Selasa, 14 September 2004

puisi cinta dari sahabat

Hari-hari melangkahi usia 
memburu imanku
mengejar hari esokku
Di mana kini aku berada?

berlari-lari usia mengejar massa
hingga saatnya tiba
aku perlu kado istimewa
bukan, bukan sekedar harta
mungkin hanya sebait doa
mungkin juga sebuah taushiyah
sungguh aku tak ingin waktuku tersia-tersia

Detik-detik menggiring rasa
Meninggalkanku sebuah jeda
bermuara sebuah perenungan
Akhirnya tertinggal di dada
Teriakan-teriakan kesakitan membahana
Memecah dunia dari ufuk timur dan ufuk barat
Manusia-manusia yang dibangkitkan
Dari tidurnya yang panjang nan lelap
berakhir sudah .

keluarlah sejarah lama
menyiksa, memaksa
mengantarkan keletihan pada puncak ketakutan
malaikat maut dengan sapa peringatan
"Man robbuka?" [Siapa Tuhanmu?]
"Man dimuka?" [Apa agamamu?]
"Man qiblatuka?" [Ke mana kiblatmu?]
maka gemetar ruh
"Siapa Tuhanku? Allah,Allah Tuhanku!"
"Agamaku? Islam, agamaku!"
"Kiblatku? Celakah aku? ke mana kiblatku, ya Tuhanku?"

Jawab, jawab, aku perlu jawab
Mengapa air mata ini keluar tanpa sebab
Mengapa hatiku berdebar dalam gelap
perenunganku berakhir, matahari bergulir
aku menanti-nanti, menunggu detik-detik akhir *sesuai status ym nya:P*
berapa? Berapa lagi usiaku yang Tuhanku?
Tetapkah berdiri aku di sini saja
di bibir ketakutan
sungguh ya Tuhanku
bilakah tulus pengharapanku
seandainya merangkakpun kutuju diriMu
Meski berat berlari aku padaMu
sisa-sisa tenagaku makin melemah
deraan-deraan ujian membuatku goyah
apakah kesabaranku lambat laun terkikis?
hingga sedikit demi sedikit semakin menipis?

Aku butuh pijakan
Aku butuh pegangan
Aku butuh tangan-tangan
yang mengajakku bangkit kembali
dan mengingatkanku tanpa bosan setiap hari

aku perlu orang-orang yang menuntun
Yang saling menjaga agar ruhiyah tidak turun
Hingga berjumpa do.a-do.a robithoh yang terlantun
Aku perlu sapa-sapa santun
Hingga merembes seluruh taujih dalam qolbun
Maka, kubiarkan waktuku berlalu setahun
Bersama doa pagi dan selang petang kami yang beruntun

Berkaca kami pada manusia-manusia langit
Yang menggunakan waktu sebagai selendang menuju syahid
Ketika di atasnya tertoreh darah dan tadhkiyah
Yang sengaja selalu dicipta dalam dada
demi perngharapan berjumpa dengan RabbNya

ketika napak tilas hari sebelumnya
Memeras luka dari jiwa
Merobek-robek luka lama
sayatan-sayatan pedih seolah luka abadi
sejarah hati yang tak kuasa dipendam sendiri
Meronta-ronta jiwa
Namun akhirnya terpaksa jua mengakui

Di sini
Jauh di dasar sanubari
terukir nama-nama dalam hati
mengajakku lagi, lagi dan lagi
bangkit kembali
Menyongsong esok hari
Maha suci Illah
Ahabbakalldzi ahabbatanillah
Bilakah kami bersua di pelataran ArsyNya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar