Jumat, 23 Desember 2005

[Cluster 10]: Perempuan dan sepotong perpisahan

//ini hasil migrasi blog, 7 Juli 2015. Pindahan dari unisa81.net//

Prolog: puisi dari FLP

Entah hari yang keberapa saat ia termenung menatap pelangi sehabis hujan tadi sore
Bau kayu yang basah menyelusup dalam rongga hidungnya,
Pun tanah yang tak lagi menyisakan retak
Dan semilir angin segar mengelus wajah manis ditepian jendela, lembut

Lalu pada kedua tangannya ia menggenggam sepucuk surat kumal bergaris pinggir merah
Ada hela napas yang terdengar berat ketika pelangi mulai samar terlihat
Akhirnya, berembun juga kabut yang sedari tadi bergayut manja dikelopak matanya

Tertunduk, menatap haru pada lembaran kertas surat bergaris pinggir merah yang bertuliskan
: kebersamaan kita adalah hal terindah dalam hidupku,
lalu berhakkah kita salahkan takdir
bila kebersamaan itu tak lagi memihak kita?


--------- end puisi------

Well,

Ini hari-hari terakhir di Singapura, dan aku merasa kehilangan bakat untuk merangkai kalimat-kalimat tak langsung, puitis, berkias dan melankolis. Kali ini ingin bercerita apa-apa yang terasa tanpa perlu mencari kalimat kiasan dan bahasa yang indah. Ingin menulis selancar aliran air di sungai-sungai di kampungku, secepat ibu ketika mengaduk bumbu-bumbu masakan menjadi rendang yang enak. Ingin meresapi ketukan jari-jari di keyboard dengan sepenuh jiwa seperti ketika aku mendengar musik tari piring lalu meneguhkan dua piring di dua tangan, memejamkan mata dan berkonsentrasi menari mengikuti alunannya (sekarang cuma berani nari di depan akhwat). Mempertahankan keharmonisan, kecepatan dan ketepatan gerakan agar piring-piring tidak jatuh lalu pecah. Bukan hal yang mudah, namun begitu indah. Diriku begitu menikmatinya, menikmatinya dengan sempurna. Dan itulah yang ingin dirasakan saat ini. Menikmati Singapura sampai detail-detail terindahnya.

Bingkisan-bingkisan kasih

Sebuah bingkisan manis berwarna merah jambu. Bingikisan pengikat jiwa. Syukran alal hadiah al jamilah ya ummi Nida, ummi Zahra, ummi wafa and ummi Aisyah. Jazakumullah khairan katsiran. Arigatou banged deh. Cakep!!! Mohon do'anya supaya tetap teguh dan istiqomah di tempat yang baru.

Dan, ah masih banyak lagi. Sebuah kotak mungil dari adik mungil di NTU sana, eits jangan salah, mungil-mungil gitu mahasiswi Phd loh. Kebanting deh unina. Beserta sebuah puisi manis tentang.. ehm, seorang perempuan.

Berbicara tentang bingkisan, sungguh rasanya syukur tak terkira kepadaNya. Aku dianugerahi lingkungan yang manis dalam menjaga dan mengekspresikan ukhuwah. Dari dulu sampai sekarang tak terhitung banyaknya paket-paket mungil bersampul ukhuwah dan berbalut sayang yang dikirimkan lewat hati-hati yang tentunya senantiasa berkumpul karena Allah semata. Ada adik lucu yang hobinya membelikan hadiah tanpa pandang harga dan situasi, bahkan pernah menyeretku ke Paya lebar untuk memaksaku memilihkan sebuah gamis untuknya, pilihanku jatuh pada gamis manis hijau lumut dan jilbab senada, yang ternyata untukku.

Ada gadih minang nan elok budi yang pernah menghadiahi buku resep masakan nusantara (Ondeh uni, barajalah mamasak lai). Belum lagi perhatian, kasih sayang dan kepeduliannya yang tentunya tak bisa diukur dengan materi. Selalu siap, selalu ada bahkan ketika aku berada di puncak keegoisan dalam menapaki hari-hari. Ada juga another gadih minang sarjana teknik sipil NTU, yang kerap mengirimi bingkisan mungil atau sekedar menunjukkan wajah cerah seperti taman bunga. Bahkan tanpa diduga-duga mengisi pulsa telefonku di saat-saat sekarat, saat saldo ditabungan tinggal beberapa puluh dolar. Atau uni-ku di bukit batok sana yang nampaknya tak kenal lelah setiap kali aku datang dengan segudang perasaan, persoalan dan kepenatan. Selalu tersenyum, selalu mendoakan dan selalu sabar. Ondeh, di rantau iko ruponyo urang sakampuang lah manjadi sanak se sadonyo… Alhamdulillah. Denai simpan rindu nan jo taragak, semoga awak basuo baliak nantinyo dalam kondisi iman yang labiah baik yo ummi Zahra.... Amin…

Ah siapa lagi yang musti kusebut? Begitu banyak nama dan peristiwa berkejaran di kepala. Ada sajadah merah, indah luar biasa di hari saat usia berkurang. Dari dua sosok yang selalu menolak disebut romantis. Padahal yang satu adalah adik manis yang suatu hari langsung meluncur ke Raffles place begitu tahu aku sedang 'memikirkan' sesuatu yang 'berat'. Sosok yang dibalik diamnya selalu berusaha memikirkan yang terbaik untuk keluarganya, teman-temannya dan sekitarnya. Sedang yang satunya lagi adalah seorang akhwat yang pernah berkutat 4 hari di kamar dan tidak pergi kuliah, untuk menemani aku yang sedang sakit dan tidak bisa bangun. Seorang akhwat yang baru kukenal namun darinya aku banyak belajar tentang pengertian, kesabaran, ketulusan dan kedewasaan dibalik keceriaan yang dia tebarkan. Seorang akhwat yang baru kukenal namun punya kepribadian yang begitu kokoh, ibadah yang bagus, luar biasa cerdas dan punya wawasan yang luas.

Suatu malam di bulan april aku terluka parah dan merasa remuk redam. Aku memberitahunya. Beliau yang seharusnya bolos kajian Sirah nabawiyah untuk mengejar tesis, malah memaksakan diri datang menempuh 1,5 jam perjalanan dari kampus untuk menemaniku yang malam itu begitu tidak focus dengan penjelasan ustadz tentang peristiwa2 uhud. Kedewasaannya membawaku pada suasana diam sepanjang jalan membiarkan hati sembuh sendiri. Lalu dengan bijaknya malam itu dia tidak langsung mengajakku pulang namun malah membawa ke sebuah taman lalu kita duduk di sebuah bangku memandang langit malam. Dia diam, akupun diam, namun lama-lama tangispun pecah dan dia tetap diam sama sekali tidak menghibur. Membiarkan aku meredakan sesak yang merajam-rajam sambil sesekali mengusap punggung atau memeluk. Saat hujanku luruh menjadi gerimis, dia yang ibadahnya berkali-kali lipat jauh lebih sempurna ini berkata lirih sambil tersenyum bijak:

"Sudah reda tangisnya? Coba lihat ke atas sana. Di langit sana?" akupun mengikuti arah tunjuknya. Lalu dia meneruskan:
"Di langit itu ada bintangnya Reni, bintang yang sangat indah dan terang. Dan bintang itu milikmu. Sekarang mungkin tidak kelihatan dan langitnya sunggguh gelap. Namun yakinlah, lihat saja terus ke langit itu, lihat saja terus dan terus. Suatu saat dia pasti muncul karena saat ini mungkin sedang tertutup awan" Dia tersenyum, lalu diam kembali dan tidak mengatakan apa sampai akhirnya kami pulang menjelang tengah malam.

Ya, itulah dia. Seorang yang dengannya aku merasa menemukan sparing partner, teman diskusi terbaik, merasa tertantang untuk bertambah pintar, dan merasa terlengkapi dalam jalur-jalur pembahasan yang berat. Seseorang yang membuatku sedih karena entah kenapa kesibukan membuat kita menjadi jauh, jarang bersua dan jarang berbicara.

Suatu sore di tepian Raffles, ketika bibirku benar-benar terkunci namun hati benar-benar rindu padanya, rindu berdiskusi seperti dulu, aku menanyakan kabar akhwat itu lewat seorang ukhty fillah. Bagaimana kabar terakhirnya, apakah dia lagi bermasalah, bagaimana keadaan dunianya, materinya, hatinya, ibadahnya dst dst. Ukhty fillah tersebut berbicara padaku dengan suara yang lirih..
"Hanya keadaan yang membuat kalian tiba-tiba kehilangan banyak kesempatan untuk banyak-banyak berdiskusi lagi. Setelah pembicaraan yang panjang dengannya, aku tahu dan aku yakin bahwa kalian berdua, demi Allah… saling mencintai, saling menyayangi dan saling peduli. Dia selalu menanyakan kabarmu, setiap hari dan aku tahu engkaupun begitu. Demi Allah kalian saling menyayangi dan kalian berdua adalah sosok yang akan sangat kuat jika digabungkan. Menghasilkan energi yang besar ketika pemikiran dan ide-ide disatukan. Percayalah, hanya keadaan yang membuat kesempatan itu terasa hilang. Demi Allah, kalian saling mencintai. Kalian benar-benar saling mencintai"
Dan air mataku menderas seperti hujan. Hatiku gerimis namun ada lega yang menghasilkan pelangi.

Begitu banyak nama yang begitu susah kueja satu persatu untuk mengingat segala kebaikan-kebaikan mereka. Mencari teman di kala senang adalah hal yang gampang, namun menemukan teman di kala susah tidaklah mudah. Dan aku benar-benar pernah berada di titik terendah dalam kelemahan diri, kelemahan hati dan kemiskinan materi. Dan mereka, tak pernah pergi. Begitu banyak nama yang begitu susah kueja satu persatu untuk mengingat betapa pada banyak kesempatan tentunya aku telah menorehkan banyak salah dan alpa. Maafkan, maafkan… jika sering terlalu egois diri sehingga terlupa mengatakan 'apa kabar cinta' saat sebenarnya kau ingin ditanya. Khusus untuk phepi, dinciw, ratih dan neng Lia, teman-teman serumah, sehati, sejiwa di muslimats apartemen, maafkan jika tiba-tiba aku mengeluarkan jurus ngambek yang dahsyat. Atau maafkanlah jika di atas jam 12 malam tiba-tiba menjadi manja ga karuan, minta ditemenin tidur, merajuk, minta ini-itu atau suka ribut tak tentu arah.

Begitu banyak nama yang begitu susah kueja satu persatu untuk mengingat segala kebaikan-kebaikan mereka. Duhai kawan, jika namamu tak tersebut secara tersurat ataupun tersirat dalam tulisan kali ini bukan karena aku lupa pada engkau sekalian. Justru saat ini aku sedang memandang foto-foto pertama kita di tahun awal di NTU. Mengingat-ingat segala pembelajaran jiwa yang kita alami bersama-sama. Aku tumbuh bersama engkau wahai saudari-saudari terkasih. Saudari-saudari yang terasa begitu erat ikatannya dalam aliran darah. Karena, ikatan ini lebih dari ikatan darah yaitu pautan hati karena rahmat dari Allah. Duhai kawan, jika namamu tak tersebut secara tersurat ataupun tersirat dalam tulisan kali ini bukan karena aku lupa pada engkau sekalian. Justru karena tangan ini semakin bergetar dan airmata menderas, sehingga aku memilih untuk tidak meneruskannya. Memilih untuk tidak melanjutkannya dalam untaian kata. Seandainya bisa berangkat ke Jakarta tengah malam ingin rasanya hati, biar tidak usah melihat wajah-wajah terkasih kala perpisahan.

Gerimis hatiku ketika acara perpisahan, farewel dinner dengan teman2 seteam di kantor atau lunch dinner dengan teman-teman kantor berkebangsaan Indonesia, tak ada apa-apanya dibanding sedihku berpisah dengan dikau semua. Membayangkan bahwa keterbatasan materi membuatku tidak akan segampang dulu lagi mengirimkan sms ini itu ketika tiba-tiba mendapat inspirasi kalimat-kalimat yang indah atau bertemu nasehat-nasehat yang memikat hati. Dan tidak bisa tiba-tiba mengangkat telpon lalu saling berbicara berjam-jam lamanya. Namun kalian kuletakkan di dalam hati, tidak di pelupuk mata. Jadi walau sudah tak tampak lagi secara fisik, insyaAllah kekal adanya dalam ruang-ruang hati.

Tak hanya muslim saja

Satu bab di Ayat-ayat cintanya Kang Abik memberiku pencerahan yang indah tentang pengaturan hubungan dan sikap kita yang semestinya terhadap non-muslim. Subhanallah, andai semua non-muslim di dunia mengetahui bahwa ada aturan yang manis dan perlindungan yang indah dalam hubungan terhadap non-muslim dibawah islam yang bercahaya. Sampai sekarang juga : Kingdom of Heaven" yang mengisahkan keharmonisan King Baldwin dan Salahuddin al Ayubi dalam batas toleransinya yang mempesona, begitu terukir di hati. Islam sungguh indah! Terutama bagi yang makin memahaminya. Maka aku tak heran lagi jika menjumpai banyak teman-teman non muslim yang kadang lebih islami dari kita yang muslim. Dalam hal kebersihan, kedisiplinan, menghargai, membantu dst dst.

Beberapa jam yang lalu aku meninggalkan computer untuk bertemu ummu Iffah di Somerset MRT. Beberapa saat kita berbincang tentang hidup, kehidupan, paradigma, ketabahan, perjuangan dan nasehat-nasehat. Keakraban yang baru saja terjalin (makasih ya mbak atas sokongan ketegaran jiwa dengan celetukan-celetukan ringan dan segar yang tanpa mbak sadari justru sering membuatku tegar berlipat-lipat). Ketika kembali ke kantor aku mendapati sebuah ucapan singkat di kertas notes berlabel kantor ini:
Reni,
Good Luck!!
All the best in your dream work!



Saat kucari kemana orangnya ternyata sudah pergi ada briefing sampai malam. Dan subhanallah aku menangis. College yang ini (sejatinya baru berumur 27 tahun) adalah yang paling sabar membimbing masa-masa sulit di awal-awal ketika baru masuk kantor. Dia menempati tempat yang istimewa dalam segi penghormatan, respek dan rasa seganku. Segan atas kebaikan dan bimbingannya. Hormat atas perlakuannya yang sopan dan terjaga. Suatu hari dia memberi penjelasan panjang lebar ketika aku begitu bingung dengan macam-macam kejutan di kantor. Penjelasan yang menenangkan.

Dia memang buddy-ku, ditugaskan untuk membimbingku. Namun dia tidak sekedar membimbing secara teknis, tapi juga mampu menggali potensi-potensi dalam diriku dan membuatku terus merasa nyaman, percaya diri dan merasa begitu dihargai. Saat menyadari bahwa aku akan meninggalkan kantor ini, dia yang pertama kuberitahu dan dia berkali-kali datang menanyakan kabar, mengucapkan selamat, menanyakan detail dst dst dalam batas-batas yang terjaga. Bahkan penghormatannya padaku sebagai seorang muslimah kadang mencengangkan, tentang toleransinya terhadap waktu sholat dan sisi-sisi sensitive peribadatan lainnya. Dan berikut adalah kalimat balasannya ketika aku mengucapkan terimakasih yang tulus atas segala bantuannya:
"I am just glad that I have manage to help you in any ways. I am happy for you that you found your dreamjob =), workhard Reni!!! And who knows we may work together again"

Dan tahu apa reaksiku. Kembali air mata menderas. Ups moga-moga aku hati tidak mengaguminya melebihi batas yang dibolehkan, (Astagfirullah al adzim, Istih!! Gimana nih!!). Gawat juga nih, coba kalau yang seperti itu muslim, waduh hati ini bisa ketar ketir. Aku gak kebayang teman-teman akhwat yang bekerja di Indonesia dengan teman-teman muslim dimana-mana. Hebat!!! Aku mulai kurang yakin dengan diriku jika bekerja di Jakarta ntar. Duh, kayaknya aku musti cepat-cepat nikah nih (hehehe nyari-nyari alasan)

Subhanallah nampaknya sisi-sisi melankolisku lagi mendominasi. Padahal tadi malam ketika membahas habis-habisan dengan mb Phepi, roommate, tentang 4 sifat manusia (sampai setengah 4 pagi!!!) aku meledek dia habis2an diatas sifat melankolisnya yang gedubraks-gedubraks. Tapi ternyata, aku...

Saat perpisahan tiba

Sudah hampir pukul 4 sore. Dua jam lagi aku harus mendelete semua file pribadi di computer, mematikannya dan melenggang meninggalkan kantor ini untuk yang terakhir kalinya. Dan, ah ya mendekati Istih!! Mengembalikan buku "Diary Pengantin" yang kemaren dipaksa dipinjamkan dan musti tamat dalam sehari (Moga2 ga ada maksud-maksud terselubung heheh).

Itulah hal terberat yang harus aku lakukan sore ini. Berjalan ke meja Istih, mengembalikan bukunya. Ya Allah, apa yang harus aku katakan. Kepada beliau yang seakan ditakdirkan untuk bersama-sama terus dari tingkat 1, belajar, di kampus, mengenal dakwah, belajar dewasa bersama, merasakan jatuh bangun persahabatan, pahit manis ukhuwah, tangis, suka, duka, bahkan setelah lulus kantorpun sama, selantai. Masa-masa perkuliahan seakan baru kemaren. Saat kita kabur ke rumah makan Padang sehabis tugas robotic serasa kemaren. Saat mendesign website nikahnya, mendengarkan cerita-ceritanya, saat gembira ketika dia juga diterima di kantor ini. Makan siang bareng, ke mesjid bareng, menggosip di sela-sela waktu kantor, pulang bareng, bahkan menemaninya saat-saat hamil mudanya ketika sang suami musti jauh di rantau demi sebuah tugas. Saat berdiskusi tentang konsep-konsep dakwah, ukhuwah, persahabatan, kepedulian, bahkan tentang rumah tangga! Lima setengah tahun, benar-benar bukan masa yang singkat.

Tadi pagi dia menyodorkan dua foto. Foto 5,5 tahun yang lalu, ada belasan wajah di sana. "Coba liat kamu tingkat 1. Jeleeeek dan cemberut, serem!" katanya singkat. Aku tersenyum simpul. TENTU SAJA!. Kalianlah yang telah mengubahku wahai sahabat. Kelembutan kalianlah yang perlahan menorehkan tinta-tinta manis dalam persepsiku memandang dunia. Dalam 5,5 tahun terakhir aku lebih banyak tersenyum, ceria, tertawa, lebih husnuzhon, walau mungkin dibanding antunna semua tetaplah aku yang paling galak dan super plin-lan (hehe, tapi tayank dunk yaaa). Antunna semua yang membuat aku (merasa) diriku lebih berarti, diperlukan, dan memerlukan (dasar deh, sanguinis sejati !!!). Dan dari engkau semua aku belajar tentang kehangatan dan bahwa hidup ternyata begitu indah ketika kita saling sayang. Dari antunna semua aku merasakan bahwa level ukhuwah yang engkau tawarkan tak lagi pada level Salamatus sadr, tapi sudah pada level Itsar. Subhanallah, Allahu akbar. Betapa indah karuniaNya.

Lalu apa yang akan kukatakan pada ibu hamil itu 2 jam lagi? Pada dia yang begitu banyak berjasa menentramkan batin ketika diri berada dalam keadaan terlemah baik lahir, batin bahkan materi! Pada dia yang di jaman kuliah adalah orang pertama tempat berbagi catatan, pelajaran, sekolah, kuliah, ilmu-ilmu agama sampai bahasa arab. Pada dia yang mengaku tidak bisa romantis namun menunjukkan cinta dengan cara yang berbeda. Pada dia yang setiap pagi kutemui sebelum memulai pekerjaan sekedar melayangkan senyum dan melambaikan tangan. 5,5 tahun bukan masa yang singkat bagi kita untuk saling mengenal dan jika aku disuruh menyebutkan nama siapa yang paling tahu diriku dan segala keburukan-keburukannya yang dahsyat dan banyak banget, tentu namamu yang akan aku sebut. Apa yang harus kukatakan? Aku takut air mata ini menderas lagi sebelum kalimatku abis. Gengsiku yang tinggi membuatku tak ingin terlihat cengeng. Dan karena itu jugalah aku melarang beberapa orang yang begitu berarti bagiku untuk mengantar ke bandara. Aku takut menghadirkan hujan di depan mereka. Gengsi dan malu.

Apa yang harus kukatakan? Oh mungkin ini: "Istih, aku besok siang terbang ya. Ini bukunya. Diary pengantin. Aku dah baca loh, bagus deh =) Moga-moga kamu belajar banyak hal dari buku ini dan aku juga. Udah 6 bulan nih si dedek, jaga kesehatan yah, jangan pulang malam-malam. Kirim-kirim email ya ke email yang di Gmail. Kalau ponakanku dah lahir unina musti dikabarin yah. Maafkan atas kesalahanku yang tentunya sudah tak terhitung banyaknya selama 5,5 tahun ini. Maafkan atas segala keegosian yang tentunya demikian bertumpuk-tumpuk dari hari pertama engkau mengenalku. Maafkanlah aku. Semoga Allah selalu mengukuhkan iman di hati-hati kita. Karena iman adalah nikmat terpenting yang kita punya. Semoga iman yang setipis kulit bawang ini senantiasa terpelihara dan bertambah kokoh. Dan ukhuwah ini akan menjadi salah satu kenangan yang paling indah untuk kita kelak, untuk anak cucu kita dan penerus-penerus kita. Semoga catatan sejarah persahabatan kita semua bukan sekadar mencari keindahan dunia, tapi ditujukan untuk mencapai surga. Dan kita akan semakin tertata saat kita tidak jemu memaknai bahwa setiap tempat adalah tempat belajar dan setiap waktu adalah kesempatan untuk berbenah diri"

Selamat tinggal sahabat-sahabat terkasih. Apalah artinya jarak fisik untuk hati-hati yang saling mencintai karena Allah. Kenangku di dalam do'amu. Maafkan dan do'akan aku setiap kali kita saling mengingat. Demi Allah, jika saat ini air mata ini mengalir deras, insyaAllah bukan karena aku menangisi perpisahan. Tapi justru air mata syukur atas keindahan persaudaraan.

Lalu alunan Emilia tiba-tiba saja melesat dikepala ketika aku memutuskan untuk menghentikan tulisan ini:
But I do do will
But I do do feel
Miss you much…
Miss… you much



uNi: Istiiii... aku mau boneka iniii.. beliiiin..
istih: ih, kamu ini.. udah mau punya ponakan juga



Malam terakhir dengan teman serumah

Di rumah ini kita berlima saling mengenal
bercanda..
tertawa...
memutuskan saling cinta...
saling sayang...
dan belajar dewasa bersama....

Dan aku akan selalu rindu....
menyontek syair arab....

Sahabat, apakah engkau melihat bulan sabit yang bersinar itu?
Sungguh engkau tempat dan cahaya yang tinggi
Sahabat, pernahkah kau berjalan-jalan diantara taman-taman?
Sungguh engkau lebih indah dari burung-burung


Uhibbukum Fillah...




Komentar


ichal :: [E-Mail] [Web] Hai uni, jumpa lagi ya... aku dah pindah blog sekarang...


dany wicaksono :: [E-Mail] [Web] Tumben Ukh, ada photo di blog ini :)


dany wicaksono :: [E-Mail] [Web] jadi agak ngga nyaman baca blognya, soalnya sambil nunduk2 nih :)


uNi :: [E-Mail dear tmn2 di Singapura, daku ganti nomor ke XL, nomornya tanya ke tmn2 di plet 664D ya =). makasih... maap ga di sms in satuh2


yumni :: [E-Mail] [Web] teristimewa untuk Mu

teruntuk insan-insan yang kusayang
ada yang ku cinta kerana senyum nya
ada yang ku jatuh cinta pandang pertama
juga ada yang setelah mengenal jiwa raga
berguling-guling hatiku menahan rasa

teristimewa untuk insan-insan yang ku kasih
ada yang ku kasih kerana kasihnya pada Tuhan
mengetuk-ngetuk pintu hatiku dengan bait-bait agung
melihat mereka taqwaku jadi malu
imanku terserlah kurus
berbanding dengan kemantapan cinta di hati mereka
asyik dengan kalimah ALLAH itu sempurna
maka apa perlunya cinta selainNya?

teristimewa untuk Allah
Kekasih sesiapa yang menjadikan Dia Kekasih
merindui secara batin akan WajahNya
merangkak ke syurga kerana di situ Dia ada
sanggup ke neraka jika di situlah Dia
cinta si Rabiatul Adawiyah menekan jiwa
merasa ni'mat solat sunnah hanya kerana Dia
asyik dengan halawatul iman setelah sabar menanggung ujian
setelah air mata taubat mengalir deras tak mahu henti
hidup di dunia seperti mati kerana jiwa sudah ke sana
melayang-layang mengetuk-ngetuk pintu-pinti rahmat ALLAH
pohon simpati meminta sedekah, cinta,perhatian dari Al Quddus

Oh Tuhan! terlalu banyak ni'mat yang perlu ku syukuri
terlalu banyak titik hitam yang perlu ku suci
terlalu jauh penat lelah ranjau istiqamah
tapi aku terlalu ingin melihat WajahMu
lalu bangun menyempurnakan Taubatku
lalu menerangkan indahnya KashMu
pada insan lain dan juga diri sendiri
kami semua rindu padaMu!!!

oleh sakinah utk adeq tersayang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar