Selasa, 22 Desember 2015

Selamat jalan, Amak kami tercinta

“Terkadang kesedihan memerlukan kesendirian, meskipun seringkali kesendirian mengundang kesedihan tak tertahankan.”

-Tere Liye

Innalillahi wa inna ilayhi roji'un. Di hari Ibu, salah satu ibu paling tangguh yang pernah kami kenal telah berpulang. Amak (Ibu dari Ibu saya). Be strong dear keluarga besar...

Sabtu, 12 Desember 2015

Seorang Amak

Seorang Amak tidak hanya ahli membuat bumbu sate, atau menanam padi, atau menyulap pakaian dari kain bekas (tanpa mesin jahit!), menjadi baju kebanggaan di masa kanak2 sehingga membuat diri serasa princess!
Tapi kami juga percaya bahwa koleksi lautan do'a, kesabaran dan kasih sayangnya mampu menggetarkan langit... supaya kami senantiasa diberi kemudahan menjalani enigma kehidupan, senantiasa diberikan bahu yang kokoh dan tekad membaja menghadapi rintangan, senantiasa maju terus pantang mundur, walau rasanya tak kan pernah mampu menandingi sepersepuluh saja kesabaran beliau.
Keteladanan Amak mengajarkan kepada kami konsep "rejeki tidak akan tertukar", saat di kondisi ekonomi seperti apapun, rumah kami selalu punya penghuni tambahan, bujang2 rantau atau saudara jauh yang datang dan pergi, menyibak gelanggang mencari peruntungan, bertahun-tahun menjadi anak Amak. Anak Amak menjadi sangat banyak. Sehingga memori masa kecil yang kental adalah : seputaran gerobak sate kebanggan itu senantiasa ramai saat tutup warung, dan kamipun bisa tidur nyenyak setiap malam karena rumah dijaga oleh banyak bujang-bujang.
Bagi saya pribadi, dalam setiap kejadian galau dalam hidup, salah 1 hal pertama yang saya lakukan adalah : menelpon ke Padang, meminta do'a khusus di dalam fragmen tahajud Amak nanti malam. Selalu. Sebab sependek pamahamanku, tiada lewat 1 malampun tanpa gemericik wudhu Amak untuk bermunajat. Bahkan dalam keadaan makin susah berjalan. Bagi Amak, tahajud itu wajib bagi dirinya.
Semoga cepat sembuh wahai Amak yang jauh di mato. Semoga bagi Amak, ringan saja rasanya segala penyakit itu...
Hafidz dan Hanif langsung minta dipulangkan ke Padang begitu tahu Amak sakit. Belanda jadi gak menarik lagi, kata mereka. Pengen pulang

Senin, 07 Desember 2015

Teko's in de Holland [Adegan 18]




Masih belum abis kaget dapet surat cinta dari anak-anak yang diakhiri dengan "Bunda ingat Allah".
Latar belakang masalah : mereka berdua heboh banget main perang-perangan, main bola, main kiamat2an, sampai melanggar batas kid's zone. Berantakan lah tu rumah 80%. Emak yang masih belum move on dengan standar kerapian langsung suruh beres2. Gak digubris dooonk.
Daripada marah2 kan capek, bundo akhirnya menciptakan 2 anak khayalan, namanya Sas dan Rar. Lalu beres2 rumah deh ama anak khayalan, lanjut memasak bareng, dan belajar bareng.

Eh mereka sedih, trus kirim surat. Minta maaf tapi maksa. Diakhiri dengan "bunda harus maafkan, bunda ingat Allah".

~_~

Rabu, 11 November 2015

Teko's in de Holland [Adegan 16] Parent's Meeting Day di sebuah SD di Belanda

I have just attended parent's meeting at the primary school this morning. In Dutch . Fortunatelly, one of the teacher decided to sit next to me and being a translator. Kalau gak ada guru baik itu, puyeng banget dah. Cuma ngerti beberapa butir vocab, itupun karena diajarin anak2 di rumah.

Pertemuan diadakan untuk membahas bagaimana sekolah melakukan monitoring terhadap perkembangan murid. Sebelumnya pernah juga ketemu guru kelas abang dan dedek, namun sifatnya lebih private. Face to face. Yang ini sifatnya lebih umum, berupa forum. Diawali dengan minum teh bersama, makan kue-kue kecil yang disediakan sekolah, serta ramah tamah dalam beragam bahasa. Bagian ramah tamah diriku cuma cengar cengir tentunya, sebab bahasa utama yg digunakan adalah bahasa belanda (oleh guru), dan sejenis bahasa arab (karena banyak wali murid dari Turki dan Maroko.. kayaknya sih).

