanya pintu hati begitu tertutupnya hingga hidayah itu tidak pernah hadir
semoga kita tidak termasuk yang terakhir

Gunung gunung belumlah di hamburkan...
Bintang bintang belumlah berjatuhan...
Lautan belumlah sempurna meluap..
Matahari belumlah digulung...

Langit belumlah terbelah...
Bumi belumlah memuntahkan semua isinya...
Belum... belum diguncangkan dengan sempurna
Seperti janji Ar Rohman ketika saat itu benar benar tiba...

Belum.. belum apa apa...
Dibanding hari yang dijanjikanNya
Tapi kami sudah menggigil begini hebat


Sabtu, 16 Oktober 2004

Mar'ah Sholihah???

ah dia cuma manusia biasa 
wanita akhir jaman
yang berusaha menjunjung tinggi kehormatan
dan harga dirinya
dan tetap teguh dengan martabatnya

ah dia cuma manusia biasa
wanita akhir jaman
yang mencoba bertahan sekuat tenaga di pulau kecil
demi sebuah idealisme
yang bernama pengakuan
dan pengabdian terhadap keluarga

ah dia cuma wanita biasa
yang kadang2 perfeksionis tidak pada tempatnya
paling tidak suka tempat tidur yang berantakan
itu salah satunya
apalagi hal2 yang lebih besar dari itu...
bisa mencak mencak gak karuan

menjadi sholehah
ternyata baru sebatas cita2 yang terucap di bibirnya
belum banyak usaha..

teringat satu paragraf dari karyanya izzatul jannah
yaitu;
menjadi perempuan adalah karunia sekaligus perenungan
Sebab warna dunianya lebih bergradasi dibanding dunia laki laki
Konflik konflik dalam menjalani peran kodratinya lebih variatif dan unik.

Dan bagaimanapun, hitam putihnya dunia perempuan tidak terlepas dari peran lingkungannya, jika ia istri ia tidak terlepas dari pengaruh suaminya, jika ia gadis ia akan terpengaruh lingkungannya, jika ia perempuan pekerja ia akan terpengaruh lingkungan kerjanya. Sebab itu, menuju cita cita "Mar'ah Sholihah" (perempuan yang shalih) bukanlah hal yang mudah. Ia memerlukan perjuangan yang maha berat dan pengorbanan yang tidak sedikit

//jelang ramadhan, Singapura, saat mencoba menikmati sebuah 'lelah' 

Kamis, 23 September 2004

re-charging

wahai... 
ke-istiqomah-an
ke-qana'ah-an
dan
'ala istihyaa'
jgn pernah jadi kepingan berceceran
dan tingalkan aku dalam kehinaan di depan Rabbku..

takut...
jika sampai
lupa bersyukur 

Selasa, 14 September 2004

puisi cinta dari sahabat

Hari-hari melangkahi usia 
memburu imanku
mengejar hari esokku
Di mana kini aku berada?

berlari-lari usia mengejar massa
hingga saatnya tiba
aku perlu kado istimewa
bukan, bukan sekedar harta
mungkin hanya sebait doa
mungkin juga sebuah taushiyah
sungguh aku tak ingin waktuku tersia-tersia

Detik-detik menggiring rasa
Meninggalkanku sebuah jeda
bermuara sebuah perenungan
Akhirnya tertinggal di dada
Teriakan-teriakan kesakitan membahana
Memecah dunia dari ufuk timur dan ufuk barat
Manusia-manusia yang dibangkitkan
Dari tidurnya yang panjang nan lelap
berakhir sudah .

keluarlah sejarah lama
menyiksa, memaksa
mengantarkan keletihan pada puncak ketakutan
malaikat maut dengan sapa peringatan
"Man robbuka?" [Siapa Tuhanmu?]
"Man dimuka?" [Apa agamamu?]
"Man qiblatuka?" [Ke mana kiblatmu?]
maka gemetar ruh
"Siapa Tuhanku? Allah,Allah Tuhanku!"
"Agamaku? Islam, agamaku!"
"Kiblatku? Celakah aku? ke mana kiblatku, ya Tuhanku?"

