Minggu, 18 Desember 2005

[Cluster 7]: [revised] Bukan cinta benalu

//ini hasil migrasi blog, 7 Juli 2015. Pindahan dari unisa81.net//

Ada sosok-sosok dengan jiwa-jiwa yang mengagumkan bertebaran di sekeliling saya. Sosok-sosok yang tidak hanya hadir ketika matahari kehidupan bersinar cerah. Namun mereka juga hadir ketika langit hitam dan awan retak retak. Menawarkan kehangatan, menenangkan, menangis bersama, sekadar mendengarkan dengan sabar berjam-jam atau melesat bagai anak panah menembus jarak-jarak yang jauh ketika saya dirundung duka lalu menyodorkan bahunya sehingga kesedihan bisa menjelma seketika menjadi senyuman. Senyuman yang begitu indahnya.

Di depan mereka saya kadang-kadang merasa begitu minder. Merasa kalah dan tertinggal jauh dalam fastabiqul khairat. Dalam hal ini cukuplah goresan saya membicarakan tentang kualitas muamalah di luar konteks peribadatan kepadaNya. Walau saya percaya untuk soal yang inipun saya jauh tertinggal di belakang mereka.

Banyak hal-hal kecil yang mereka lakukan tampak biasa-biasa saja, namun terasa begitu menyentuh jiwa. Misalnya selalu ada saja yang ingat dan mengirimkan do’a ketika saya sedang mempersiapkan diri untuk hal-hal kecil yang wajar saja adanya, seperti ketika bersiap menghadapi ujian di kampus, ada benda-benda yang rusak, hari pertama masuk kerja bahkan tentang perkembangan urusan-urusan kecil yang sedang ditangani. Maka email-email, telpon dan SMS-SMS dari mereka tak pernah berhenti mengalir walau saya tak pernah merasa mampu membalas kepedulian mereka walau ingin sekali berusaha sekuat tenaga.

Kadang ketika bertemu wajah-wajah tulus itu ingin sekali hati berkata, wahai saudara-saudariku, maafkan kalau selama ini sering terlalu apatis dan tidak peduli walau sudah berusaha setengah mati. Maafkan jika terlupa hari ujianmu, lupa hari interviewmu, lupa hari-hari pentingmu atau tidak menanyakan "Apa kabar, cinta?" saat sebenarnya kau ingin ditanya. Maafkan aku. Sungguh, aku mengharap kita akan terus bergandengan tangan selamanya.

Padahal kejelian kita memanfaatkan hal-hal kecil dalam memberikan perhatian telah terbukti sebagai resep yang istimewa untuk merekatkan ukhuwah dan keberhasilan dakwah.
 Adalah Imam Hasan Al Banna yang tidak pernah melupakan nama ikhwan-ikhwan yang pernah ia temui. Tidak hanya nama juga informasi-informasi lainnya sehingga sang ikhwan yang ditemui lagi suatu masa di kemudian hari begitu tersentuh oleh hal tersebut. Adalah Rasulullah sendiri yang begitu cerdasnya menyentuh hati Adas -seorang Nasrani (ketika Rasulullah berlindung di kebun anggur milik dua saudara 'Uthba dan Syaiba) dengan menghubungkan antara daerah asal Adas dengan Nabi Yunus bin Matta. Maka bagi saya begitu berharganya buku “Sentuhan hati penyeru dakwah” karya Abbas As-sisi, yang tentu saja banyak mengupas tentang bagaimana cara-cara menyentuh hati. Semoga Allah merahmati penulis buku ini yang beberapa bulan yang lampau telah pergi menghadapNya.

Perasaan ini masih terbalut iri dengan ketangkasan sahabat-sahabat terbaik di sekeliling saya dalam mencurahkan perhatian terhadap hal-hal kecil dengan begitu indahnya. Apalagi saya tahu tindakan itu mereka lakukan spontan dari ketulusan jiwa . Rasanya malu sekali.

Saya malu karena rasanya belum mampu berbuat seindah itu. Saya malu dengan pembenaran atas segala keterbatasan-keterbatasan. Pembenaran yang mengada-ada dan justru semakin membuat malu. Ditambah lagi oleh sifat yang pelupa. Saya benar-benar hampir memutuskan untuk menyerah saja .

Namun kemudian suatu peristiwa menyadarkan saya bahwa saya tidak seharusnya berhenti berusaha untuk menjadi lebih baik dalam persahabatan (dan tidak lupa mempraktekkannya!, itu yang paling penting). Karena ternyata hal-hal kecil yang kita lakukan dan telah kita lupakan bisa jadi ternyata membekas erat kepada orang lain. Karena itu janganlah pernah berhenti memperindah ukhuwah dengan sentuhan-sentuhan kecil yang insyaAllah akan menjadi kekuatan besar.
Bagi saya, sahabat adalah anugerah;
Karena mereka tak hanya menasehati kita namun saya berharap juga memaafkan dan tak henti menasehati kealpaan kita.
Bagi saya, sahabat adalah amanah;
Karena ternyata butuh penjagaaan yang serius agar tetap indah selamanya. Menjadi seorang sahabat butuh empati, pemahaman terhadap perasaan orang lain, hal yang tidak mudah dan sering kali kita (saya) tersalah.

Bagi saya, sahabat adalah inspirasi;
Karena sosok-sosoknya sering kali membuat kita mengingatnya, merasa takjub akan gema dari jejak langkahnya, sering merasa iri karena belum mampu melompat tinggi sepertinya. Bahkan tak jarang merasa begitu kerdil karena dibanding mereka terlalu banyak hal yang tak dapat lagi saya lakukan, telah saya tinggalkan, telah meredup atau bahkan telah hilang dari hidup saya, semata karena halangan-halangan duniawi yang sungguh tak berarti kelak.

Walau saya sering merasa kalah, namun saya tidak boleh berhenti berusaha. Banyak sahabat mengalahkan saya tidak saja dalam hal perhatian-perhatian kecilnya namun juga dalam cara dia memaknainya dan cara dia mengekalkannya. Yang jelas menurutnya ukhuwah kita bukanlah cinta benalu, yaitu cinta yang pupus seiring berlalunya waktu

Percayalah, dibalik segala kesalahan, sahabat sejati tak pernah bersungguh-sungguh ingin menyakiti sahabatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar