Tampilkan postingan dengan label holland. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label holland. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Februari 2016

Pengalaman sakit di Belanda

-- Crocus --

Pukul 1 malam waktu Belanda. Suara angin menderu-deru memilukan. Pastinya di luar sangatlah dingin menggigit. Kurang paham juga dengan kondisi cuaca saat ini. Tadinya sempat mengira musim dingin telah sampai di penghujungnya, saat mulai menjumpai rumput-rumput sendu yang telah ditumbuhi bunga-bunga cantik berwarna kuning di sepanjang Voorhof, Delft. Kurang paham itu bunga apa namanya. Cantik sekali, seolah memberi warna lain pada hamparan karpet hijau yang telah bosan monoton berbulan-bulan sendirian. Seorang kawan pernah memberi tahu bahwa salah satu pertanda munculnya musim semi adalah kehadiran bunga Crocus, si ungu cantik. Tahun lalu saya dan beberapa kawan sempat memperhatikan kawanan Crocus yang tumbuh di rerumputan di depan fakultas kami. Tumbuh malu malu dengan latar belakang telaga beku yang mulai mencair. Akan tetapi jika memang musim dingin telah berakhir kenapa beberapa hari lalu turun hujan salju walau hanya beberapa menit? Entahlah.

Jam 1 malam waktu Belanda. Suara angin menderu-deru memilukan. Pastinya di luar sangatlah dingin menggigit. Tapi suara bel berbunyi. Bergegaslah kubuka pintu, dan munculah sosok itu. Gadis cantik berdarah Palembang Minangkabau, namun belasan bulan silam saat pertama jumpa kupikir blasteran timur tengah. Beberapa menit sebelumnya saya memang menanyakan nomor telpon Rumah Sakit di sebuah group mahasiswa Indonesia. Ada rencana membawa H1 ke rumah sakit saat itu juga. Lalu tanpa dapat dicegah, datanglah dia. Katanya sekedar memastikan semuanya baik-baik saja, sambil menyodorkan setumpuk parasetamol dan vitamin. Terharu. Sangat. Speechless juga.

Kebetulan anak-anak memang udah 6 hari panas tinggi, flu, dan batuk yang lumayan berat sehingga kehilangan nafsu makan. Di hari ke-4 udah dibawa ke Huisart, general practitioner. Menurut dokter saat ini memang lagi ada virus flu yang cukup berat, dan gejala panas demamnya bisa 5 hari. Jika hari ke-5 tiada membaik, disarankan dibawa lagi ke dokter. Anak-anak gak dikasih obat apapun, cuma disuruh istirahat, pastikan banyak minum cairan, dan makan parasetamol jika diperlukan untuk membantu tidur nyenyak. Sebelum ke Belanda saya memang sudah baca beberapa referensi bahwa di sini dokter sangat hati-hati memberikan obat. Lumayan kontras dengan beberapa pengalaman di Jakarta, yaitu tiap anak sakit saya biasanya bawa pulang minimal 5 jenis obat per-anak. Tapi tentunya masing-masing Mazhab punya pertimbangan sendiri ya. Mungkin kondisi geografis, budaya, pola hidup, dll mempengaruhi gaya pemberian obat-obatan oleh dokter. Mungkin. Hipotesis aja. Gak ada ilmu tentang itu. Dan kebetulan juga saya termasuk generasi emak-emak rempong kekinian yang berharap anak-anak gak minum terlalu banyak obat. Jadi ya udah aja, pulang tanpa obat.


Saya banyak diskusi jarak jauh juga dengan Abahnya teko-teko. Beliau yang koleris maksimal kemudian mengirimkan sederet artikel tentang kenapa negara-negara maju cenderung terkesan lebih pilih-pilih memberikan obat

Tapi di hari ke-6 si kakak masih begitu2 saja. Adiknya membaik Alhamdulillah. Akhirnya tadi ke rumah sakit lagi deh, dan kembali diyakinkan bahwa mereka gak mengalai infeksi apapun pada mulut, telinga, hidung, tenggorokan. Paru-paru bersih. Semua ini hanya flu biasa yang memang menunggu waktu untuk sembuh. Tidak perlu obat apapun, kata sang Dokter. Tapi saya memberanikan diri minta ijin ngasih obat batuk ke H1. Dan disetujui dokter, walau gak dia resepkan. Tinggal beli di apotek RS katanya. Dia bilang kalau dalam 10 hari (sejak hari pertama) ga sembuh juga, disarankan balik lagi ke Huisart. Menurut dia wajar aja demam akibat virus mengakibatkan suhu tubuh tidak stabil.

Jadilah malam ini abang minum obat batuk. Parasetamol dihentikan dulu.
Semoga cepat sembuh yaaa, abang dan dedek..

-- ke dokter lagi--

Pukul 5 sore waktu Belanda. Angin kencang masih menderu di seantero Delft nan elok. Saya dan H1 berjalan bergegas-gegas, ingin secepatnya sampai di area tertutup. Angin kencang menderu di sepanjang jalan. Terutama di lorong-lorong yang diapit gedung-gedung tinggi. Kami berdua sempat GR mau terbang saat diterpa angin yang cukup kencang. Untungnya sebagian besar perjalanan ditempuh dengan bis, sehingga waktu interaksi dengan angin dan udara dingin lumayan minimal. Dulu sekali pernah ada yang bercerita bahwa angin kencang di Belanda terkadang mampu menerbangkan sebuah sepeda. Awalnya gak bisa membayangkan, tapi setelah mengalami sendiri lama-lama kebayang juga. Dahsyat memang angin di negeri kincir ini.

Sesampainya di rumah kami disambut H2 yang tertidur pulas dan tentunya seorang kawan yang menemani H2 selama saya dan H1 di Rumah Sakit. Terimakasih banget yaa, ucapku berulang-ulang. Sang gadis yang dikenal sebagai salah seorang ahli masak terbaik di angkatan kami itu menceritakan kisah bersama H2.  Sempat kutanya, apakah H2 gak rewel. "Manalah rewel mbak, asyik aja dia main, trus patuh aja disuruh bobok siang", jawab si putri blasteran Sumatera-Solo itu sambil tersenyum-senyum. Hebat juga pikirku, biasanya butuh waktu 1-2 jam untuk nyuruh H2 bobo siang.

Sore menjelang malam waktu Belanda. Angin kencang masih menderu di seantero Delft nan elok. Sang kawan pamitan pulang, menyongsong angin kencang bersama sepeda kesayangan, kembali ke tempat tidur yang hangat. Setelah mengikhlaskan sekian jam waktunya yang berharga untuk menemani H2.

Itulah sekelumit kisah hari ini dengan 2 kawan di perantauan. Tadinya ingin disimpan aja perasaan terharu dan rasa terima kasih di dalam hati, namun gak sabar juga ditulis di sini ~_~.  Semoga pertolongan yang telah diberikan ini, kelak akan menghasilkan limpahan barokah dan kebaikan dari arah yang tak disangka-sangka.

Pernah baca di suatu ketika bahwa khalifah ‘Umar bin Khaththab pernah berkata, yang kurang lebih isinya, jika ingin mengenal karakter saudaramu, bepergianlah, menginaplah, dan berniagalah bersamanya.  Dua kawan yang rasanya cukup kukenal, sebab pernah melakukan perjalanan jauh dengan yang satu, dan pernah nginap beberapa malam bersama yang satunya.

Kudoakan juga deh semoga mendapatkan jodoh yang sholeh. Amin...


Rabu, 17 Februari 2016

Mie ayam van Holland

Mie ayam van Holland
(Chicken Noodle dari Belanda)

Pagi ini anak-anak dapet rejeki hantaran mie ayam dari one of the best chef van Delft. Kakak Fitri Yustina. Mereka yang udah 2 hari ogah2an banget makan karena panas tinggi, mulai menunjukkan minat pada makanan. Tadi malam H1 sempat makan lahap juga sih, minta makanannya kakakAdiska Fardani yang sempat berkunjung. So far, hasil-hasil karya Bundo Reni Unisa di dapur masih dicuekin dengan sentosa ~_~. Introspeksi diri lah mak wink emoticon. Siang ini H2 juga mau makan sedikit setelah dinasehatin kakak Lusi Martalia donk. Alhamdulillah walau suara masih serak di sana sini, abang dan adik udah jauh lebih ceria. Beda banget dengan hari kemaren, layu seperti benang basah.

Kembali ke mie ayam, tentunya bundo juga jadi ikut mencicipi. Pada suapan pertama, bundo langsung freeze. Enaaaaak. Ingatan langsung melayang ke warung2 mie ayam terbaik di jabodetabek. Kakak fitri sempat ceritain sih resep rahasianya, namun belum mampulah otak ini mencerna ðŸ˜†.

Buka PO donk sis wink emoticon

Terimakasih ya kakak2, semoga kebaikan hatinya dibalas dengan nikmat dan barokah yang berlipat ganda. Semoga kita semua diberi kelancaran menghadapi sisa perkuliahan ini. Amin.

Selasa, 16 Februari 2016

Pangkuan Bunda

Saya pernah nonton film "Opera Jawa" karya Garin Nugroho bersama teman-teman di sebuah acara di dalam kantor. 100% pake boso jowo. Gak ngerti pol. Tapi karena saya suka sekali dengan konsep filmnya yg teatrikal. Ya enjoy aja. Apalagi saat itu lagi suka banget mendengar logat-logat jawa yang terasa unyu di telinga wink emoti
Satu adegan yang paling menarik dan membekas di ingatan sampai sekarang adalah ketika Artika Sari Devi, pemeran utama, yang sedang sedih, memeluk dirinya sedemikian rupa, seperti pose bayi di dalam perut ibu. Menurutnya, itu adalah pose alami yg membuat diri nyaman. Menurutnya (atau menurut narator ya?) secara naluri manusia akan melakukan pose itu saat diri bersedih atau membutuhkan kenyamanan lebih.

Nah, siang ini Hanif yg demam dan abis muntah-muntah semalaman tiba-tiba minta bobok di perut bunda. Katanya pengen jadi bayi lagi. Hafidz juga demam sih, tapi anaknya nyante aja, ga sempat drama tongue emoticon
Cuma ikut2an bobok juga aja. Tumben2an demam berjamaah.

Mendadak teringatlah saya dengan adegan di film itu. Melayang juga ingatan ke sebuah kalimat di komik Astro Boy era 90-an, di episode berjudul Topeng hitam. Di akhir adegan, topeng hitam mencari ibunya dan minta maaf di pangkuannya. Adegan kemudian ditutup dengan kalimat oleh Ozamu Tezuka "tempat paling nyaman di dunia adalah pangkuan ibu"

Cepat sembuh yaaa, Nak. Semoga di setiap drama kehidupan kalian kelak selalu lah kejadian hari ini mengingatkan bahwa selalu ada Bunda tempat bercerita.

Segala drama tesis minggir dulu lah...

Sabtu, 13 Februari 2016

Hulk-nya Bunda

Hanya ditinggal 2 jam "main berdua" sementara bundo bersemedi di kamar bikin tugas, mereka menyulap pewarna makanan menjadi cat lukis untuk mewarnai....... lantai kayu. 
Pantesan terdengar sangat akur dan penuh canda tawa ~_~. Akhirnya disuruh gotong royong ngepel lantai berdua sampai bersih. 
Sekarang lagi sibuk bersihin telapak kaki, karena jadi berwarna HIJAU. Ya eyalah, pewarna klepon.
"Bunda! Kami jadi Hulk!"
*imajinasi masa kecil memang indah ya, Nak kiki emoticon

Minggu, 24 Januari 2016

Al fatihah buat Amak

Untuk pertama kalinya menghadapi ujian kehidupan (baca: exam week), 
tanpa menelpon Amak di kampuang halaman
..... untuk meminta do'a khusus dalam sebuah fragmen di dalam tahajud rutinnya. 

Al Fatihah

Selasa, 12 Januari 2016

Suntikan Semangat dari Pembimbing Proposal



Baru saja menghadiri pertemuan dengan pembimbing buat proposal thesis.
Dia tanya "Why did you  radically change your topic?". Saya jelaskanlah alasan saya kenapa mendadak ganti topik tesis, di saat-saat injury time deadline buat submit proposal. Alasan teknis, dan non teknis. Trus dia bilang lagi "did you do the proposal yourself? and how long?". Saya  jelaskan lagi bahwa saya hanya ada waktu mengerjakannya 4 hari,  sebab baru ada lampu hijau dari seorang kawan setelah konsultasi ama professornya (boleh sebut nama gak di sini? hehe). Sambil saya minta maaf juga karena terlalu mendadak melakukan perubahan, dan mohon maaf jika banyak kekurangan. Maklumlah, proposal yang udah digarap 1 bulan mendadak harus digantikan oleh yang baru mulai ditulis kamis malam. 4 hari 4 malam. Sampai demam kemaren malam, hehe...

Lalu beliau melanjutkan. "Kamu tahu gak kenapa saya menanyakan ini sejak email semalam?". Saya bilang, saya gak tahu pak, mungkin karena terburu-buru jadi banyak kekurangan. Trus dia jawab "because, I think your proposal is outstanding, and I suspect that it is belong to someone else, not you".

WUTT. Sempat bengong dulu sebentar. Antara senang karena dipuji, dan sedih karena dicurigai. Terus saya jelaskan bahwa ini beneran saya yang nulis sendiri, from scratch. Saya sampai memperlihatkan backup2 dokumen di google drive. Karena setiap progress pasti di back up minimal 2x sehari. Jadi terlihat segala history perubahan dokumen, dll. Saya tambahkan, karena ini tahapnya proposal, tentunya banyak sekali literature dari jurnal-jurnal lain. Pastinya. Tapi proposal ini beneran milik saya. Terus dia tertawa terpingkal-pingkal. Kenceng banget.  "the grammar is outstanding, and the proposal has been written in a very good logical order. Very scientific". Serius deh, ampe gemeteran dengerinnya. Dia menambahkan bahwa menurut dia ini dah hampir selesai, kalaupun ada input hanya minor. Jika terbukti original, dia akan memberi nilai yang sangat bagus. Dst dst.... berkuah-kuah lah itu pujian.

Speechless banget. Dan saya gak tahu apa kisah ini pantas disharing di sini. Tapi beneran gak nyangka pujiannya bakal berkuah-kuah begitu. Dan gak mengharapkan segitunya juga. Sebab selama 4 hari ini saya begitu kuatir bahwa yang saya kerjakan gak berarti, karena dikerjakan terburu-buru. Dan selama 4 hari ini saya sibuk berprasangka buruk terhadap hasil yang akan diterima. Sempat marah juga pada diri sendiri, kenapa kok jadi orang plin plan banget. Malah sempat berfikir ga akan lulus mata kuliah ini. Kasian sama anak-anak karena selama 4 hari ini selalu dikasih lampu merah
"Nak, main berdua dulu ya hari ini bunda sibuk banget"
"Nak, bunda mau sendirian dulu 3 jam, jangan masuk kamar bunda ya"
"Nak, bunda gak masak, kita pesen delivery aja ya"
"Nak, bunda ga masak sayur, ga sempat"
"Nak, sabtu minggu ini kita di rumah aja ya"
dll.

Pada akhirnya bapak pembimbing tetap memberi beberapa saran perbaikan. Pastinya. Sebab bagaimanapun pasti banyak hal-hal yang kita belum tahu tentang penulisan ilmiah. Tapi saya sibuk grogi, gemeteran, ke GR an, dll. Maklum, orangnya grogian dan GR an, walau dah emak-emak... hehe

Lama sekali kita diskusi. Saya jelaskan gimana proses penulisannya. Hal-hal yang masih gak saya pahami baik dari buku maupun dari literatur. Kebingungan-kebingungan saya. Sempat bilang juga bahwa setahu saya bahasa Inggris saya gak bagus, karena saya lulusan S1 di Singapore, yang mana selama di sana  bukannya belajar bahasa Inggris yang baik dan benar, saya malah Singlish abieeez. Speaking berantakan, nulis apalagi. Kalau bicara lebih kayak uncle-uncle di pasar malam di Boon Lay, atau makcik makcik yang jualan jilbab di Pasir Ris. Makanya suka ga PD kalau disuruh presentasi, apalagi nulis. Saya bilang juga score terjelek saya kalau test IELTS adalah writing. Pokoknya segala borok2 dikeluarin lah.

Saya juga bilang, nanti kita lihat aja di TurninIt, aplikasi buat cek originality sebuah karya tulis, tentang originalitas tulisan ini. Saya bahkan minta di test saat itu juga. Soalnya ga enak banget dicurigain.....

Tapi bapak ini baik banget. Dia bilang soal originalitas nanti bisa kita cek,dan itu adalah proses yang akan dilalui semua murid, tapi yang mau dia tekankan adalah bahwa dia suka sekali dengan apa yang telah saya tulis. Saat diskusi selesai, dia menutup dengan kalimat berikut "We need to have a good contact, and I am sure that you will have a very good career in your life"

Kalimat penutup yang bagi dia mungkin biasa aja, tapi tanpa dia sadari telah menajamkan tekad seorang emak-emak paruh baya untuk berusaha lebih keras lagi dalam hidup. Untuk berusaha meningkatkan prasangka positif terhadap diri sendiri, terhadap usaha yang sudah dilakukan, dan terhadap jalan hidup yang telah dipilih dan digariskan oleh Allah. Telah membuat seorang emak emak yang tadinya sempat putus asa, lelah, kehilangan kepercayaan diri, dan sibuk menyalahkan diri sendiri atas banyak hal, kembali ingin bangkit berdiri, berjalan.... berlari.

Rabu, 09 September 2015

Teko's in de Holland [Adegan 15]


Abis pertemuan orang tua murid, setelah 2 minggu anak-anak sekolah. Melongo aja dengerin presentasi guru, tapi abis itu dijelasin private sih. Makin mabok kepayang lihat buku latihan si kakak di sekolah. Ngobrol serius ama gurunya apa kira2 kakak masih sanggup ngikutin, karena kelas kakak sudah penuh diskusi (beda ama adik). Walau mereka nampak selalu happy sih...

Yah, kalau soal kemampuan kognitif emak ga akan berharap macam2, karena bagaimanapun kendala bahasa itu sangat prinsipil. Mungkin akan tertinggal dibanding teman seusianya di Indonesia sana. Semoga di sisi lain Ranah Afektif dan Ranah Psikomotorik akan berkembang pesat, ibarat ikan-ikan di kolam kecil yg terpaksa berenang sekuat tenaga saat diserang hiu.

Emak akan sangat menghargai peningkatan kemampuan kakak berjuang menghadapi situasi ini. Bagaimana bisa survive berinteraksi dan menghadapi tantangan dalam segala keterbatasan. Bagaimana memposisikan diri saat keluar dari comfort zone. Bagaimana menghargai setiap jengkal pencapaian. Semoga setiap peluh perjuangan itu  akanmenjadi bagian dari pondasi kepribadian menghadapi tantangan jaman kelak.

Senin, 31 Agustus 2015

Teko's in de Holland [Adegan 14]

Teko's in de Holland

Adegan 14

[Emak kuliah]
Hari pertama kuliah, dan langsung bolos karena jadwalnya sore. Segala kuliah sore dipastikan bolos karena anak2 dah pulang sekolah. So far, setahun kuliah di sini, belum ada kuliah yg diabsen (sama seperti jaman di NTU lah). Yang penting datang ujian (dan lulus, tentunya).
Ayo kita lihat seberapa membaja tekad itu, saat sadar bahwa waktu yang dimiliki sangat terbatas, karena harus dibagi dengan manajemen teko-teko.
Puluhan tahun silam sesorang pernah berkata "kalau sadar bahwa diri kita miskin dan ga punya fasilitas, belajarlah 4x lebih rajin dari anak2 lain yang punya kelebihan rejeki, jangan cengeng!". Sedikit kasar dan vulgar. Namun saat sakit, kadang kita lebih butuh pil pahit daripada permen gula.
Bapaknya teko-teko, di suatu hari yang cerah pernah berkata "saya sadar saat kecil kalo gak punya listrik di malam hari, karena itu saya melecut diri sendiri utk belajar sampai ujung tenaga, kala masih bermandi kemewahan sinar matahari. Bukan menyalahkan nasib!".
Dan pada Sang Pemimpi ada sebuah dialog : "Biar kau tahu, Kal, orang seperti kita tak punya apa-apa kecuali semangat dan mimpi-mimpi, dan kita akan bertempur habis-habisan demi mimpi-mimpi itu. Tanpa mimpi,orang seperti kita akan mati" (Arai, Sang Pemimpi)
Nah kita lihat bagaimana aplikasinya untuk episode hidup kali ini. Jangan sampai api itu padam karena keterbatasan keadaan. Seseorang juga pernah berkata bahwa hidup tidak memberi kita pilihan, selain terus bergerak maju dan berlari.
Kalau kata Dory di Finding Nemo : keep swimming!

Kamis, 27 Agustus 2015

Teko's in de Holland [Adegan 13]

Teko's in de Holland

Adegan 13

[Tiang Listrik]

Salah 1 aktivitas yang butuh seni ternyata : ngebangunin bocah-bocah pagi hari (dan masih belum nemu seni-nya). Bolak balik bangunin dari semenjak sisa-sisa badai galau semalam mulai menguap, sampai ayam jantan bosan berkokok (anggap aja ada ayam hidup di sekitar sini). Bangun sih, tapi cuma buat ganti ganti posisi tidur, atau merengek2 bilang baterei di dalam badannya belum penuh (generasi gadget!), sampai pindah-pindah kamar biar disangka lagi mandi ~_~ (kreatif!).

Sholat subuh setengah sadar.
Sarapan sambil merem.
Yang semangat cuma mandi aja, karena salah 1 kalimat horor buat teko-teko adalah : "ya udahlah, gak usah mandi". Mereka si tukang mandi.

Si kakak juga sepedaan sambil sesekali merem. Emak udah kehabisan ide. Sampai suatu ketika.
BRAAKKK!!!
Sepedanya sukses nabrak tiang listrik.
Sebelah sepatu copot.
Akhirnya nangis, dan bangun dengan sempurna.

Terimakasih tiang listrik. Mereka sekarang siap menghadapi hari ini kiki emoticon

Rabu, 26 Agustus 2015

Teko's in de Holland [Adegan 12]

Teko's in de Holland

Adegan 12

[Hari pertama sekolah]

Si Kakak (7 yrs) bingung karena pulang sekolah gak dikasih PR. Padahal awalnya dia sempat kuatir gimana mau ngerjain PR, sepanjang pelajaran gak ngerti sama sekali guru dan teman-teman ngomong apa kiki em
Menurut gurunya, kakak terlihat cuek tapi capek, jadi sempat ketiduran di kelas. Dugaan kepala sekolah, dia capek dengerin bahasa Belanda di sekitarnya, jadi saat tidur gak dibangunin. Dugaan emaknya, dia kecapean naik sepeda. Maklum belum lancar dan jarak sekolah mayan jauh. Semoga lama kelamaan kakimu makin kuat ya, Nak! Lawan angin yang kencang itu! Berjuang!

Kata gurunya lagi, dia bangun saat pelajaran Matematika, dan Alhamdulillah cukup berjaya (ternyata Matematika tu bahasa yang paling universal yah). Abis ngerjain penjumlahan, dia tidur lagi hehe. Pulang sekolah sangat gembira, selain gak ada PR, katanya lebih banyak bermain aja. Dia juga senang karena merasa pelajaran berhitungnya lebih santai dari pada saat sekolah di kelas 1 SD di Padang maupun saat TK di Jakarta.
Gak tahu deh, emak harus sedih karena anak yang tadinya biasa ngerjain banyak PR dan les, tiba-tiba menjadi santai. Gembira aja kali yah, karena anaknya heppii... kiki emoticon. Kepala sekolah bilang, bulan depan juga ada guru spesial untuk membimbing anak-anak yang belum bisa bahasa Belanda. Selain itu dia juga punya teman khusus untuk membantu dia dalam ketertinggalan masalah bahasa.
Sedangkan si adik seperti sudah diduga, ngompol di kelas ~_~. Katanya udah berusaha ke toilet tapi terlalu sering ingin pipis, jadi kadang gak tahan. Alasan ajah hehe . Dia senang di sekolah karena banyak permainan yang seru. Gurunya seru. Teman-temannya seru seru. Kebunnya seru seru seru. Peralatan gambarnya seru seru seru seru. (Seru adalah kata kesukaan adik saat ini ~_~). Tapi dia kecewa karena gak disuruh membaca buku dan gak ada pelajaran perkalian (ya eyalaaah bro).
Soal pelajaran, adik agak sedikit kiasu. Dia membuat dirinya bisa baca di usia 4 tahun, dan akhir2 ini ambisius banget ingin belajar perkalian (tapi emak gak kunjung ngajarin, Zzzzz, santai lah dikit Nak). Gak tahu dapet gen kiasu dari mana, secara bundo nyantai abiezzz, juga bapak.
Yang jelas hari ini beban di dalam tas jauh berkurang. Hanya bawa bekal aja. Rupanya segala alat tulis dan keperluan belajar udah disiapkan sekolah, jadi ga bawa apa-apa lagi. Emak gak ngeh, karena ini kan sekolah gratis, masa alat tulis disediain juga, begitu pikir emak yg lugu ini.
Begitulah. Semoga seterusnya adik gak ngompol lagi dan abang gak bobok lagi di kelas . Ayo Nak, kurikulumnya rupanya menekankan aktivitas bermain, mengenal diri sendiri dan lingkungan. Maka bermain dan bergembiralah. 
Bermainlah dengan gembira, di masa kecil yang hanya sekali kiki emoticon

Minggu, 23 Agustus 2015

Ini tidak mudah tapi akan kita lewati, Nak

Jauh sebelum mereka datang ke Belanda, aku tahu dan sadar banget bahwa hari ini akan datang. Tepatnya malam ini. Malam menyiapkan keperluan sekolah mereka besok hari. Hari pertama mereka sekolah di Belanda. Dengan bahasa Belanda!

Ketika mereka mendarat di Schipol lebih dari 1.5 bulan yang lalu, kepercayaan diriku begitu tinggi. Ah, masih ada 1.5 bulan, fikirku saat itu. Masih cukup waktu untuk ngajarin mereka tentang toilet ala Belanda. Masih cukup waktu untuk belajar dasar-dasar bahasa Belanda bersama (aku buta banget soal ini). Masih cukup waktu belajar memasak, akan aku pelajari banyak resep masakan yang enak. Masih cukup waktu kami untuk saling mengenal lagi setelah 1 tahun gak berinteraksi intensif. Masih cukup waktu untuk kami memahami bahwa kita ber-3 memang harus saling membantu untuk menghadapi 1 tahun ke depan. Bahkan aku cukup percaya diri aku akan ada waktu untuk nyicil belajar pelajaran tahun ke-2 kuliah, karena yakin banget bakal sering bolos kuliah (terutama kuliah sore). Atau kalau bisa malah mulai mikirin thesis. Terlalu pede!

Namun aku salah.
Bergulirnya sang waktu ternyata jauh lebih cepat dari rencana-rencana kita di atas kertas.

Berpisah selama 1 tahun adalah waktu yang tidak singkat. Apalagi mereka di usia-usia pertumbuhan. Aku memang tak mampu mengembalikan waktu. Dan tak ada yang akan mampu aku lakukan untuk menebus kehilangan 1 tahun kebersamaan itu. Hanya berbekal tekad untuk menghadapi segala rintangan bersama, dan bermodal keyakinan bahwa abang dan adik adalah anak-anak yang baik.


Toilet issue
Toilet things bagi Abang sama sekali gak masalah. Entah kenapa, Abang membuat dirinya begitu mandiri gak lama setelah adik lahir. Di usia 3 tahun kurang udah gak ngompol. Di usia menjelang 4 tahun udah minta bobok sendiri dengan lampu dimatiin. Abang gak banyak ngomong, anaknya indirect. Bahkan jika ada yang dia inginkan, akan dia sampaikan secara tidak langsung. Misal, abang akan memilih ngomong "sepertinya donat itu enak, gimana ya cara bikinnya", daripada "aku ingin makan donat". Lalu matanya akan berbinar-binar bahagia saat aku sambung "hmm, kayaknya enak deh, bunda mau makan donat, abang mau?"

Sebaliknya, bagi adik toilet issue ini adalah hal yang berat. Sodara yang mengasuh adik dari kecil begitu menyayangi adik, bahkan merasa seperti anak sendiri. Masalahnya, kadang bentuk ungkapan rasa sayangnya tidak aku setujui. Misalnya, dengan tetap memakaikan diapers ke adik selama 1 tahun terakhir di Padang, dengan alasan kasihan ~_~. Hasilnya, adik tampak tertatih-tatih belajar mengurangi ketergantungan pada diapers. Minggu-minggu pertama begitu sulit. Adik ngompol, pup di celana, bisa berkali-kali dalam sehari. Dia lelah dan merasa bersalah. Aku juga lelah, sedih dan merasa bersalah atas segala yang dia alami 1 tahun terakhir. Kami berdua belajar. Aku tahu ini gak mudah.

Hal yang membahagiakan adalah, walau adik terllihat tidak semandiri abang dalam mengurus dirinya, namun adik begitu perasa. Aku tahu dia berusaha keras membuktikan dirinya gak ngompol dan gak pup di celana lagi. Diam2 menangis, meminta maaf berulang2, menggigau, bahkan menghukum dirinya jika suatu hari dia keseringan ngompol dan BAB.

Suatu hari saat kita bertiga jalan-jalan ke Leiden, adik ngotot gak mau dipakein diapers. Aku biasanya pakein kalau bepergian ke luar Delft. Dia ngotot, katanya dia ingin seperti abang. Sesampainya di Leiden ternyata dia pup di celana. Saat bersihin celananya, kran air macet, tanganku belepotan BAB-nya. Perasaanku campur aduk, dan tanpa sadar aku menangis. Hahla cengeng yak. Setelah itu aku pindah toilet, dan membersihkan tanganku dan membersihkan badan adik dalam diam.

Malamnya, abang bilang adik barusan curhat bahwa dia menyesal membuat bunda menangis. Adik meminta supaya abang menyampaikan ke bunda bahwa : "Dedek juga akan sehebat abang, gak akan ngompol lagi, karena dedek juga sayang bunda".

Adik yang belum lagi 6 tahun menyampaikan pesan itu untukku. Aku mencari adik. Memeluknya. Mengatakan bahwa bunda juga selalu menyayangi adik, dan bunda sangat bahagia dan menghargai usaha adik untuk gak pakai diapers lagi.

Aahhh, sayang. Di umur sekecil ini kalian dihadapkan pada kondisi-kondisi seperti ini hanya karena aku gak ingin lagi berpisah dengan kalian. Semoga kita semakin saling paham ya, Nak.

Dan besok adalah hari pertama kalian sekolah. Semoga adik dberi kemampuan ya untuk ke toilet sendiri dan belajar membersihkan sendiri, walau dengan kondisi hanya ada tisue. Khas toilet Belanda. Sekolah ini menekankan dari awal bahwa kemandirian adalah salah satu hal yang mereka tekankan di sini. Setiap anak harus bisa ke toilet sendiri dan membersihkan dirinya sendiri. Semoga adik kuat dan semakin tangguh!

Selera Makan

1 tahun sudah mereka di Padang, dan rupanya banyak sekali ketertinggalanku dalam memahami selera makan mereka. Rupanya selama di sana, atas dasar kasih sayang, menu makanan mereka sehari-hari adalah "mau makan apa Nak?", dan bukan "ayo Nak, kita makan".

Lumayan lama waktu yang aku butuhkan untuk menanamkan kembali kepada abang dan adik tentang konsep syukur atas nikmat, termasuk rejeki makanan. Bukan hanya karena kemampuan memasakku yang terbatas, namun aku tak ingin mereka berfikir bahwa rumah adalah restoran, sehingga apapun jenis makanan yang mereka minta akan segera tersedia.

Akhirnya kami belajar lagi dari dasar tentang penghargaan terhadap masakan. Kami bahkan kadang memasak bareng. Mereka jadi tahu proses bikin gulai ayam, cara membuat bakso, dan konsep-konsep dasar memasak sayur. Mereka juga belajar tentang manfaat makanan-makanan itu. Perlahan mereka belajar untuk menghargai apapun yang tersedia di meja makan. Mensyukuri dan menikmati. Tentang berterimakasih. Menghargai perjuangan menghadirkannya ke meja makan. Menikmati sebuah proses, terlibat di dalamnya, dan menghargai hasilnya.

Alhamdulillah sekarang apapun yang aku masak mereka akan makan. Namun tentunya pembelajaran ini masih terus berlanjut. Tarbiyah untukku dan untuk mereka. Luar biasa. Kepayahan dan keletihan yang aku yakin akan menghasilkan buah yang insyaAllah manis. Aku yang tadinya bahkan gak tahu bedanya ketumbar, jahe dan lengkuas, tiba-tiba menjadi harus mampu menghasilkan sesuatu yang layak dimakan di meja makan.  Mereka yang tadinya terbiasa menyebutkan menu-menu lauk pauk, tiba-tiba dihadapkan pada sebuah rumus-rumus panjang tentang dunia dapur, mengolah makanan dan menghargai setiap prosesnya.

Selera Belajar 

Seperti sudah kuduga, rasa ingin tahu adik terhadap pelajaran semakin tak terbendung.  Di usia 2 tahun sudah mengerti abjad, di usia 4,5 tahun sudah lacar membaca textbook berbahasa Indonesia. Sebuah kondisi yang terus terang bukan aku yang merancangnya. Adik sendiri yang menantang dirinya dan mengkondisikan dirinya menjadi seperti itu. Selama di Jakarta aku nyaris selalu pulang malam, yang aku lakukan biasanya hanya menyediakan alat2 bermain dan perangkat belajar mandiri. Dan aku tidak membuat target apapun buat mereka di usia dini. Yang penting masa kecil mereka bahagia, mereka menghargai dirinya dan orang lain. Jadi hanya bisa  terkaget-kaget setiap kali adik menunjukkan progress yang mencengangkan.

Namun aku mulai menangkap perasaan tak nyaman pada diri Abang, ketika dia menceritakan bahwa setiap kali ngerjain PR di Padang, beberapa anggota keluarga selalu meminta agar adik yang ngajarin. Dan aku yakin sesekali pasti terselip ucapan-ucapan yang membanding-bandingkan mereka berdua. Maka di Belanda ini, aku berusaha menetralkan segala perasaan-perasaan yang tak nyaman yang mungkin pernah ada. Baik perasaan tak nyaman Abang yang selalu merasa dibandingkan, mau pun perasaan tak nyaman adik yang selalu di kondisikan pada ultimate position "pasti lebih tahu".

Lagi-lagi ini gak gampang. Akupun masih belajar. Belajar mengenal mereka kembali. Belajar memahami kembali apa core interest masing-masing mereka. Aku masih meyakinin bahwa, setiap anak unik, dan memerlukan penanganan yang berbeda.

Belajar Mandiri

Demikianlah beberapa issue utama yang kami hadapi. Adapun  dalam hal urusan kerumahtanggaan, kami bagi-bagi tugas, Abang dan adik belajar memahami bahwa kerapian dan kebersihan rumah adalah tanggung jawab bersama. Perlahan mereka juga mulai merhargai usaha  mereka untuk membuat suasana rumah menjadi rapi dan bersih. Sebuah pengalaman yang setahun terakhir tak lagi mereka dapatkan, karena masalah kebersihan dan kerapian rumah adalah sesuatu yang berada di luar diri mereka.

Demikian, sekelumit kisah.

Besok mereka sekolah untuk pertama kalinya di Belanda. Alhamdulillah jadwal sekolah mereka 1 minggu lebih awal daripada jadwal kuliahku. Sehingga aku masih ada waktu 1 minggu untuk mempelajari bagaimana mereka menghadapi situasi baru ini. Aku ada waktu seminggu untuk meng-adjust diriki, menyesuaikan ekspektasi, menyamakan persepsi, dll, sehingga berharap menemukan sebuah pola yang akan menjadi win win solution untuk kelanjutkan perkuliahanku di Belanda ini sambil tetap menjalankan keselarasan fungsi sebagai ibu bagi mereka.

Berpisah selama 1 tahun adalah waktu yang tidak singkat. Apalagi mereka di usia-usia pertumbuhan. Aku memang tak mampu mengembalikan waktu. Dan tak ada yang akan mampu aku lakukan untuk menebus kehilangan 1 tahun kebersamaan itu. Hanya berbekal tekad untuk menghadapi segala rintangan bersama, dan bermodal keyakinan bahwa abang dan adik adalah anak-anak yang baik.

Semoga Allah memampukan diriku untuk menjadi ibu yang membuat mereka kembali nyaman. Menjadi ibu yang membuat mereka akan selalu berfikir bahwa kelak mereka akan punya bekal yang selalu membuat mereka yakin bahwa "tak ada badai yang tak selesai".

Selamat berjuang, wahai anak-anakku sayang...

Delft,
23 Agustus 2015

Sabtu, 22 Agustus 2015

Teko's in de Holland [Adegan 11]

Teko's in de Holland

Adegan 11

Akhirnya hari itu segera datang. Menuju hari pertama abang dan adik masuk sekolah.
Emak kena sindrom mellow lebay, harus melepas anaknya sekolah setelah 1.5 bulan lamanya 24 jam bareng-bareng terus. Rasanya proses saling 'mengenal kembali' belum selesai (dan mungkin ga akan pernah selesai...)


Perpisahan kita 1 tahun terakhir memang tak akan pernah terbayarkan. Dan tak akan ada yg mampu dilakukan untuk menebus kehilangan 1 tahun kebersamaan itu.

Semoga Allah memampukan emak untuk menjadi ibu yang kembali membuat mereka nyaman. Menjadi ibu yang membuat mereka akan selalu berfikir bahwa 'tak ada badai yang tak selesai' 😅😅

Ganbatte, Nak.
Hadapi pelajaran di sekolah itu, walau berbahasa Belanda. 
Belanda sudah tak lagi jauh, segera angkat senjata! Angkat pena denk ^_^

Kamis, 13 Agustus 2015

Teko's in de Holland [Adegan 10]

Teko's in de Holland
Adegan 10
[Eksperimen gulai ayam]
Lokasi : dapur
B : ayo cobain, udah enak belum?
H1 : enak, tapi kurang pedas
B : (tambahin cabe besar, aduk2, bbrp menit kemudian) ayo cobain lagi.
H1 : enak, udah mulai mirip ama yang di Padang, tapi masih kurang pedas. Tadi bundo dah kasih jahe?
B : (tahu jahe dari mana pula ~_~. Tambahin cabe lagi, aduk2, bbrp menit kemudian) sekarang gimana?
H1 : masih kurang pedas. Tapi ya udahlah, udah lapar. Makasih bunda. Makan yuk.
*hehe ada yang pasrah* cuma 1 tahun on the job training di Padang, standar pedasnya nak H1 kadang ngalah2in amaknyo ~_~

Selasa, 11 Agustus 2015

Kisah di Arena Hiburan Anak-Anak

Awal bulan ini, saya berkesempatan mengunjungi sebuah arena hiburan anak-anak (relevan juga sih buat orang dewasa yang masih menyembunyikan jiwa imutnya, di sebuah pojokan di dalam hati hehe). Nah, saat makan siang, kami bertiga makan di satu-satunya restoran (yang eye catching) di tempat itu. Saat bayarpun seperti biasa pakai debit card, karena mulai tidak terbiasa membawa cash, apalagi untuk perjalanan yang lumayan jauh. Untuk mencapai tempat ini kami harus naik bus 7 jam plus 40 menit di kereta grin emoticon. Jadi nyaris gak pegang cash.
Lupa kapan tepatnya, lalu saya sadar bahwa mereka men-debit pembayaran biaya makan sebanyak 2x. Memang pada saat bayar petugasnya sempat bilang transaksi tidak berhasil, jadi saya key in lagi paswordnya. Dan seperti biasa, gak pernah dicek deh di handphone itu transaksi berhasil 1x atau malah 2x, karena so far memang ga pernah ngalamin yang aneh2. Lagipula seperti lazimnya emak2 rempong yang bawa-bawa anak pada usia yang baru menguasai teknik-teknik dasar dunia persilatan, ritual habis beli makanan adalah nyari tempat duduk, lalu makan dengan 'khusyuk' dan 'khidmat'.
Saya sempat agak kecewa dan mulai berprasangka bahwa kesalahan itu disengaja. Maklum, selain ngefans banget sama kisah-kisah detektif (terutama yang settingnya abad 20, dan melibatkan masalah psikologis.... maaf info gak penting), saya akhir2 ini suka parno baca kisah2 penipuan yang tersebar seperti jamur musim panas di berbagai socmed tanah air. Tapi ya udah aja, mau diapain. Hanya pelajaran supaya lebih hati2 aja kali. Agak sedih juga karena jumlahnya lumayan, secara itu restoran kagak ada saingannya, sehingga harga makanannya juga 'sesuatu' ~_~
Nah pagi ini saya jadi malu hati sendiri karena tahu2 ada sejumlah uang masuk ke rekening dari restoran itu. Yaitu dengan jumlah yang sama persis dengan biaya makan.
Takjub!
Karena rasanya saya gak mengajukan komplen apapun ke mereka. Setelah saya cek tanggal terjadinya transaksi, memang selisih antara transaksi pertama dan transaksi kedua adalah 1 detik. Dalam sehari bisa ratusan transaksi. Yang artinya mereka melakukan pengecekan by system. Diniatkan. Ada nawaitu-nya.
Salut!
Karena untuk mendeteksi potensi 'exception' seperti itu masalahnya bukan di pembuatan sistem yang mendukung, tapi lebih kepada niat baik. Dalam sehari bisa terjadi ratusan transaksi. Jika tanpa niat baik, buat apa mereka repot-repot harus mengantisipasi hal semacam ini. Mungkin itu malah bisa mereka jadikan 'sumber pemasukan' yang jumlahnya bisa significant. Tambahan lagi untuk pengunjung malas seperti saya, begitu mengalami hal ini, ya udah aja, gak melakukan apapun, tidak komplen, dan lebih melakukan peringatan kepada diri sendiri agar lebih hati-hati. Sebagian besar pengunjung juga nampaknya bukan dari kota tsb, malah banyakan dari asia dan UK, mungkin karena liburan musim panas. Jadi mungkin kalau mengalami hal yang sama ya udah aja (kaliiiiy). Atau malah gak sempat ngecek. Beda sama kita (atau saya deh..) yang sesekali masih suka ngecek history transaksi di HP. Walau habis itu gak diapa2in juga.
Entahlah apa filosofis di balik semua itu, tapi saya acungkan banyak jempol. Bisa jadi ini memang bagian dari usaha mereka untuk menjaga nama baik. Bisa jadi mereka paham tentang konsep keberkahan rejeki dari bukunya ustadz Salim.A.Fillah, hehe. Atau apapun itu, yang jelas saya salut, kagum dan malu.
Jadi ingat beberapa kali belanja di sebuah toko daging (di Den Haag dan di Delft), sempat ngalamin struck belanja yang gak make sense. Waktu bulan pertama di Den Haag malah saya sempat balik lagi, karena belanja 3 jenis sayur kok mencapai 20 euro, dan ternyata setelah dikonfirmasi balik, dengan lumayan tergagap2 petugasnya bilang seharusnya hanya 7 euro. Sejak itu jadi agak lebih hati2 jika belanja dalam jumlah banyak, karena biasanya kita langsung bayar2 aja kan, tanpa ngecek lagi satu persatu. Dan saya rasa jika tanpa niat baik, bisa jadi celah juga untuk 'tambahan penghasilan'.
Niat baik untuk tidak merugikan orang lain rupanya konsep yang universal. Bukan soal tampilan. Bukan soal bahasa. Apalagi kesamaan agama. Tidak jaminan.
Sekali lagi, salut buat restoran ini. Mungkin pemilik toko daging perlu berguru ke sana wink emotic

Senin, 10 Agustus 2015

Turunkan Standar, Mak

Beberapa waktu lalu, seorang kawan menasehati (setelah sebelumnya minta ijin mau ngomel) :
"Suatu saat tiba masanya ketika kita harus berdamai dengan diri sendiri. Menurunkan standar. Sambil menengok ke belakang, dan menunduk takzim. Mengucapkan selamat tinggal kepada masa-masa ketika tempat tidur harus licin sempurna, lantai bebas dari remah-remah, semua baju harus disetrika, dan tata letak barang sesuai definisi".
Lalu tambahnya "gw bisa survive setahun di sini tanpa nyetrika baju! jadi begini tipsnya... blablabla dst dst"
Sip deh. Ayo kita move on :D:D:D

Minggu, 09 Agustus 2015

Happy National Day, Singapore!

Happy National Day, Singapore!

Setidaknya selama 4 tahun kuliah dan 1 tahun bekerja di sana, sempat merasakan nyaman, damai, tentram dan nyaris tiada perasaan insecure. Sebuah jenis rasa nyaman yg belum tergantikan. Terimakasih sekali telah membiayai pendidikan seorang kembang sate (kalau bilang kembang desa ntar pitnezzz ~_~) sampai menjadi sarjana, sehingga tiada perlu lagi galau memikirkan ketercukupan uang saku dari kampung halaman ðŸ˜‰ðŸ˜‰ðŸ˜‰.

Majulah Singapura!

Jumat, 07 Agustus 2015

Teko's in de Holland [Adegan 9]

Teko's in de Holland
Adegan 9

Bahagia itu gak selalu sederhana.
Kadang rumit, berat, besar, sangar, dan bertaring.
Dinosaurus!


Teko's in de Holland [Adegan 8]

Teko's in de Holland.
Adegan 8.

Niat hati mau bikin rendang dengan bumbu2 seadanya. Tapi penampakannya galau antara rawon dan daging berkuah ~_~.
B : gimana? Enak gak?
H1 : enak sup nya.

Malah dikira sup kiki 
emoticon
 



Kamis, 06 Agustus 2015

Berkah Perniagaan

Mungkin ada baiknya dalam perniagaan, kita tidak menjual barang yang rusak, atau minimal memberi tahu cacatnya kepada calon pembeli, sehingga jadi indah ujungnya dan jadi manis kisahnya. Alangkah sayangnya jika sedikit rupiah menodai keberkahan rizqi. Bukankah kita tidak tahu di sebelah mana letak keberkahan itu?
** IMHO
** Note to myself
Ngomong2 soal keberkahan, mumpung gak mood nyetrika, anak-anak juga lagi unyu anteng, buka2 kembali buku favorit ini. Lapis-lapis keberkahan. Terutama saat sampai kepada bab "Bertumpuk-tumpuk bahan karya : Soal Rasa". Semoga penulisnya berkenan dikutip di sini :
...
Hal 134 :
Rizqi adalah ketetapan. Cara menjemputnya adalah ujian. Ujian yang menentukan rasa kehidupan. Di lapis-lapis keberkahan dalam setitis rizqi, ada perbincangan soal rasa. Sebab dialah yang paling terindra dalam hayat kita di dunia.
Aku tahu, rizqiku takkan diambil orang, karenanya hatiku tenang. Aku tahu, amalku takkan dikerjakan orang, karenanya kusibuk berjuang (Hasan Al-Basri)
Hal 510 :
Begitulah yang kita lihat ;berburu berkah itu alangkah berat. Tapi syukurlah kita tahu, bahwa di dalamnya ada banyak rasa nikmat.


Teko's in de Holland [Adegan 7]

Teko's in de Holland.
Adegan 7.

[Bukan Tanah Abang - Blok M]
H1: "Dadaaaah Abaaah, baik2 di Jakarta" 
Emak : "Tolong do'akan mereka sehat-sehat kiki emoticon"
H2 : "Besok main ke sini lagi yaaaa"
Dipikirnya Tanah Abang - Blok M kali yes , bisa naik gojek :D:D
10 menit setelah dadah-dadah.
H2 : "Abah dah nyampe Jakarta ya Bundo?"
Emak : "Stasiun Delft juga belum, tuh masih di halte bis ^_&"
Ternyata dipikirnya Monas - Sarinah ~_~
*new chapter