Jawab, jawab, aku perlu jawab
Mengapa air mata ini keluar tanpa sebab
Mengapa hatiku berdebar dalam gelap
perenunganku berakhir, matahari bergulir
aku menanti-nanti, menunggu detik-detik akhir *sesuai status ym nya:P*
berapa? Berapa lagi usiaku yang Tuhanku?
Tetapkah berdiri aku di sini saja
di bibir ketakutan
sungguh ya Tuhanku
bilakah tulus pengharapanku
seandainya merangkakpun kutuju diriMu
Meski berat berlari aku padaMu
sisa-sisa tenagaku makin melemah
deraan-deraan ujian membuatku goyah
apakah kesabaranku lambat laun terkikis?
hingga sedikit demi sedikit semakin menipis?

Aku butuh pijakan
Aku butuh pegangan
Aku butuh tangan-tangan
yang mengajakku bangkit kembali
dan mengingatkanku tanpa bosan setiap hari

aku perlu orang-orang yang menuntun
Yang saling menjaga agar ruhiyah tidak turun
Hingga berjumpa do.a-do.a robithoh yang terlantun
Aku perlu sapa-sapa santun
Hingga merembes seluruh taujih dalam qolbun
Maka, kubiarkan waktuku berlalu setahun
Bersama doa pagi dan selang petang kami yang beruntun

Berkaca kami pada manusia-manusia langit
Yang menggunakan waktu sebagai selendang menuju syahid
Ketika di atasnya tertoreh darah dan tadhkiyah
Yang sengaja selalu dicipta dalam dada
demi perngharapan berjumpa dengan RabbNya

ketika napak tilas hari sebelumnya
Memeras luka dari jiwa
Merobek-robek luka lama
sayatan-sayatan pedih seolah luka abadi
sejarah hati yang tak kuasa dipendam sendiri
Meronta-ronta jiwa
Namun akhirnya terpaksa jua mengakui

Di sini
Jauh di dasar sanubari
terukir nama-nama dalam hati
mengajakku lagi, lagi dan lagi
bangkit kembali
Menyongsong esok hari
Maha suci Illah
Ahabbakalldzi ahabbatanillah
Bilakah kami bersua di pelataran ArsyNya?

Sabtu, 22 Mei 2004

saat luka tak bisa dipaksa jadi tertawa

...puisi hadiah dari sahabat di seberang sana

kau bertanya pada duka , kenapa kau tiba?
duka menjawab dengan pasti
kau yang mengajakku kemari
menemanimu dalam detik2yang penuh sedih

Kenapa kau harus bersedih?
Retoris?Tidak!!
Padahal sedih dan senang hanyalah bermuara di hati...
Andaikan saja kau tahu
Sesungguhnya setiap manusia
pernah melewati saat alpa dalam hidupnya

Kau menolak?
kau takkan bisa ...
karena itulah fitrahnya...
Kau tak percaya?
Tapi kau tetap harus menerima

Kau merasa bahwa kau sendiri?
padahal kau selalu ditemani
Kau merasa itu adalah hukuman?
padahal itu semua ujian
Kau merasa kau layak bersedih?
padahal semestinya kau bersyukur
sebab Ia tak pernah melupakanmu
dengan tarbiyahNya yang mulia,

Maka...
kembalilah padaNya,
karena Ia, Sang Pemilik fitrah

Percayalah...
saat itulah kau tak perlu tertawa...
cukup bersyukur apa adanya..

Kelak saat waktu berlalu
kau akan berdiri di situ
menapak tilas masa lalu
dan kau akan sadar
bahwa ia memang harus dilalui
sebagai bagian dari sejarah hati
dari tarbiyah ALlaah yang telah dijanjikan
bagi hamba2Nya yang beriman
yang InsyaALlaah teguh terhadap ujian
"ALlahu ma'ana"