O iya, lagi-lagi 1 hal yang selalu menarik perhatian saya terkait SD di sini. Mereka gak punya staf! Sebutlah sekretaris, tata usaha, you name it lah, apapun. Cuma ada 1 kepala sekolah dan para guru. Itu aja. Jadi mulai dari mengoperasikan komputer, nyiapin teh dan cemilan buat orang tua murid, melayani ortu yang mau ingin daftar program buah-buahan mingguan, menjawab telpon, semua dilakukan oleh kepalas seklolah dan guru. Efisien banget. Cerita tentang ini ada di tulisan awal saya saat survey SD-SD di sekitar Delft.

Kembali ke acara rapat, kebanyakan muatan penilaian dan monitoring yang dibahas adalah attitude dan kedisiplinan. Jadi, penilaian secara umum terbagi atas 3 tema : attitude, language, dan pelajaran sekolah.

Lumayan lama membahas tentang attitude. Sebab di dalamnya terdapat prilaku terhadap guru, prilaku terhadap orang lain (kerjasama, pergaulan, inisiatif, cara mengatasi konflik, dll), prilaku saat belajar (stamina, konsentrasi, kecepatan gerak, kemandirian) dan prilaku terkait rasa tanggung jawab (bagaimana menjaga barang-barang di sekolah, bagaimana sikap dalam menyelesaikan tugas), dll. Masih banyak lagi mestinya, sebab pembahasan bagian ini sangat lama. Cuma ini aja yang berhasil dicatat. Tentunya setelah diterjemahin dulu oleh ibu guru baik hati yang duduk di sebelah saya.

Di bagian language, dibahas mendetail tentang aspek listening, speaking, writing, writing stories dan reading. Fokus pembahasan bukan kepada aspek akademis semata tetapi lebih banyak penekanan pada ranah psikologis. Misalnya tentang cara meng-encourage anak untuk mengoptimalkan kemampuan berbahasa, tentang kreativitas yang harus dimiliki orang tua dalam memantau kemampuan berbahasa anak-anak, tentang motivasi untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar, tentang keberanian mengemukakan pendapat, tentang sikap yang baik dalam berbahasa, dan masih banyak lagi. Saya pernah dapat penjelasan bahwa metode pendidikan di sini adalah 50% dari sekolah dan 50% dari orang tua. Jadi, orang tua juga dituntut untuk aktif melakukan pendampingan.

Dijelaskan juga, para guru sangat menyadari bahwa aspek bahasa ini tidak mudah untuk anak-anak, apalagi yang sehari-hari memakai 2, 3 bahasa atau lebih. Karena itu kadang mereka menyediakan pendampingan khusus untuk anak-anak yang perlu waktu tambahan belajar bahasa Belanda (seperti halnya abang dan dedek yang dapat pelajaran tambahan tiap hari Kamis). Saking senangnya belajar bahasa, di hari Kamis mereka senantiasa bangun sangat pagi dan berharap semoga cuaca bagus, sehingga tak ada kemungkinan untuk bolos sekolah.

Aspek ilmu pengetahuan tentu juga penting, walau terasa sekali di dalam setiap pembahasannya kembali ditekankan masalah prilaku, bahasa dan kedisiplinan. Dibahas tentang metode pengajaran matematika di sekolah, bagaimana menerapkan belajar matematika sambil bermain, tentang pentingnya memahami peta dunia untuk membuka cakrawala, tentang mengenal diri pribadi, keluarga dan lingkungan. Terus terang nyaris ga ada pembahasan tentang sisi akademis yg canggih2 (fisika, kimia, biologi, kalkulus, apalagi ekonometric...hehe). Tapi saya percaya sekali sekolah juga ngajarin science, sebab setiap pulang sekolah mereka pasti cerita (ceritanya rebutan tentunya, secara bundo kesayangan cuma 1 hehe). Mulai dari cara membuat kertas, daur ulang makanan, organ tubuh, dll. Hanya saja di pertemuan orang tua murid ini nampaknya para guru lebih menekankan pada pentingnya aspek prilaku, kedisiplinan dan kemampuan berbahasa.

Sekolah memantau perkembangan akademis anak secara individual. Jika ada anak yang dicurigai cukup tertinggal secara akademis, maka sekolah akan mendatangkan psikolog untuk melakukan investigasi bertahap agar dapat menggali apa penyebab ketertinggalan itu. Apakah ada masalah pribadi, masalah emosional, masalah dengan teman, atau mungkin ada masalah di rumah. Sebab mencari akar masalah sangat penting untuk mendapatkan treatment yang sesuai.

Akan diadakan ujian akademis secara rutin, baik yang sifatnya nasional maupun yang sifatnya internal sekolah. Jadwal ujian internal di sekolah biasanya tidak diumumkan, karena guru-guru tidak ingin membuat siswa stress dan takut menghadapi yang namanya "hari ujian". Ujian dan test dari sekolah dapat dilakukan kapan saja tanpa ada pemberitahuan. Dengan demikian siswa dapat menikmati nuansa bermain dan belajar tanpa tekanan.

Tentunya dibahas juga tentang aspek motorik (motorik halus dan motorik kasar), yang ditunjang dengan kegiatan olahraga 3x seminggu. Seperti kisah sebelumnya, diriku pernah dipanggil wali murid karena abang dan dedek dianggap masih perlu peningkatan motorik halus dan kasar. Terutama motorik halus sih yang dirasa kurang banget. Sehingga guru kemudian meminjamkan secara rutin alat-alat bantu yang diharapkan dapat men-stimulate perkembangan gerak mereka. Agar lebih gesit, lebih tangkas dan lebih sehat tentunya.

Itu aja yang keinget, ntar kalau hadir di lintasan fikiran, akan ditambah lagi. Semoga abang dan dedek senantiasa mendapat ilmu baru selama 1 tahun mereka bersekolah di sini, dengan segala keterbatasan yang mereka miliki dibanding teman2 lainnya (terutama kendala bahasa). Cemunguuud!!!

Sabtu, 07 November 2015

Teko's in de Holland [Adegan 16] Suatu hari di Rijksmuseum Amsterdam

Saat syahdu menyusuri lorong mungil yg penuh berisi lukisan2 dan kostum2 negeri Oren masa lampau, tiba-tiba muncul sebuah "gua es" di depan kita. Loh.. loh.. loh.. kok bisa ada gua es ya, ayo kita lihat ada apa di dalamnya. Eh malah ada ruangan berisi kompor, perapian, tempat duduk, dan selimut. Sebuah fragmen diorama masa silam. Coba kita bayangkan sebuah adegan saat itu. Merem, nak. Bayangkan.
Keluar dari "gua es" kita dihadapkan pada sebuah lorong mungil yang rupanya adalah rak buku "raksasa". Wah, besar sekali, sampai sampai kalian bisa leluasa menyelusup di sela-sela raknya, naik turun tangga mini yang diapit buku-buku tua, bolak balik, berulang-ulang. Kadang gantian dengan pengunjung2 dewasa lain yang ternyata juga senang melakukan aktivitas itu. Dan muat juga! Ayo Nak, mainkan imajinasimu.
Puas membuktikan kekokohan rak buku (setelah dipanjat dan ditelusuri berulang2) ), kita jalan lagi di lorong2 lukisan. Wow, ada ruang kerja ilmuwan. Di dindingnya terdapat peta dunia yang menguning, sedang di meja kerjanya berderet2 sistematis seperti tentara bermacam perangkat penelitian. Buku tulis, mikroskop, botol-botol, cairan sesuatu, dan entah apa lagi. Yang jelas terlihat pintar dan rumit. Berada di sana beberapa menit saja, IQ terasa meningkat pesat saking GR nya. Serasa....
Berjalan lagi, tiba2 kita dikejutkan oleh sebuah kursi tua (kosong) yang dikelilingi puluhan buku-buku kuno yang berserakan sesukanya. Ada yang terbuka, tertutup, atau di antara kedua definisi itu. Coba, coba bayangkan, Nak. Gimana rasanya duduk di sana, bersama puluhan buku yang akan membawamu berenang2 di lautan ilmu pengetahuan yang seolah tak ada habisnya. Menyenangkan bukan? kiki emoticon
Ayo kapan-kapan kita ke sini lagi. Atau kita teruskan petualangan di museum-museum berikutnya.
//suatu hari di sebuah pojok Rijksmuseum -Amsterdam.

Rabu, 28 Oktober 2015

Awal Musim Dingin di Belanda - 2015

Sejak tanggal 25 Oktober 2015 kemarin, resmi winter time bermula untuk tahun ini.
Dengan demikian jarak waktu dengan Indonesia (WIB) menjadi 6 jam, yang tadinya berjarak 5 jam.
Maksudnya, Belanda yang tadinya GMT+2 menjadi GMT+1.

Nanti saat musim dingin berakhir (sekitar April apa May ya?), akan kembali ke GMT+2.
Berikut beberapa kondisi terkini di seputaran Delft


[Intermediate Economic] NKE vs Structural Keynesian

Ini jawaban dosen kita untuk pertanyaan dari Adiska tentang Neo Keynesian, Neo classical dan Structural Keynesian. Kalau gak salah pertanyaannya adalah tentang Full Employment di NKE vs NCE.

NKE vs Structural Keynesian:

===========
Dear Adiska,
This is a big question, and not easy to answer in a short email. But I will try.
The New Keynesian Economics (NKE) approach shares most of the assumptions with the New Classical Economics (NCE) approach, including:
  • optimizing economic agents, 
  • rationality, 
  • rational expectations (= perfect foresight = all future options are known with given probabilities), 
  • and a basically unstable economic stable which has to be kept at “equilibrium” at the NAIRU. 
The big difference between NKE and NCE is that NKE assume that in the short run, markets do not work without frictions and are not efficient (in the short run). Reasons for this include the possibility that agents may be having the wrong expectations (they are “myopic”), or that there is asymmetric information due to which (financial) markets do not function in an optimal manner. This means that in the NKE approach, the short-run situation is different from the long-run (NAIRU) outcome, because adjustment process take long. (How long we don’t know). But in the long run, the economy has to converge back to the NAIRU equilibrium, which means in the long run NKE = NCE. Specifically it means that in the long run, fiscal stimulus is ineffective and monetary policy (interest rate policy) should be used to target inflation (<= 2%)

Structural Keynesianism (SK) is totally different. It argues, following Keynes, that there is fundamental uncertainty – we don’t know the risks or probabilities of possible future outcomes, and hence cannot make precise rational decisions based on optimalization. Basically what we do is to rationalize our decisions, and one major way to do this is by looking at what your peers do. This means, for instance, that our expectations about the future state of the economy are heavily influenced by what we think the others think, or by what we think is average opinion. This in turn means that expectations are socially constructed, influenced by social psychology, and often self-fulfilling, i.e. if we think there is a crisis, we reduce our spending and save more; AD goes down, the crisis becomes deeper, we feel reinforced in our pessimism, cut spending even more etc.

In addition to this, SK emphasizes structural factors including:
  • the way income is distributed across wages and profits;
  • the way the financial sectors supports or obstructs the real economy; 
  • the way an economy is integrated into the global economy (trade deficit or trade surplus); 
  • and the way technological progress affects and interacts with the economy (through the Kaldor-Verdoorn relation). 
Palley for instance argues that the wage stagnation in the US, and the decline in the wage share, lead to stagnation of AD and growth --- and only by taking on more debts, could spending and AD be raised to let the US economy grow. For the structural Keynesian view, you should carefully read Palley’s chapter 4 (America’s exhausted paradigm).

I hope this will be helpful.

Best regards,
Servaas Storm

Selasa, 27 Oktober 2015

[Intermediate Economic] ULC

This is our lecturer's answer about ULC (question asked by Erwanda)


Dear Erwanda,

It is true that I defined ULC = real wage / lambda.
In the price-setting equation, we indeed get:
growth (W) - growth (P) = growth (lambda), and hence growth (w) = growth (lambda).
What this means is that growth(w) minus growth(lambda) = 0, or ULC (as defined in the 1st line) has to be constant.

The definition of ULC is the same in both instances. The difference is that in the 1st case we define the level of ULC, whereas in the PS-curve we are dealing with the growth rate of ULC.  Note that  growth (W) - growth (P) = growth (real wage), or if we define w = W/P and express in (log) growth rate form, we get:

 log w = log W - log P
d log w/dt = d log W /dt  - d log P/dt
growth (w) = growth (W) - growth (P)

Senin, 26 Oktober 2015

[Intermediate Economic] Philip Curve

I asked my lecturer about philip curve in the question about Keynesian. In my understanding, the philip curve should be vertical. And this is the explanation.

Dear Reni,

You are correct - in the New-Classical case there is immediate and rational adjustment. This means that the Phillips Curve is not downward sloping (as in the graph) but a vertical line (at the NAIRU u*). The graph shows the general case - but when one applies the New Classical logic, then one should read the graph in this particular way, i.e. having a vertical Phillips Curve.

The meaning of a vertical Phillips Curve is that there is (in the New Classical case) NO trade-off between unemployment and inflation. The downward sloping Phillips Curve implies that one can have - at least in the short run - lower unemployment (u < u*) in exchange for a higher inflation (and the risk of accelerating inflation). With a vertical Phillips Curve there is no such trade-off and any situation in which u < u*  would mean run-away inflation (along the vertical Phillips Curve).

Minggu, 25 Oktober 2015

[Intermediate Economic] Kaldor Paradox

This is the answer from our Economic lecturer in TU Delft. The question is about Kaldor Paradox.

Dear Reni,

Kaldor found a paradox: countries which featured the highest growth of relative unit labour cost, were also gaining export market share. He explained this paradox by pointing out that export competitiveness depends most strongly on the quality of your products. High-tech high-quality products are in strong demand, and their price and unit labour costs do not matter (much).

In the book we do not find exactly the same thing as Kaldor found. We find that export demand is mostly insensitive to RULC or there is a weak negative association between export growth and RULC-growth. The interpretation is however similar:   unit labour costs and prices do matter much less for export growth than people believe, especially for higher-tech (manufactured) goods. This means that if one wants to promote export growth, cutting wage costs and reducing the price may not lead to a big increase in exports; instead, to increase one’s export market share one should try to produce high-quality goods (embodying the latest technology), which are superior to the goods produced by your competitors.


Best regards,
Servaas Storm